Panitia Khusus (Pansus) 9 DPRD
Kota Bandung secara intens membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
tentang Pelarangan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Sosialisasi
dan studi banding pun dilakukan, salah satunya ke Bali.
Menurut anggota Pansus 9 DPRD
Kota Bandung, Siti Marfu’ah secara pribadi maupun Fraksi PKS, dirinya berpegang
teguh pada syariat Islam yang menyatakan bahwa minuman beralkohol atau khamar
itu haram.
Warung Minuman Beralkohol |
Namun, lanjutnya, masyarakat Kota Bandung cukup heterogen. Meski mayoritas penduduknya beragama Islam, masih ada masyarakat yang menganut agama lainnya.
Sehingga dalam pembahasannya,
bagaimana raperda yang nantinya jadi perda ini bisa mengatur soal minuman
beralkohol dengan mengakomodir keyakinan umat Islam dan umat lainnya.
"Bagaimana aturan ini juga
mengakomodir agama lain. Kalau muslim kan jelas tidak boleh memperjualbelikan
dan mengonsumsi, namun untuk masyarakat di luar muslim harus ada aturan yang
mengatur tentang hal ini," ungkapnya.
Terlebih, kata Siti, Kota Bandung
merupakan kota wisata. Banyak orang yang berkunjung ke kota ini, termasuk
wisatawan asing. Tentunya kebutuhan wisatawan asing juga harus diakomodir,
salah satunya terkait minuman beralkohol.
Karena itulah, lanjut Siti,
terdapat aturan yang mengatur tempat-tempat mana saja yang diperbolehkan untuk
menjual minuman beralkohol ini. Salah satunya hotel bintang lima.
"Jadi dihadirkan di hotel
bintang lima yang cukup terbatas, yang keterjangkauan oleh warga lokal juga
terbatas," tuturnya.
Begitu pun dengan pembeli, hanya
diperbolehkan bagi warga yang berusia 21 tahun ke atas. "Saat membeli pun
harus menyertakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan lainnya," terangnya.
Siti mengakui, secara pribadi
pihaknya mengharapkan untuk mempertahankan syariat Islam yang tidak boleh
mengonsumsi dan memperjualbelikan minuman beralkohol. "Jadi tetap
mengakomodir agama lain, tapi dengan aturan-aturan, " ujarnya.
Pansus, ungkapnya, saat ini masih
membahas dan mendalami raperda ini. Salah satunya dengan melakukan kunjungan
kerja ke Bali. Tentunya kondisi Bali dan Bandung sangat berbeda.
"Kita pahami di sana
mayoritas bukan muslim sehingga mungkin ada budaya yang ritualnya menggunakan
minuman beralkohol dan juga wisatawan asingnya di sana cukup banyak, sehingga
berbeda. Namun secara umum baik Bandung maupun Bali adalah bagaimana meramu
sebuah peraturan itu untuk mengakomodir semua umat di wilayah tersebut,"
terangnya.
Selain studi banding, pansus juga
menghadirkan para ahli, tokoh masyarakat dan juga ormas untuk membahas dan
meminta masukan terkait raperda ini. Hal ini dilakukan untuk menghadirkan
peraturan yang dapat memberikan kebermanfaatan dan juga kemaslahatan untuk
semua pemeluk agama dan tetap menghadirkan konduktivitas di Kota Bandung.
Ahmad Farid Fakhrullah
0 Komentar