Catatan Harian Bunda : Pahlawan 'Berselimut'




29 April 2014
Rencana ke Bekasi naik Kereta Api dari Station Ciputat jam sepuluh pagi batal, akibat kereta bermasalah. Kembali menantuku menawarkan untuk diantar saja ke Salemba, biar nanti bisa berangkat bersama putriku dari sana ke Bekasi. Tidak, kataku. Aku tetap memilih naik kereta. Akhirnya diantarlah aku ke Manggarai sekalian juga mengantar putraku putar tujuan dampak  kereta bermasalah tadi.
Bagi pemukim di seputar kompleks perumahan Ciputat, Tangerang Selatan  yang berkantor di Jakarta, moda transportasi Kereta Api merupakan primadona. Kereta baru akan tersisih jika terpaksa bertemu jadwal reparasi. Sebab untuk mengendarai mobil pribadi, perlu pagi buta sekali. Aku makin paham kenapa putraku lebih memilih naik Kereta Api, saat menyaksikan di sepanjang jalan kawasan 3 in 1  beberapa orang  melambaikan tangan, isyarat menjual jasa joki penumpang untuk melewati jalan dikawasan Kuningan.
Usai sweeping kendaraan masuk area kantor, putraku turun. Berganti giliran menantu melanjutkan perjalanan...memutar dan memutar lagi hingga akhirnya sampai di Manggarai. Lepas kecup pipi kanan-kiri, menantu bersama Freed putihnya kembali melaju meninggalkan aku di belantara manusia Jakarta.
Tuitttt….sinyal tanda kereta dari arah Jakarta menuju Bekasi tiba. Perkiraanku salah besar. Naik kereta di atas jam kerja sama sekali tak leluasa. Penumpang yang  menumpuk akibat dari pagi belum terangkut kini berebut naik. Semua ingin masuk seketika, tak pedulikan etika untuk dahulukan lansia, meski untuk sebuah Gerbong Khusus Wanita. Aku nyaris tertinggal  bukan faktor usia, tapi dua tas tentenganku sempat terhalang.  Jleg kanan, jleg kiri. Alhamdulillah dua kaki sudah di dalam, meski badan berhimpitan dan batas pandang hanya sampai bahu orang di depan. Udara yang terhirup sepertinya asam arang yang dibuang dari  napas sesama penumpang. ‘Ya Allah mohon dikuatkan,’ Kujaga hati jangan sampai muncul keluhan. Barulah ketika muatan satu-satu keluar, di Jatinegara ada kursi terhampar. Oh ternyata gerbong ini ber-AC, semilir kesejukan  mulai terasa. 
Gregg....kereta berhenti. Bergegas aku turun di Station Cakung dan tak lama jarak tempuh, aku sudah bisa berteduh dirumah putriku di Bekasi, ‘BagiMu ya Allah segala puji.’
30 April 2014.
Perjalanan pulang ke Bandung dengan KA malam mencatat nuansa yang sungguh terkenang. Nanti akan kuceritakan kehadiran Pahlawan "Berselimut". 
Taksi tiba di Station Gambir tepat adzan Maghrib. Kami bertiga : aku, putriku dan suami tercintanya langsung menuju Mushola dan selesai sholat naiklah kami ke lantai 2. Wow... Lagu nostalgia! Pas banget dengan suasana malam yang dingin. Kali ini managemen PT KAI pandai memanjakan calon Penumpang, sungguh jauh beda dengan layanan penumpang KRL yang aku naiki kemarin siang. 
Kami mencari posisi duduk jauh dari hingar bingar, agar suara drum tak terlalu menyambar. Kulirik jarum jam di posisi angka 6 lewat, masih panjang menunggu waktu berangkat. Kumanfaatkan waktu berODOJ (One Day One Juz), antisipasi subuh kecapekan, karena bakal sampai di Bandung larut malam. Untuk membunuh waktu aku mendekati Koes Plus Mania, suasana hangat menyelimuti. Amboi...lagu-lagunya menghantar anganku menjalar ke masa remaja ketika dilantunkan tembang 'Kembali ke Jakarta'.
Tepat jam 19.30 kereta Argo Parahyangan Eksekutif bergerak. Sejuk AC yang bagi semua penumpang terasa nyaman, bagiku merupakan siksaan. Kulirik seat sebelah. Kosong. Aku segera merebah, tapi dingin makin merambah. Aku tak mampu sembunyikan gelisah. ‘Ya Allah hamba tak tahan, tolonglah alirkan kehangatan.’  
Tiba tiba putriku menghampiri dengan menenteng selimut. Belum habis ku dibuat terkejut, sambil menyelimutiku dia bilang, 
"Ini Akang yang selipkan dalam ranselnya Ma". “Dia ingat sewaktu tidur kemarin di rumah, meski kepanasan Mama tak mau menyalakan AC.” Sambungnya.
Masya Allah, tak dinyana ada Pahlawan "Berselimut" di dalam kereta, yang dikirim Allah melawan dingin, jadikan aku lelap di kursi hingga bermimpi. Ini rupanya jawaban Allah atas doaku. Ya, mimpi membawaku berimaji naik kereta ekonomi. Kembali berdiri, tapi bedanya aku nyaman, kanan kiriku ada spasi, hingga aku mampu melakukan ODOJ (One Day One Juz) dengan nyaman.
Roda kereta terakhir berputar tepat jam 22.30 malam. Kumelangkah perlahan dan ketika menuruni tangga  kereta kutinggalkan satu harapan, moga adegan dalam mimpiku menjadi kenyataan. 
Bandung tercinta.....aku pulaaaaang!

by : Bunda Frieda Kustantina | @senyumfrieda

Posting Komentar

0 Komentar