Ahmad Miftahul Huda dan Ust. H.Arifinto |
pksbandungkoa.com - Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan budi.
Kiprah hidup seorang insan dalam mengemban khalifah bumi, akan berakhir kala
malaikat maut datang menghampiri. Tak ada waktu untuk untuk menolak, tak ada
tempat untuk bersembunyi. Begitulah kala
sang azal datang, manusia yang tak berdaya akan kembali ke Haribaan-Nya.
Jumat (9 September 2016) suratan ilahi menemui dua pejuang yang keduanya barangkali tak pernah saling mengenal,namun tetap satu dalam ikatan ukhuwah kebersamaan. Beliau adalah akhi Ahmad Miftahul Huda, seorang kader terbaik dari DPC PKS Cileunyi kabupaten Bandung, dan satunya lagi mantan Anggota DPRRI ustadz Arifinto juga meninggal dunia dipanggil Yang Maha Rahman. Mereka berdua telah meninggalkan isak tangis keluarga dan semua kader yang mencintainya.
Kepergian akh Huda, begitu Ahmad Miftahul Huda dipanggil, betul-betul menyisakkan Kekagetan yang membuncah. Karena dari segi fisik beliau segar bugar, bahkan beberapa hari lalu baru saja mengikuti LPK (Latsar Pandu Keadilan). Keadaan terakhir saat meninggal, baju Kepanduan yang dibalut jaket berbendera Palestina masih melekat di tubuhnya.
Beberapa hari menjelang LPK, beliau sempat berujar, “Kepanduan kita adalah bagian dari i’dad untuk jihad. Ayo ikhwah, jika kita sampai meninggal dalam i’dad, kita matinya Syahid....” Tak disangka kalau kalimat yang penuh gelora itu, akan terus mengiang dan membakar para ikhwah.
Menurut keterangan Abah Adang, “Sebulan sebelum Ramadhan, Huda ikut MD2 dan sangat antusias pada materi NAVIGASI. Sekalipun kelelahan setelah longmarch satu setengah hari melewati Gunung Tilu. Dan setelah kajian ahad, beliau tekun belajar Navigasi. Dan menjelang keberangkatanya ikut Latsar, Huda pesan kompas. Yang tersedia hanya kompas bidik, sementara Orienteering Compas baru ada di siang harinya.
“jumat, 2 september 2016 siang, semua peserta baru selesai Longmarch etape 2, yakni jalur Batukuda-Gunung Bukit Tunggul. Lagi-lagi Huda tetap bersemangat, padahal tugas berikutnya adalah perjalanan orienteering menuju Target koordinat yang ditentukan sebelum menuju target akhir. Dan ternyata jum’at, 3 september 2016 dirinya menuju target terakhirnya yakni Surga jannatunnai’m”.
Akh Huda, kader kebanggaan Cileunyi ini dikenal selalu semangat dalam bersujud, tilawah dan berjihad. Sekelumit kisah penuh makna menyelimuti kehidupan beliau, di hari-hari terakhir menjelang wafat. Seperti Rabu malam kemarin, selepas rapat kepanduan di DPD beliau tak pulang. Seorang ikhwah melihatnya, kalau akh Huda sangat menikmati shalat malamnya. Sujudnya begitu panjang, sebagai tanda kepasrahan yang sangat mendalam.
Keluarga terdekatnya bercerita, bagaimana antusiasnya beliau ketika akan mengikuti kemping (LPK). Malam-malam yang dilaluinya,selalu diisi dengan qiyamullail dan rutinitas Tilawah selalu disempatkan selepas shalat Shubuh. Ketika sang bungsu lahir pertengahan bulan Agustus lalu, beliau tak banya bicara, entah apa yang ada dalam benaknya karena hanya tetesan air mata saat menatap sang buah hati.
