Mencari Ismail di Pusaran Teknologi




Ada dialog yang lebih cantik dari ini? "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka ceritakanlah pendapatmu?" Jujur kita tak punya kamus untuk menjawab "Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar" seperti jawab kanak-kanak Ismail pada ayahnya Ibrahim. Mengapa? Karena Ismail melihat sosok ayah yang kuat rukhiyahnya dan didukung ibundanya yang tak habis imannya hanya kepada Allah. Ini tergambar jelas ketika Ummu Ismail menanyakan " Allahkah yang menyuruhmu melakukan ini?" lalu dijawab Ibrahim " Ya" , akhirnya Ummu Ismail bulat berkata " Jika begitu, tentu Ia takkan menyia-nyiakan kami".

Dialog diatas tak mungkin tidak meluncur dari dorongan iman yang terhunjam dalam, yang tak tercemar oleh bisikan syaitan, karena dengan sekuat tenaga mereka membentengi kesucian imannya pada Sang Pencipta.
Jika dialog itu terjadi pada kita, pada masa di mana tarikan kutub magnet dunia lebih besar dari kutub magnet akhirat, sulit mencegahnya bertolak belakang dengan dialog mereka bertiga. Jika pun ada yang menyamainya, jumlahnya barangkali sebatas hitungan jari

Jauh sebelum kelahiran seorang bayi, berbagai magnet dunia sudah dipersiapkan. Lupa berniat dihadirkan Tuhan ketika membeli susu ibu hamil berformula bergizi tinggi , tak sedikitpun bergantung pada Tuhan ketika kontrol kesehatan kandungan, hingga membeli baju bayi dan perlengkapannya, takdir hidup dari Tuhan diabaikan. Astaghfirullah, kekhilafan untuk bersyukur pada Allah mestinya diakui teralfakan semua oleh kita. Memang tak ada yang salah, malah dianjurkan memperhatikan kesehatan ibu dan bayi lebih dini. Namun kadang, benalu duniawi telah mengkerdilkan pohon keimanan.

Sesungguhnya bayi dalam kandungan menangkap sinyal yang dilakukan kedua orang tuanya. Seyogyanya sejak dalam kandungan siapkan senantiasa atmosfir illahiyah, misal ketika sang ibu akan meminum susu setelah berdoa sambil mengelus perut berbisik, "Sayang rizki ini dari Allah, moga membantu menyehatkan kita" atau ketika mau tidur sambil mengelus perut bunda, ayahnya berbisik, "Sayang mari kita istirahat dan bersama mengucap syukur alhamdulillah pada Allah yang telah memberi semua kenikmatan hari ini, moga besok kita dipertemukan kembali aamiin".
Demikian juga lisan dan hati ibunda dijaga tak lepas kata selain doa, pujian dan ayat Qur'an. Jangan beri ruang untuk syaitan menebar kebencian dan berbagai kejelekan.

Seandainya kedalaman iman pada diri anak-anak kita tak serta merta tanpa persiapan, tapi telah dihadirkan sejak dalam kandungan. Bagaimana jika sudah telanjur lahir dan kelezatan dunia yang banyak diperkenalkan? Jangan putus harap, masih ada kesempatan dengan senantiasa mohon hidayah dan menyiapkan lingkungan pendidikan yang bisa mencetak generasi rabbani dan kuat iman, selaras yang dimiliki Ismail sebagaimana contoh dialog diatas. In syaAllah akan terhunjam iman yang dalam dan tumbuh menjadi sosok Ismail, meski berdiri dipusaran teknologi yang menyandra diri. (Frieda)

Posting Komentar

0 Komentar