Persoalan politik di Indonesia memang unik. Mayoritas
muslim, tapi partai Islam tak pernah mendominasi. Sempat menjadi partai yang
disegani di zaman Masyumi, tapi kemudian kenyataan politik menyebabkan Partai
Islam seperti dibonsai, dipelihara tapi tidak boleh besar.
Di zaman Orde baru lebih parah lagi. Fusi partai-partai
Islam seperti tidak berpengaruh. Beringin, Banteng dan Ka’bah hanya seremonial
saja, pemenangnya sudah pasti si Beringin kuning, waktu itu.
Berterimakasihlah pada para mahasiswa yang mendorong
reformasi. Di saat kepemimpinan nasional gamang dan stagnan, justru para
mahasiswa mampu mendobrak dan memaksakan reformasi, sehingga tidak ada lagi
tiran penguasa seperti zaman Orla dan Orba. Rakyat benar2 benar diberi porsi
yang besar untuk menentukan masa depannya.
Partai Islam bemrunculan, menghiasi khazanah perpolitikan.
Ada yang berpendapat seharusnya partai Islam itu satu saja, pendapat yag logis
tapi sangat tidak mungkin diwujudkan. Lebih baik partai Islam didorong untuk
melaksanakan fastabiqul khoirot, dan menjauhkan diri dari saling menjatuhkan.
Umat Islam berpartai tujuannya hanya satu, agar kepentingan
umat Islam bisa diperhatikan. Umat Islam adalah pemilik NKRI yang paling besar,
jika dibiarkan urusan umat pada non muslim, atau muslim yang tak tahu Islam,
tentu saja berbahaya.
Kita tidak menafikan, ada sebagian yang mempunyai pandangan
bahwa demokrasi adalah sistem, jadi
demokrasi haram. Kita hormati, tapi membiarkan orang lain menguasai
hajat hidup umat tentu lebih berbahaya daripada mengikuti sistem itu. Toh, jika
ada kebijakan dari pemerintah yang merugikan umat, tetap saja mereka protes,
pada siapa? Pada pemenang Pemilu.
Saatnya Umat Islam terlibat dalam pengelolaan negeri ini.
Jika ada yang golput, silakan saja, tapi kita ajak umat yang lain untuk
menentukan masa depan negeri ini. Jadi jika kita katakan kita cinta NKRI, itu
artinya kita siap bekerja untuk menciptakan Harmoni di negeri ini. Ahadi, 2013
0 Komentar