Lulusan SMK Terbanyak Menganggur; Sistem Pendidikan Vokasi Perlu Pembenahan Mendalam

ilustrasi (sumber : google)

Pertumbuhan SDM Unggul melalui penguatan pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus rencana kerja pemerintahan Jokowi sebagaimana disampaikan dalam penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan APBN kepada DPR RI, 16 Agustus lalu.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa mengingatkan Pemerintah untuk secara mendalam membenahi sistem pendidikan vokasi di negeri ini.
Sebagai pengingat awal, urai anggota Panja Pendidikan Vokasi ini pula, angka pengangguran terbesar di negeri ini dihasilkan oleh para lulusan sekolah setingkat SMK yaitu 11,24% dibanding lulusan SMA yang hanya 7,9%. Padahal jumlah lulusan SMK setiap tahun hanya sekitar separuh dari lulusan SMA, dimana lulusan SMK ada 1,4 juta dibanding lulusan SMA yang berjumlah 2,1 juta. Ketimpangan ini bisa jadi menunjukkan belum adanya link and match  yang terencana, terstruktur dan terimplementasi optimal antara dunia teori dan kerja di dalam sistem pendidikan vokasi sejak SMK. Akibatnya pasar kerja pun belum melirik lulusan SMK secara maksimal.
Karenanya, kata aleg Fraksi PKS ini “penguatan sistem pendidikan vokasi sebagai salah satu jalan peningkatan mutu SDM harus dibenahi sejak hulu ke hilir.”
 Pertama, urai Ledia, penyediaan sarana dan prasarana latihan kerja yang disediakan di sekolah-sekolah vokasi harus mengikuti perkembangan dunia usaha. Penyediaan sarpras ini bisa saja disediakan oleh pemerintah atau dengan menjalin kerjasama dengan pihak swasta.
“Beberapa kali saya mendatangi sekolah-sekolah vokasi, ternyata sarprasnya, alat-alat yang mereka miliki untuk praktek, ternyata sudah berumur, tidak up to date  bahkan ada yang tidak begitu berkesesuaian dengan kebutuhan di lapangan kerja.”
Kedua mekanisme Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah sistem vokasi haruslah diarahkan pada hal-hal yang akan mendukung kebutuhan link and match dunia sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
“Dari sekian juta anggaran yang diterima harus benar-benar diutamakan segala pengeluaran yang bisa berkaitan langsung dengan tujuan pengembangan kebutuhan  link and match dunia sekolah dengan DUDI ini, apakah itu terkait pemutakhiran bahan ajar, alat peraga, atau peningkatan kapasitas guru.”
Ketiga, pelatihan bagi guru-guru sekolah vokasi harus ditingkatkan. “Memberikan peningkatan wawasan keilmuan dan perkembangan terkini terkait dunia pendidikan dan industri adalah salah satu hal pokok yang perlu diberikan pada guru-guru sekolah vokasi. Sebab merekalah yang akan menjadi penyampai pesan pada peserta didik, sehingga wawasan keilmuan dan keahliannya selayaknya selalu up to date.”
Keempat, kesempatan bagi para peserta didik di sekolah-sekolah vokasi untuk magang di Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) harus diperbanyak dan diperluas. Sebab sistem pendidikan vokasi menitikberatkan praktek lapangan lebih besar bobotnya daripada teori kelas. Karena itu maka kesempatan magang bagi para peserta didik harus diperbanyak dan diperluas agar ilmu yang mereka dapat terlatih langsung di lapangan bahkan bisa mendapatkan ilmu baru dari pelatihan kerja yang mereka miliki.
“Sekarang memang sudah ada pemagangan ini dilakukan oleh sekolah-sekolah, tetapi yang kita temui belum banyak dan masih terbatas, belum meluas. Kalau mereka punya satu dua mitra, dari tahun ke tahun ya itu-itu saja tempatnya,” kata Ledia.
Karenanya, sambung Sekretaris Fraksi PKS ini lebih lanjut, implementasi program ini tentu harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik pihak sekolah, dunia usaha dan kementrian/lembaga di berbagai bidang.
Sekolah perlu membuka jaringan dengan lebih banyak mitra dunia usaha untuk dititipi siswa, sementara kementrian pendidikan bisa ikut membukakan jalan dengan menggandeng pihak DUDI dan Kementrian/Lembaga lain agar siap menampung para pemagang dari sekolah-sekolah vokasi.
“Dengan menggembleng para siswa sekolah vokasi di dunia usaha dan industri ini diharapkan lulusan sekolah-sekolah vokasi bisa lebih terampil dan siap mengarungi dunia kerja sekaligus mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini.” 

Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M. Psi.T
Anggota Fraksi PKS DPR RI/ A-427
Komisi X: Pendidikan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda dan Olahraga


Posting Komentar

0 Komentar