Almarhum meninggalkan tiga anak yang masih kecil, sungguh ini sebuah beban yang tak dapat dipandang sebelah mata. Donasi yang terkumpul, barangkali sedikit menolong untuk sementara waktu. Kita berharap semoga keluarga yang ditinggalkannya, mendapat keshabaran dalam menjalani kehidupan ini.
Ada yang berbeda dengan suasana jumat itu, bagaikan tanda ikut berduka, mentaripun bagaikan malu-malu menampakkan cahayanya. Suasana teduh menemani prosesi pemulasaraan, laksana turut sendu, karena seorang al-Akh dipanggil Rabb-nya tanda tugasnya sudah selesai.
Jelang beberapa jam masih dalam hari yang sama, partai dakwah ini lagi-lagi harus merelakan salah seorang kader terbaiknya, yakni ustadz Arifinto yang meninggal di bilangan Indramayu. Berdasarkan info yang didapat, akibat serangan jantung yang mendadak. Padahal keberangkatan dari kediamannya sehat walafiat sehingga saat itu mampu menjalankan mobilnya sendiri.
Semasa hidupnya Arifinto tercatat sebagai anggota MPP Permanen dan pernah menjadi anggota DPR RI utusan Dapil Jabar. Banyak kalangan yang merasa kehilangan, terutama yang pernah sama-sama berjuang di periode awal tahun 80-an, sebuah masa yang cukup sulit dalam memperkenalkan dakwah ini. Saksi perjuangan beliau terekam oleh sahabatnya Cahyadi Takariawan, pak Cah menggambarkan sosok “Papi” sebutan akrab buat Arifinto adalah “makhluk langka” yang sangat menguasai aspek “legal drafting dakwah”. Penulis buku “Wonderfull Family” ini juga mengaku selalu belajar dari Papi tentang konsistensi, komitmen, harga diri, bahkan tentang “plafon sakit hati” sehingga tetap happy walau keadaan sesakit apapun kondisinya.
Lain Cahyadi Takariawan, lain pula kesan mendalam yang dirasakan Irwan Prayitno. Gubernur Sumatera Barat ini melihat keihklasan almarhum sebagai sosok yang tak ada bandingnya. Pengorbanan untuk jamaah tak diragukan lagi, Irwan mengingat ketika ust Yasin dan Muzamil mengalami kecelakaan di suatu subuh, beliaulah yang sibuk membantu. Berdakwah dengan menggunakan uang sendiri, sudah melekat dalam dirinya. Padahal di era 90-an belum ada kader yang menjadi anggota dewan, kepala daerah dan pejabat publik. Satu hal lagi yang membuat pak Gub ini khidmat pada Papi adalah kebesaran hati almarhum yang jarang ditemui saat ini. Diberi sanksi oleh jamaahpun, dia terima dengan ikhlas dan tetap aktif membantu jama’ah. Sehingga hal ini mengingatkan pada kisah sahabat Nabi di perang Tabuk yang kemudian menerima sanksi akibat tak mengikuti perang tabuk.
Banyak pelajaran yang dapa kita ambil dari runutan kisah dua almarhum ini, akh Huda dan Arifinto kini telah tiada. Mereka memberikan nasihat kepada kita, bahwa yang namanya wafat bisa datang kapan saja, apapun level dan aktivitas apa yang dijalaninya, walaupun dalam keadaan segar bugar seperti mereka. Kini mereka berdua telah pergi, menghadap Ilahi Robbi setelah selesai melaksanakan tugasnya. Sekarang kita yang ditinggal, haruslah selalu siap ketika malakal maut menghampiri jiwa-jiwa kita. Pastikan apa yang terakhir dilkukan adalah sesuatu yang bermakna yang valuenya adalah khusnul khotimah. Tetap berdakwah dengan cara apapun sebagai persiapan menuju kehidupan akhirat.
Selamat jalan pejuang, semoga Allah merahmatinya, mengampuni segala dosanya, menerima iman,islam dan amalnya. Dan memasukkannya ke dalam Surga “Jannatunnai’m abadan abada”
(Tiesna)
0 Komentar