Kepemimpinan Nasional itu milikmu, Nak !



Ada rasa kecewa dalam diri dan mungkin juga kebanyakan kader atas perolehan hasil Pemilihan Legislatif 9 April lalu. Tiga besar yang menjadi harapan, ternyata tujuh besar-lah yang jadi kenyataan. Harapan untuk memulai pengaruh yang lebih besar melalui kursi parlemen PKS pun sedikit sirna.
  
Seandainya perjuangan Pemilu ini hanya soal target, tentu kekecewaan akan menguasai diri. Namun keyakinan diri terhadap sunnah pergantian kemenangan serta kepasrahan total atas hasil setelah perjuangan yang optimal menghapus semua rasa kecewa.  Yap! Mungkin saat ini belum masanya PKS. Bisa jadi lima atau sepuluh atau bahkan lima belas tahun lagi. Entah, hanya Allah yang tahu. “Nama-nama itu sudah ada di Lauhil Mahfudz toh?”, “Kalau kebetulan sama dengan yang kita inginkan, siapa tahu?” demikian berulang kali Presiden PKS pernah berbicara.

Dalam beberapa obrolan, penulis sering menyampaikan pada anak-anak, “Mungkin nanti di zamanmu, Nak. Mungkin di masamu nanti PKS akan menemui masanya. Atau bahkan mungkin kelak kamu yang akan jadi pemimpin nasional,”
Ya, karena harapan itu jangan sampai hilang. Cita-cita itu harus diwariskan.

Jika kita ingat kembali penaklukan Konstantinopel, berapa tahun yang dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk menaklukan Konstatinopel? Ratusan tahun! Satu hal yang penting disana adalah, cita-cita itu terus diwariskan sampai akhirnya pemuda belia usia 20-an, Muhammad Al-Fatih, yang akhirnya bisa mewujudkan cita-cita para pendahulunya. Bukan sehari dua hari cita-cita itu diwariskan, tapi terus menerus begitu hingga ratusan tahun.

Maka, mari kita bahu-membahu mewujudkan cita-cita kita hari ini. Ada ribuan anak bangsa yang beberapa tahun ke depan bisa jadi penopang cita-cita kebangsaan kita. Masih ada waktu bagi mereka untuk belajar, mengeksplorasi potensi, dan meniti minat untuk tujuan kebangkitan bangsa ini. Jangan sampai harapan itu layu karena terhentinya harapan hari ini.

Inilah pekerjaan rumah kita hari ini. Menanam harapan yang tak terputus. Jujur, penulis secara pribadi menggantungkan harapan kepemimpinan itu pada anak-anak penulis. Kelak anak-anak itu akan jadi ilmuwan, tentara, para pemimpin Indonesia.
Ya karena, kepemimpinan itu kelak milik kalian! (manghadi)

Posting Komentar

0 Komentar