Ingat Ledia, Ingat Debat Kartu Kuning Mata Najwa

Ledia Hanifa bersama Aden Achmad


Jadi ingat debat menyoal Kartu Kuning untuk Presiden Joko Widodo yang dipertontonkan Zaadit Taqwa di acara Mata Najwa kemarin malam ketika akan mengawali tulisan ini. Mengapa? Ya karena baik Ledia maupun lawan debat dimaksud sama-sama anggota Dewan yang terhormat, sama-sama membawa aspirasi rakyat.

Para Wakil Rakyat yang dipilih Najwa konon ex aktivis mahasiswa yang kini duduk di DPR.RI. Berharap ada benang merah antara resah mereka dengan resah adik-adik aktivis generasi dibawahnya. Tapi entah apa yang ada dalam benak salah satunya, ternyata tega membantai hanya karena alasan beda generasi dan beda kacamata yang dipakai. Ah sudahlah buang-buang waktu saja. Lebih baik mengulas   bicara anggota DPR.RI yang ciamik ini....ASYIK

Hj.Ledia Hanifa Amaliah,  MPsi di Prime Park Hotel Bandung, Ahad kemarin (4 Februari 2018) mampu menangguk simpati ratus audiens yang terdiri dari Tokoh Masyarakat juga Wakil dari Cerdik Pandai di Prime Park Hotel Bandung.

Terus terang topik bahasan tak seseksi Debat Kartu Kuning, namun jika sampai audiens nampak menikmati Bab demi Bab dari penjelelasan Anggota legislatif DPR.RI dari Fraksi PKS ini, karena dirasa ada ruh perjuangan membela rakyat yang tak hilang. Simak saja contoh-contoh yang diangkat dibawah ini yang masih hangat dan tak basi.

Salah satunya ketika politikus perempuan ini menyoroti pasal 27 (1) yang mengatakan,
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 
Ledia mengaitkan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Hak asasi mereka termasuk didalamnya hak memilih dan dipilih.
 
Jika akhirnya disahkan UU no 8 tahun 2016 no 16, para penyandang disabilitas bisa menarik nafas lega. Tak terkecuali salah satu audiens Aden Achmad yang duduk di deretan paling depan. Aktivis laki-laki yang relatif muda berkursi roda itu dipercaya menjadi Bakal Calon Anggota Dewan (BCAD) dari PKS Kota Bandung. 
Hak berpolitik merekapun pas dibahas. Bukankah santer distempel bahwa  tahun 2018 adalah Tahun Politik. Dimana dilakukan Pilkada dan Pilgub serentak di wilayah Indonesia? 
 
Masih seputar Hak Asasi. Ledia membacakan Bab XA pasal 28G yang isinya,
"Perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, dan rasa aman 
 serta untuk bebas dari penyiksaan"
 
Sebagai seorang ibu, dirinya tak habis mengerti atas perilaku murid yang menganiaya gurunya yang harusnya dihormati hingga  menemui ajal. Istri Budi yang sedang hamil dan mual-mual menjadikan drama deka densi moral ini terasa begitu mahal. Kebayang kelak anak yang dikandung lahir, tak lagi disanding bapak. Yatimlah seketika. Duh...pedih Jenderal!.

Begitulah jika Hak Asasi bebas dari penyiksaan tak dipedulikan. Menurut Ledia terasa agak timpang memang, jika selama ini hanya Hak Asasi Perlindungan Anak (dalam kaitan ini murid) saja yang diperjuangkan. Lupa jika fenomena guru didzolimi murid kini marak terjadi. 

Semoga dengan makin luas sosialisasi perihal Empat Pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD 45, Tap.MPR RI dan Bhineka Tunggal Ika, kedepan tak terdengar lagi pelanggaran Hak Asasi Manusia, apapun bentuknya.

Ya...perempuan anggota DPR.RI ini tak lupa menyoroti betapa Bhineka Tunggal Ika kini nyaris tinggal retorika. Salah satu bukti dipaparkan bagaimana syahwat bangsa ini begitu tinggi untuk bisa mengenali negara Singapura atau Itali daripada mengenal keindahan negeri sendiri yang terbujur luas dari Sabang hingga Merauke tak terkecuali Ambon manise.

Selamat merambah wilayah Nusantara para anggota MPR dalam memperkenalkan Empat Pilar. Semoga kerja ini tak sia-sia dan mampu kembali merekatkan persatuan bangsa yang makin longgar ikatannya, agar Bhineka Tunggal Ika tak tinggal nama.   

#FriedaKustantina
#JuruCatat


 




  

Posting Komentar

0 Komentar