PRESTASI SANG DUO MACAN DARI BANDUNG


Pksbandungkota.com - Siapa sangka kalau kampung yang becek ini akan menjadi salah satu destinasi wisata internasional. Paris Van Java, Kota Kembang, Kota Belanja, Kota Pendidikan, Kota Wisata, Kota yang diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum dan masih banyak istilah yang disematkan untuk kota yang satu ini. Apa nama kota tersebut ? Jawabannya pasti mengarah ke  “KOTA BANDUNG”, yang tahun ini berulang tahun  ke-206.

Aktivitas kota yang tak pernah tidur, sehingga ibu kota Jawa Barat ini  menyandang gelar  kota metropolitan. Menjadi tujuan kaum urban dari penjuru Nusantara untuk menempuh impian yang lebih baik di masa depan. Tak heran, kemajemukan kota sudah menjadi biasa, dan permasalahan khas kota besar menjadi teman hari-harinya. Diantaranya masalah sampah, etika remaja yang menurun, gaya hidup metropolis, dan masih banyak lagi problematika yang dihadapi Bandung tercinta ini.

Di atas disebutkan bahwa kota Bandung merupakan kawasan kampung becek berlumpur, dan sama sekali tak memiliki daya tarik. Dari data yang ada pada tahun 1896, Bandung hanya memiliki populasi 29.382 orang. Itupun 1.250 orangnya adalah bangsa Eropa yang mayoritas Belanda. Perkembangan kota pun, termasuk lambat. Hal ini bisa diketahui dari mulai berdiri kota tersebut yakni 86 tahun sebelumnya, tepatnya 25 September 1810. Tanggal tersebut dijadikan tanggal keramat bagi kota ini, setelah diketahui bahwa pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Jendralnya Herman Willem Daendelles, mengeluarkan amaran berupa SK tentang pembangunan sarana dan prasarana di kawasan ini. Barulah setelah hampir satu abad yakni tanggal 1 April 1906, di masa gubernur jendral J.B. Van Heutsz resmi Bandung menyandang status gemeente (Kota) dengan luas wilayah 900 Hektar. Bandingkan dengan luas wilayah sekarang yaitu 16.731 hektar atau hampir 20 kali lipat perekembangan wilayah terhitung mulai mendapat status kota.

Kalau kita telaah, yang menjadi ibu kota di Indonesia sama sekali tak berhubungan dengan pusat kota di masa lalu. Surabaya misalnya, ibu kota Jawa Timur ini bukanlah sebuah kota praja dari kerajaan yang sangat terkenal masa lalu yaitu Majapahit. Kerajaan ini pernah tiga kali memiliki ibu kota, dari periode awal masa Raden Wijaya berada di Mojokerto, lalu di masa Raden Jaya Negara berpindah ke desa Trowulan perbatasan Mojokerto – Jombang, dan di masa terakhir pada pemerintahan Girindrawhardana terpusat di Kediri. Tak pernah sedikitpun Surabaya menjadi ibu kota Majapahit. Begitupun ibu kota lainnya, seperti Makasar dengan kerajaan Gowa di masa lalunya, Semarang Jawa Tengah dengan Kerajaan Islam pertama yakni Kerajaan Demak dan masih banyak lagi contoh yang lain.

Dan dalam sejarah Bandung yang tak bisa terlepas dengan kerajaan Sunda masa lampau, ternyata tak pernah termaktub kalau Bandung adalah ibukota Kerajaan Pajajaran. Hal ini membuktikan bahwa terjadinya sebuah kota berkembang sesuai dengan zamannya yang mungkin dilandasi kebutuhan. Atau bisa jadi ini trik Pemerintah Kolonial Belanda yang sengaja mengaburkan keemasan sejarah masa lalu.
Terlepas dari semua itu, yang jelas Bandung kini telah menjadi kota yang di kenal dunia. Dibandingkan dengan kota lain yang ada di Indonesia, ternyata Bandung menyandang status  Sister City (Kota Kembar) terbanyak yakni memiliki 24 kota kembar dibawah Ibu Kota Negara Jakarta.
Bandung dari masa ke masa selalu menarik untuk dipelajari. Tengok saja, perjuangan sang proklamator negeri ini, Bung Karno justru banyak menghabiskan waktunya di Kota Kembang ini, dari sekolah sampai berjodoh dengan mojang Bandung ibu Inggit Garnasih. Bahkan ketika Bangsa-bangsa dunia ke-3, menginginkan kebangkitan dari segala aspek dengan berdasarkan latar belakang yang sama sebagai bekas daerah jajahan, maka Bandung dijadikan presiden Sukarno kala itu, sebagai tuan rumah Konfrensi Asia Afrika pertama yaitu tahun 1955.

Dan Bandung hari ini terus giat membangun, mengembangkan potensi yang ada untuk menuju Kota Juara. Prestasi Domestik dan Internasional terus berdatangan, terlebih di bawah kepemimpinan Duo Macan Bandung “Ridwan Kamil dan Oded Danial”. Sederet penghargaan melekat untuk kota ini. Misalnya Piala Adipura, yang telah puluhan tahun tak hadir di Bandung, sejak masa pemerintahan Emil Oded telah dua kali berturut-turut disandangnya.

Di bidang kinerja birokrasi pemkot Bandung selalu berada di level C dengan nilai 50, tapi saat ini bidang ini sudah berada di level A dengan nilai 80. Sementara penilaian Ombudsman  terkait peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat, yang dulu dinilai lamabat dan tak terukur, justru saat ini mulai terukur.
Apresiasi positif juga datang dari KPK, yang menyebutkan bahwa tingkat korupsi di Bandung, menurun drastis, sehingga membawa kota ini menjadi tuan rumah hari Anti Korupsi Internasioanal beberapa bulan lalu.
Prestasi lainnya, Bandung juga dinobatkan sebagai Ranking satu di Indonesia sebagai kota yang memiliki indeks pemerintahan yang transfaran, profesional, dan berintegritas.

Dalam bentuk pembangunan fisik, kondisi infrastruktur jauh lebih baik, perbaikan jalan, gorong-gorong, trotoar, ruang terbuka untuk umum telah banyak dilakukan. Hal ini menghasilkan indeks kebahagiaan yang dulu di bawah rata-rata Nasional, saat ini sudah mencapai indeks di angka 76 atau diatas rata-rata Nasional. Hal ini pula yang membuat Bandung dijuluki sebagai kota pertama yang konsen pada kebahagiaan masyarakat.

Dan baru-baru ini Bandung dibawah komando Ridwan Kamil dan Oded Danial, terpilih UNESCO sebagai 1 dari 47 kota di Dunia yang masuk ke dalam jaringan kota  Kreatif versi Unesco dan berhasil mendapat penghargaan internasional untuk kategori Desain.
Prestasi diatas hanya beberapa yang diraih kota Bandung, dan intinya kita harus mensyukuri semua hasil gemilang ini agar nikmat yang Allah berikan akan terus bertambah.

DIRGAHAYU KOTA BANDUNG YANG KE 206 (Tiesna Sutisna)

Posting Komentar

0 Komentar