“Ayyooo.. kesini, iyaa.. lempar ke
sini. Ahh.. kamu curang!! Jangan di bawa bolanya... tendaang. Goooolllll!!!
Horee... Aya hebat!”.
Terlihat anak-anak itu sangat
menikmati permainannya. Entahlah permainan apa itu. Di bilang bola kaki, kadang
mereka menggiring bola menngunakan tangan. Yang sangat jelas terlihat, mereka
sedang memainkan bola, kejar-kejaran, berlari kesana-kemari dan berteriak
sekeras yang mereka bisa. Yaah namanya juga anak-anak apapun bisa menjadi
permainan. Begitulah pemandangan setiap kamis sore setengah jam sebelum magrib.
Seperti sudah dijadwalkan, mereka selalu sudah berkumpul di situ di waktu yang
bersamaan.
Mereka berasal dari keluarga yang
berpenghasilan menengah keatas. Ada yang pegawai biasa. Ada juga yang di
kantornya bekerja sebagai pegawai biasa tapi di luarnya mempuanyai bisnis yang
penghasilannya luar biasa. Kebiasaanya orang tua mereka baru ada di rumah pada
saat azan magrib berkumandang. Orang tua mereka tak perlu repot-repot harus
menitipkan anak pada pembantu atau pengasuh. Di komplek perumahan itu tersedia
sekolah yang kegiatannya sampai sore.
Ada pemandangan yang mencolok dari
kerumunan kurcaci-kurcaci itu. Ada satu anak perempuan yang ikut kejar-kejaran
dan berlari ke sana ke mari di tengah kumpulan anak laki-laki. Surayya
Salsabila itu nama lengkapnya. Sering di sapa Aya, berumur tujuh tahun. Si
rambut lurus dan lebat persis bintang iklan shampo. Ehh ... tapi matanya sipit.
Tiba-tiba terdengar seorang
perempuan memanggil-manggil,
“Aya... Aya... ayooo pulang nak!”.
Serunya permainan dan teriakan
anak-anak itu menelan suara panggilan perempuan cantik di sudut sana. Perempuan
itu berdiri tepat di ujung lapangan tempat mereka sedang bermain.
“Ayaaa... Ayaa... ayoo sayaaang.”
Aya menoleh sebentar sambil
menjawab:
“Bentar lagi ya bun... tanggung....
tanggung nih, kami hampir menang!”
Begitu teriakannya, sambil masih
berlari berebut bola dengan teman-temannya. Perempuan cantik itu adalah ibunya
Aya. Tidak seperti biasa, sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan perempuan
cantik itu. Wajahnya merah padam menahan kemarahan. Entah karena mulai kesal
dengan Aya yang tak menggubris panggilannya atau ada hal lain yang mengganjal
di hatinya.
“Arrrgghh.... Dasar Cina!”. Begitu
gerutunya. Perempuan itu terlihat tidak bisa mengendalikan diri. Dia tersentak
karena melihat Aya sudah di sampingnnya. Dia terlihat salah tingkah, terdiam
lalu...
“Uh hmm... Sayaaanng... kamu udahan
mainnya?” begitu tanya si ibu yang kelihatan sangat canggung, berusaha
mencairkan suasana.
“Iya, iya bun... kan, kan..
mau pulang”. Jawab Aya dengan matanya yang berbinar. Wajahnya sama sekali tidak
terlihat kelelahan biarpun nafasnya masih tersengal-sengal.
*****
*****
bersambung. [Fauziyah Humaira]
0 Komentar