Siti Nurjanah anggota Komisi B
DPRD Kota Bandung menyebut ada dua faktor yang perlu dibenahi oleh Pemerintah
Kota Bandung, menanggapi menjamurnya minimarket waralaba, yang memiliki dampak negatif
kepada pasar rakyat, yaitu yang pertama soal jarak pusat perbelanjaan atau toko
swalayan dengan pasar atau warung tradisional, yang kedua terkait jam
operasional pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
Dua hal tersebut menjadi fokus dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Bandung tentang Pedoman Pengembangan Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, yang saat ini sedang digodog oleh Pansus Raperda.
“Yang urgent di Pansus 5 itu
tentang penataan dan pengawasan pusat perbelanjaan, nah ada dua hal yang sampai
kemarin itu masih jadi diskusi Panjang karena berkaitan dengan Peraturan yang
sudah ada, jadi tentang jarak dan jam operasional. Nah karena kita menginginkan
solusi terbaik untuk Kota Bandung,” kata Siti.
Hj. Siti Nurjanah |
Siti Nurjanah menerangkan terkait penataan jarak pusat perbelanjaan dan Toko Swalayan untuk memberikan rasa keadilan bagi pasar rakyat. Dalam melakukan pengukuran jarak untuk letak pusat perbelanjaan maupun toko swalayan dapat menggunakan jalan raya sebagai acuan. Dalam pembahasan Raperda tersebut, setiap pusat perbelanjaan dan toko swalayan memiliki perbedaan jarak dengan pasar rakyat. Minimarket berjarak minimal 0.5 Km dari pasar rakyat, departemen store berjarak minimal 1.5 Km dari pasar rakyat dan grosir berjarak 2.5 Km dari pasar rakyat.
“Acuan perhitungan jarak itu
disepakati menggunakan penghitungan jalan bukan tarik lurus. Tapi berdasarkan
jalannya, bukan perhitungan garis lurus. Minimarket berjarak minimal 0.5 km
dari pasar rakyat, 0.5 km itu yang terletak di pinggir jalan kolektor atau
jalan arteri. Selanjutnya supermarket dan departemen store berjarak paling
dekat 1.5 Km dari pasar tradisional, yang terletak di pinggir jalan kolektor
juga. hypermart dan grosir-grosir berjarak 2.5 Km dari pasar rakyat yang
terletak di pinggir jalan arteri juga,” jelasnya.
Ia pun mengungkapkan beberapa kasus yang terjadi di Kota Bandung, minimarket waralaba masih beroperasi hingga 24 jam, padahal berlokasi dekat pemukiman warga. Oleh karenanya Raperda tersebut mengatur juga jam operasional pusat perbelanjaan dan toko swalayan. Jam operasional pusat perbelanjaan dari pukul 10.00 WIB sampai 22.00 WIB, sedangkan jam operasional toko swalayan dari pukul 08.00 WIB sampai 22.00 WIB.
“Di Bandung ada minimarket jam 7
aja udah buka, ada minimarket di komplek perumahan buka 24 jam,” katanya.
Siti menegaskan Raperda yang
sedang dalam pembahasan ini, berlaku setelah Raperda ini disahkan menjadi Perda.
“Perda ini tidak berlaku mundur,
jadi yang eksisting tetap bisa menjalankan usahanya, tapi ini untuk yang akan
membangun yang baru, jadi penataannya lebih kepada kedepan jangan sampai mereka
melanggar, jadi mengacu kepada Perda yang akan ditetapkan nanti,” ujarnya.
Politisi PKS ini pun berharap adanya
saling berkolaborasi antara Disdagin (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) dan
Satpol PP untuk menindak tegas memberikan sanksi kepada para pelaku bisnis pusat
perbelanjaan maupun toko swalayan yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah (Perda) tentang Pedoman Pengembangan Penataan dan Pembinaan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Swalayan, agar terciptanya Kota Bandung yang tertata rapi
dan peningkatkan perekonomian masyarakat.
“Disdagin kewenangannya
pemberitahuan dan yang menindak adalah satpol PP, tentunya dengan adanya Perda
ini lebih menegaskan lagi agar para pelaku bisnis retail baik itu minimarket,
super market atau pun perkulakan itu lebih taat aturan. Kita ingin menata Kota
Bandung lebih rapi lagi, lebih nyaman lagi, lebih bagus lagi kotanya, bahagia
masyarakatnya, itu yang kita inginkan,” harapnya.
Ahmad Farid Fakhrullah
0 Komentar