Rencana ke Bekasi naik Kereta Api dari Station
Ciputat jam sepuluh pagi batal, akibat kereta bermasalah. Kembali menantuku
menawarkan untuk diantar saja ke Salemba, biar nanti bisa berangkat bersama
putriku dari sana ke Bekasi. Tidak, kataku. Aku tetap memilih naik kereta.
Akhirnya diantarlah aku ke Manggarai sekalian juga mengantar putraku putar tujuan
dampak kereta bermasalah tadi.
Bagi pemukim di seputar kompleks perumahan
Ciputat, Tangerang Selatan yang berkantor
di Jakarta, moda transportasi Kereta Api merupakan primadona. Kereta baru akan
tersisih jika terpaksa bertemu jadwal reparasi. Sebab untuk mengendarai mobil
pribadi, perlu pagi buta sekali. Aku makin paham kenapa putraku lebih memilih naik
Kereta Api, saat menyaksikan di sepanjang jalan kawasan 3 in 1 beberapa orang melambaikan tangan, isyarat
menjual jasa joki penumpang untuk melewati jalan dikawasan Kuningan.
Usai sweeping
kendaraan masuk area kantor, putraku turun. Berganti giliran menantu melanjutkan
perjalanan...memutar dan memutar lagi hingga akhirnya sampai di Manggarai. Lepas
kecup pipi kanan-kiri, menantu bersama Freed putihnya kembali melaju
meninggalkan aku di belantara manusia Jakarta.
Tuitttt….sinyal tanda kereta dari arah Jakarta
menuju Bekasi tiba. Perkiraanku salah besar. Naik kereta di atas jam kerja sama
sekali tak leluasa. Penumpang yang menumpuk akibat dari pagi belum
terangkut kini berebut naik. Semua ingin masuk seketika, tak pedulikan etika
untuk dahulukan lansia, meski untuk sebuah Gerbong Khusus Wanita. Aku nyaris
tertinggal bukan faktor usia, tapi dua tas tentenganku sempat
terhalang. Jleg kanan, jleg kiri. Alhamdulillah
dua kaki sudah di dalam, meski badan berhimpitan dan batas pandang hanya sampai
bahu orang di depan. Udara yang terhirup sepertinya asam arang yang dibuang
dari napas sesama penumpang. ‘Ya Allah mohon dikuatkan,’ Kujaga hati
jangan sampai muncul keluhan. Barulah ketika muatan satu-satu keluar, di
Jatinegara ada kursi terhampar. Oh ternyata gerbong ini ber-AC, semilir
kesejukan mulai terasa.
Gregg....kereta berhenti. Bergegas aku turun di
Station Cakung dan tak lama jarak tempuh, aku sudah bisa berteduh dirumah
putriku di Bekasi, ‘BagiMu ya Allah segala puji.’
30 April
2014.
Perjalanan pulang ke Bandung dengan KA malam
mencatat nuansa yang sungguh terkenang. Nanti akan kuceritakan kehadiran
Pahlawan "Berselimut".
Taksi tiba di Station Gambir tepat adzan Maghrib.
Kami bertiga : aku, putriku dan suami tercintanya langsung menuju Mushola dan
selesai sholat naiklah kami ke lantai 2. Wow... Lagu nostalgia! Pas banget dengan suasana malam yang dingin.
Kali ini managemen PT KAI pandai memanjakan calon Penumpang, sungguh jauh beda
dengan layanan penumpang KRL yang aku naiki kemarin siang.
Kami mencari posisi duduk jauh dari hingar
bingar, agar suara drum tak terlalu menyambar. Kulirik jarum jam di posisi
angka 6 lewat, masih panjang menunggu waktu berangkat. Kumanfaatkan waktu berODOJ
(One Day One Juz), antisipasi subuh
kecapekan, karena bakal sampai di Bandung larut malam. Untuk membunuh waktu aku
mendekati Koes Plus Mania, suasana hangat
menyelimuti. Amboi...lagu-lagunya menghantar anganku menjalar ke masa remaja
ketika dilantunkan tembang 'Kembali ke Jakarta'.
Tepat jam 19.30 kereta Argo Parahyangan Eksekutif
bergerak. Sejuk AC yang bagi semua penumpang terasa nyaman, bagiku merupakan
siksaan. Kulirik seat sebelah.
Kosong. Aku segera merebah, tapi dingin makin merambah. Aku tak mampu
sembunyikan gelisah. ‘Ya Allah hamba tak tahan, tolonglah alirkan kehangatan.’
Tiba tiba putriku menghampiri dengan menenteng
selimut. Belum habis ku dibuat terkejut, sambil menyelimutiku dia bilang,
"Ini Akang yang selipkan dalam ranselnya
Ma". “Dia ingat sewaktu tidur kemarin di rumah, meski kepanasan Mama tak
mau menyalakan AC.” Sambungnya.
Masya Allah, tak dinyana ada Pahlawan
"Berselimut" di dalam kereta, yang dikirim Allah melawan dingin,
jadikan aku lelap di kursi hingga bermimpi. Ini rupanya jawaban Allah atas
doaku. Ya, mimpi membawaku berimaji naik kereta ekonomi. Kembali berdiri, tapi
bedanya aku nyaman, kanan kiriku ada spasi, hingga aku mampu melakukan ODOJ (One Day One Juz) dengan nyaman.
Roda kereta terakhir berputar tepat jam 22.30
malam. Kumelangkah perlahan dan ketika menuruni tangga kereta
kutinggalkan satu harapan, moga adegan dalam mimpiku menjadi kenyataan. Bandung tercinta.....aku pulaaaaang!
by : Bunda Frieda Kustantina | @senyumfrieda
0 Komentar