pksbandungkota.com - “Air adalah sumber kehidupan”,
kalimat yang sering kita dengar, dan memang
sangat sejalan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala di Qur'an surat
Al Anbiya' ayat 30:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاء
كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan
Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah mereka beriman? “
Bahkan sampai sekarangpun
penjelajahan ke Planet Mars ialah mencari tanda-tanda bukti adanya air. 'Misi
kami di Mars untuk menemukan air dalam upaya mencari kehidupan di jagat dan
kini kami punya bukti kuat akan apa yang selama ini kami yakini,' kata
Grunsfeld[1]. Karena
jika ada bukti adanya air, maka bisa dipastikan pernah ada kehidupan. Banyak
peradaban yang dimulai dari lembah sungai, contohnya lembah sungai Eufrat,
Tigris.
Selain itu, salah satu ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto, penulis Message
from Water (pesan dari Air), menemukan bahwa partikel kristal air terlihat
menjadi "indah" dan "mengagumkan" apabila mendapat reaksi
positif disekitarnya, misalnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Namun
partikel kristal air terlihat menjadi "buruk" dan "tidak sedap
dipandang mata" apabila mendapat efek negatif disekitarnya, seperti
kesedihan dan bencana[2] . Bahkan
tubuh manusia terdiri dari 80% air, dengan perbandingan berbeda untuk setiap
organnya.
Jika air begitu penting, vital, dan dibutuhkan; berapa banyak yang
sadar untuk menjaga kelestariannya? Air sungai tak lagi bening, melainkan
berwarna coklat, kadang hitam, kadang merah, berbau, dan kadang penuh dengan
sampah. Tampak manusia tak lagi menghargai air sebegitu kuatnya. Sungai
dianggap sebagai saluran selokan dimana bisa membuang apapun seenaknya, mulai
dari sampah rumah tangga, hingga limbah pabrik yang mencemari lingkungan.
Air hujanpun kini berubah dari air yang menyejukkan menjadi momok
yang menakutkan. Alasannya: takut banjir. Padahal kadang kitapun dalam
membangun infrastruktur kurang memperhatikan jalur air, lalu mengapa kita
menyalahkan air hujan yang sebenarnya adalah rahmat? Dulu, Rosulullah
shallallahu 'alaihi wassalam mengajarkan do'a ketika turun hujan “Allahumma
shoyyiban naafi'an”, tapi ucapan itu kita ganti seenaknya dengan “yah, hujan”
dengan sikap yang negatif. Ckckck.
Perlu waktu yang tak sebentar untuk mengembalikan kecintaan manusia kepada air. Rasa cinta yang akan menumbuhkan sikap peduli dan menghargai keberadaannya. Karena tanpa air bersih, kita akan menghadapi kesulitan dalam mengerjakan kebutuhan-kebutuhan sehari-hari kita, mulai dari membersihkan diri hingga memasak.
Saatnya bangun dari sikap acuh kita. Mulai sayangi air, syukuri
keberadaannya, dan jaga kelestariannya. Mulai dari hentikan membuang sampah ke
selokan/sungai. Jika air sungai itu belum bisa jernih di masa kita, semoga
nanti anak cucu kita dapat menikmati beningnya air sungai Citarum[3],
Cikapundung, dan sungai-sungai lainnya. Semoga :). (LH)
0 Komentar