Pesan DPRD Kota Bandung untuk Wali Kota Terpilih

 

Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi merangkai catatan panjang permasalahan di kotanya yang belum kunjung terlihat ada solusi. Asep mengaku, membekali catatan dari aspirasi masyarakat itu, melihat ada tiga masalah yang paling ia soroti.

Peringkat pertama masalah Kota Bandung, yakni terletak pada kemacetan. Menurutnya, lagi-lagi masalah transportasi yang sudah sering dibahas, kembali menjadi faktor utama yang harus dibenahi.

Ada kemudahan jalur transportasi dari luar ke dalam Kota Bandung. Jumlah kendaraan pun bertambah namun tak diikuti dengan pertambahan jalan, ataupun transportasi umum yang jadi jawaban kemacetan.

Jalan Prof. Mochtar Kusumaatmadja

"Saya memandang Wali Kota harus berani membuat atau meletakkan dasar pengembangan transportasi publik berikutnya. Kalau bicara Jakarta saat ini ada Jaklingko, LRT, mereka bicara sudah tahun 2000-an. Gubernur Sutiyoso (1997-2007) sudah meletakkan dasarnya. Menurut saya kepemimpinan Wali Kota harus berani meletakkan dasar pengembangan transportasi publik untuk dilanjutkan ke periode berikutnya," kata dia.

"Menurut saya untuk mengurai kemacetan dibutuhkan transportasi pubilk yang berkesinambungan. Secara fiskal Kota Bandung tidak memungkinkan transportasi publik yang memadai. Artinya perlu berkesinambungan karena transportasi publik ini akan juga bicara soal ekonomi publik. Harus dilakukan Pemkot Bandung berkolaborasi dengan Pemprov Jabar, Pemerintah Pusat, bahkan sektor swasta," lanjut Asep.

Asep yang juga dicalonkan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai bacawalkot Bandung itu, kemudian mencatat permasalahan kedua yakni tata ruang dan lingkungan. Di dalamnya terdapat dua masalah kompleks, yakni banjir dan sampah.

Asep menjelaskan, masih banyak jumlah titik genangan di Kota Bandung dengan lama genangan banjir surut yang cukup beragam. Kata dia, harus ada upaya agar titik genangan atau banjir cileuncang ini semakin kecil.

Menurutnya, upaya Pemkot Bandung dengan adanya rumah pompa dan pembersihan gorong-gorong sudah cukup efektif. Hanya saja, masih diperlukan adanya penataan ulang saluran dan drainase ke depan.

"Kita tahu saluran ini sudah cukup lama. Tidak sedikit saluran tergerus atau terhalang bangunan. Untuk mengurangi banjir ini ada penanganan jangka panjang. Selain itu perlu dilakukan adanya gagasan zero run-off. Selama ini ketika hujan besar air mengalir deras sedangkan saat kemarau tidak ada air. Padahal sebetulnya bisa dilakukan bagaimana air ini bisa terserap ke bumi Kota Bandung. Perlu kajian supaya program ini efektif," ujar Asep.

Sementara pada isu sampah, Asep mengajak masyarakat untuk mengingat kembali peristiwa kebakaran di TPA Sarimukti. Katanya, perlu ada pendekatan dari pemerintah dan mengajak warga meningkatkan budaya mengelola sampah.

Asep menilai pendampingan bagi masyarakat untuk mengelola sampah perlu lebih dimasifkan. Mengingat Kota Bandung tidak punya lahan untuk menampung sampah-sampah itu. Ia pun kembali menyinggung TPA Legok Nangka yang seharusnya sudah siap digunakan.

"Masyarakatnya perlu ada budaya menangani sampah. Saya salut sama almarhum Mang Oded yang membudayakan Kang Pisman-nya. Hanya saja ketika ada program pembudayaan ini kurang besar dukungan dari anggarannya," tuturnya.

"Kalau masyarakat tidak teredukasi, anggaran pengelolaan sampah tidak akan pernah cukup. Apalagi Kota Bandung daerah wisata. Kalau mengandalkan konvensional, berapapun anggarannya tidak akan menyelesaikan masalah. Maka ke depan perlu anggaran untuk pembudayaan, dorongan bagi masyarakat untuk mengelola sampah hingga menjadi gaya hidup dengan memilah sampah," imbuh dia.

Sementara masalah yang ketiga ialah masalah ekonomi Kota Bandung yang mulai loyo terutama pasca pandemi. Pertumbuhan ekonominya, kata Asep, belum mampu menyamai situasi ekonomi sebelum COVID-19.

Sehingga, perlu ada intervensi pemerintah untuk menumbuhkan ekonomi skala mikro tingkat rumah tangga ataupun skala kota. Masyarakat perlu diberi kegiatan yang akan menjadi sumber ekonomi baru.

Terlebih, Asep melihat Kota Bandung punya peluang sebagai kota kreatif. Tetapi perlu tindakan serius dari pemerintah karena ekonomi baru ini yang sebisa mungkin menggerakkan banyak orang. Sehingga, diharapkan bukan sekadar memberikan jalur pengembangan usaha, tetapi perlu membuat konferensi, acara pertemuan terkait usaha ini.

"Kota Bandung punya kekhasan salah satunya industri fesyen. Soal gaya, Bandung sudah terkenal. Saya sudah 15 tahun mengembangkan bisnis fesyen di Kota Bandung dan produk Bandung sudah banyak dikenal baik di luar kota," ujarnya.

"Selain fesyen, Bandung juga dikenal sebagai jago kuliner. Ini bisa dikembangkan oleh pemerintah dengan membuat acara, festival, kegiatan terkait makanan khas Bandung. Dengan begitu bisa mendatangkan kunjungan wisatawan semakin tinggi. Pemerintah ke depan perlu membangun banyak acara karena itu membantu menaikkan ekonomi," lanjut Asep.

Kata dia, saat ini Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung 2025-2045 sedang dibahas di DPRD Kota Bandung. Sejauh ini, tiga catatan penting darinya menjadi hal yang paling banyak disorot.

Ada pun dua isu lainnya yakni pendidikan dan kesehatan. Terkait pendidikan, menurutnya ikut menyinggung juga dengan isu premanisme dan ketersediaan lapangan kerja.

"Karena masuk ke kami, DPRD, dari wisatawan tentang parkir liar dengan harga di tinggi, pengamen memaksa. Ini masalah tenaga kerja dan pengembangan wirausaha. Ke depan harus disiapkan talenta-talenta yang siap berkompetensi," tutur Asep.

"Bukan siap sebagai konsumen tetapi pelaku, termasuk pelaku digital. Tanggung jawab Kota Bandung di SD dan SMP. Penyiapan pelaku industri digital ini bisa dijalankan sejak dini, sejak SD dan SMP. Sehingga ketika perguruan tinggi Kota Bandung memiliki talenta terbaik dan siap bersaing. Dengan begitu Bandung siap bersaing dengan kota-kota lain," imbuh dia.

 



Ahmad Farid Fakhrullah

Posting Komentar

0 Komentar