Adalah Mulyana, seorang
laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun yang kami temui di Masjid
Habiburrahman, Bandung. Di tengah kerumunan lautan manusia yang tengah berebut
rahmat Allah di malam ke-27 Ramadhan, ia berada.
Aktivitas
sehari-harinya sebagai pengusaha loket pembayaran dan penjual pulsa. Awalnya,
ia mengetahui adanya mabit I’tikaf di Habiburrahman ini melalui surat kabar.
Sungguh sebuah hal yang baru baginya, berhimpitan di tengah padatnya jamaah
yang juga menghiba berharap memperoleh malam Lailatul Qadr.
Kami mencoba menelisik
lebih jauh pada sosoknya. Ternyata, ini adalah kali pertamanya mengikuti I’tikaf.
“Ini pertama kalinya
dalam hidup saya,” katanya.
Meski baru saja memulai
I’tikaf, tapi Mulyana telah tenggelam dalam tilawah Qur’annya. Bagaimana tidak?
Ribuan orang yang turut memadati Habiburrahman memang semua sibuk beibadah :
Shalat dan Tilawah Al-Qur’an. Tentu hal ini yang membuat suasana I’tikaf
menjadi semakin syahdu dan khusyuk.
“Saya tahu I’tikaf ini
dari Koran. Saya baca ada mabit, lalu ada pemasangan tenda segala. Saya jadi
penasaran sebenarnya ada apa disana..” ungkapnya.
Akhirnya Mulyana
berangkat untuk ber-I’tikaf, dengan bekal penasaran, sedahsyat apa I’tikaf di
malam-malam terakhir ramadhan.
“Alhamdulillah luar
biasa…Saya bersyukur ternyata masih banyak orang yang bisa menikmati pentingnya
beribadah di malam-malam terakhir ramadhan ini”
Tak ingin berlama-lama
kami mengganggu asyiknya ia bertilawah, wawancara pun kami akhiri. Ditanya
tentang rencana ramadhan tahun depan, Mulyana mantap akan melanjutkan kebiasaan
barunya : I’tikaf.
“In Sya Allah, tahun
depan saya akan mencoba tempat-tempat baru, yang berbeda untuk I’tikaf…”
pungkasnya. (RD&Mang Ihin)
0 Komentar