"Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely" (John Acton) |
sumber gambar: healthpovertyaction.org |
Di Afrika, kelambu (bed net)
adalah komoditi penting bagi masyarakat, terutama untuk melindungi masyarakat
dari nyamuk malaria. Malaria, sebagaimana ditulis dalam artikel yang lain (Baca di: http://www.pksbandungkota.com/2014/11/kesehatan-malaria-dan-ekonomi-negara.html),
mempunyai kaitan penting terhadap kesehatan nasional, dan pertumbuhan ekonomi
Negara. Kelambu menjadi sebuah barang yang berahrga.
Prof. Esther Duflo yang
mengajarkan mata kuliah Challenge of Global Poverty di MIT (Massachussetts Institute of Technology)
memaparkan beberapa perilaku masyarakat terhadap kelambu. Bagaimana bila
kelambu berbayar dan bagaimana bila Kelambu digratiskan ternyata memberikan
dampak yang menarik. Hal tersebut dapat dibahas dalam artikel lain. Misalkan
ada kejadian unik bahwa beberapa orang justru menggunakan kelambu sebagai alat
untuk berternak ikan, bukannya untuk melindungi anak mereka dari penyakit
malaria.
Hal lain yang menarik untuk
dikaji adalah bagaimana korupsi juga terjadi dalam proses distribusi kelambu.
Saat kelambu dibagikan secara gratis kepada masyrakat, tidak terjadi Korupsi.
Namun penggratisan tersebut memberikan sebuah resiko penyalahgunaan kelambu
karena dianggap tidak berharganya barang tersebut. Bila kelambu tidak
digratiskan melainkan harus membayar, ternyata 4 dari 16 klinik yang mendistribusikan
kelambu melakukan korupsi. Korupsi tersebut sulit dihilangkan bila kelambu
dijual di klinik pemerintah. Namun bila kelambu dijual di pasar rakyat, korupsi
lebih mudah dihilangkan, dikarenakan masyarakat langsung mengawasi proses yang
transparan sekaligus ada persaingan di pasar yang membuat korupsi tidak mampu
memenangkan persaingan.
Isu ini berkaitan erat dengan
mahzab ekonomi suatu Negara yang cukup sensitif. Ada yang mengatakan bahwa
menyerahkan komoditi vital untuk dijual secara bebas adalah cukup berwarna
ekonomi liberal. Hal tersebut dapat dikaji lebih lanjut, namun poin utama dari
pembahasan kali ini adalah bahwa bagaimana kita melihat fenomena korupsi dari
sudut pandang yang berbeda.
Asumsi dasar yang harus digunakan
adalah bahwa setiap orang adalah orang baik dan ingin berbuat baik serta tidak
mau berbuat curang. Saat ada kejahatan, maka dia melakukan hal tersebut karena
keadaan yang memaksakan. Pilihan yang ia buat itulah yang diganjar oleh
hukuman. Maka ganjaran tidak serta merta menyelesaikan permasalahan korupsi.
Dalam suatu kelas terjadi
pencontekan, ternyata karena soal ujian terlalu sulit, bahkan salah soal, serta
pengawas kurang tegas dalam mengawas jalannya ujian. Menyelesaikan isu korupsi
dan pencontekan tidak cukup dengan mengganjar dan menghukum ribuan orang
sekalipun. Menyelesaikan korupsi dapat dikaji mulai dari evaluasi lingkungan
kerja, melihat mungkin tidaknya terjadi korupsi, kemudian memperbaiki sistem
sehingga orang tidak mungkin korupsi. Salah satunya sebagaimana yang sudah
disebutkan di atas, mendistribusikan kelambu lewat pasar rakyat bukan oleh
klink pemerintah. Warna penecegahan korupsi perlu kita kuatkan di era kini.
Di momen peringatan hari anti
korupsi Sedunia, 9 Desember 2014, mari kita berdoa dan berusaha agar rakyat
Indonesia kian bijak menyikapi Korupsi; menghindarinya, malaporkannya, dan
mencegahnya.
oleh:Fanfiru
0 Komentar