Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Akomodasi yang Layak Bagi Peserta Didik Penyandang
Disabilitas yang tengah disiapkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mendapat
sorotan tajam anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.
“RPP
ini nampak “kosong” dan seolah dibuat tanpa memahami ruh Undang-undang
rujukannya yaitu UU No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Saya
khawatir, hak pendidikan penyandang disabilitas kelak akan tetap sulit
terakomodir secara optimal kalau RPP ini tidak diperbaiki.” Kata Ledia usai
menerima kunjungan perwakilan pokja disabilitas di ruang kerjanya Senin (28/5) lalu.
Ledia
menjelaskan mengapa RPP ini nampak “kosong” baginya. Ruh Undang-undang No 8
Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas adalah pemenuhan hak bagi para
Penyandang Disabilitas yang terjabar dalam 22 hak termasuk hak pendidikan.
Dalam Undang-undang, para penyandang disabilitas memiliki kesamaan kesempatan untuk
menjadi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan pun penyelenggara
pendidikan.
Untuk
mengimplementasikan pemenuhan hak bagi para penyandang disabilitas ini para
penyedia layanan harus melakukan “penyesuaian” yang diperlukan yang dalam
undang-undang disebut sebagai “akomodasi
yang layak”, yaitu modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk
menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.
Untuk
mendukung sekolah dan perguruan tinggi memenuhi akomodasi yang layak ini undang-undang
pun mengamanatkan pembentukan Unit Layanan Disabilitas yang menjadi kewajiban
pemerintah daerah untuk level pendidikan dasar menengah serta kewajiban
perguruan tinggi untuk level pendidikan tinggi. Sayangnya RPP ini sama sekali
tidak menyinggung soal pembentukan Unit Layanan Disabilitas tersebut
“Undang-undang secara eksplisit menyebutkan bahwa upaya merencanakan,
menyelenggarakan dan mengevaluasi segala upaya pemenuhan hak bagi penyandang
disabilitas merupakan kewajiban pemerintah dan
pemerintah daerah. Salah satunya adalah dengan memfasilitasi berdirinya Unit
Layanan Disabilitas (ULD). Kalau hal ini tidak dicantumkan dalam RPP maka
bagaimana hak pendidikan bagi penyandang disabilitas bisa terwujud, karena ULD
inilah yang akan mengatur, menyiapkan dan menyediakan akomodasi yang layak bagi
penyandang disabilitas sesuai dengan ragam disabilitas siswa.” Kata aleg FPKS
ini pula.
Ledia juga mengingatkan setiap sekolah tidak boleh menolak siswa
penyandang disabilitas tetapi di saat yang sama juga tidak semua sekolah mampu
memberikan akomodasi yang layak bagi siswa penyandang disabilitas.
“Maka Unit Layanan Disabilitas inilah yang akan menyiapkan
kebutuhan khusus dan penyesuaian bagi penyandang disabilitas di wilayahnya.
Termasuk menyiapkan sarana-prasana, guru dan pendamping siswa. Kalau
pembentukan ULD ini tidak include
diatur dalam RPP akomodasi yang layak, bayangkan calon siswa penyandang
disabilitas tidak mampu, yang bersekolah di sekolah reguler desa yang
fasilitasnya pun terbatas, maka dapat dipastikan siswa ini tidak akan mampu
mengikuti kegiatan ajar mengajar hingga akhirnya terancam putus sekolah.”
0 Komentar