Jika itu Lebih Baik Bagiku

ilustrasi


pksbandungkota.com - Manusia hobi mengenang. Hobi mempertanyakan hari kemarin hanya untuk kepentingan euforia dengan kenangan. Mereka yang bersyukur selalu sadar, kenangan diciptakan untuk belajar. Kenangan atas kehilangan memang ada sebagai jawaban seorang manusia yang pernah berdo'a "jika itu lebih baik bagiku".

Terlebih lagi, manusia senang mempertanyakan hari esok, karena dianggapnya euforia masa depan akan selalu lebih indah daripada cerita kemarin. Harap-harap cemas menunggu jawaban Tuhannya atas do'a selanjutnya, yang masih menyelipkan kalimat "jika itu lebih baik bagiku".

Kesukaan lain manusia adalah menerima jawaban yang menyenangkan dirinya sendiri- yang tanpa sadar- tak lebih dari hanya memanjakan dirinya, membuat dunia harus sejalan dengan harapannya, membuat semesta mengikuti kemauannya. Ada, masih ada segelintir yang lupa menyelipkan kalimat "jika itu lebih baik bagiku" dalam tiap munajatnya. Padahal siapa yang lebih mengetahui, dan siapa yang sesungguhnya tidak mengetahui?

Lama-lama manusia semakin susah sabar, ketidaktahuan akan masa depan membuat dia tergesa-gesa ingin menjemput informasi, yang sebenarnya sudah tercatat di papan peringatan sebuah frasa: "belum sekarang".

Lama-lama manusia semakin obral spekulasi, agaknya harus belajar lagi membedakan mana yang surat mana yang sirat. Mana yang serius, mana yang palsu. Mana yang singgah, mana yang menetap. Ya tentunya sampai kapanpun manusia tidak akan pernah bisa membedakan, kecuali mereka yang bermunajat, meminta, memohon (lewat prosedur yang benar tentunya) kepada Yang Maha Mengetahui dengan siapa kelak kita akan disandingkan.

Tidak sedikit kan, penengadah tangan yang memang meminta hujan untuk datang, namun selalu diiringi kalimat "jika itu lebih baik bagiku" di akhir pengharapannya.

Ya, jika itu lebih baik buat sang biru, entah hujan mesti tinggal, atau menghilang. Biru harus siap, jika itu memang lebih baik bagi biru. (Tulip94)

Posting Komentar

0 Komentar