Jika kursi menjadi mazhab Partai Keadilan Sejahtera, semata. Maka peta politik jelang pilkada sudah pasti kian memanas.
Jika semua merasa benar. Semua merasa ingin menjadi DKI Satu dan Dua. Lalu drama politik apa yang bisa di petik hikmahnya. Jika keakuan begitu dominan untuk duduk di kursi kekuasaan.
Jauh sebelum keputusan hari ini di buat. PKS sudah di minta menempatkan kadernya untuk menjadi bakal calon DKI Dua bersanding dengan Gerindra yang menduduki bakal calon DKI Satu. Setelah melalui serangkaian pertemuan.
PKS tak larut dalam euforia kekuasaan. Tawaran Prabowo, tak langsung diaamiinkan oleh PKS. PKS menawarkan posisi DKI Dua kepada sejumlah tokoh. Dengan legowo mempersilakan jatah kursi untuk kader PKS di isi yang lain. Tapi tawaran PKS tak diminati, karena sang tokoh inginnya menjadi bakal calon DKI Satu. Tentu saja ini bertentangan dengan fatsun politik. Arah jarum jam politik berubah drastis. Warga Jakarta butuh keputusan yang tidak hanya cepat, namun tepat. Tak mudah memang jika kedewasaan dan kematangan berpolitik tak dimiliki.
Kertanegara menjadi saksi cinta PKS pada Jakarta. Cinta PKS pada ummat. Untuk apa menang dan menduduki kursi kekuasaan. Untuk apa menjadi partai yang berhasil menempatkan kadernya meraih kekuasaan. Jika rakyat terluka. Jika warga Jakarta kecewa, untuk apa?
Seperti kata Mardani Ali Sera,
"Ini tentang membangun iman dalam diri, mengokohkan niat dalam kerja keras dan tulus. Dan membawa kebanggaan pada ummat"
Dan, hari ini kita saksikan.
PKS menjadi pahlawan ummat.
PKS merelakan haknya untuk kepentingan dan keselamatan serta kebaikan warga jakarta.
Ada fatsun. Ada adab.
Bahwa berpolitik tak asal duduk jadi nomor satu atau dua.
Ummat tak tidur. Ummat tahu siapa yg bekerja. PKS Menjadi Gunung Puncak Kesuksesan Ummat.
PKS mengantarkan para pendaki kepemimpinan untuk berada dan dekat pada puncak ketaatan pada-Nya. Melayani ummat. Berkhidmat untuk Jakarta.
Allahu akbar
Allahu akbar
Allahu akbar
0 Komentar