KPK vs PK sebenarnya heboh dalam peperangan Opini. Entah siapa yang mengompori, tapi kelihatannya memang disetting untuk "CETAR MEMBAHANA" dalam opini, daripada esensi kasus itu sendiri. Benar anggapan sebagian kalangan bahwa KPK hanya fokus melakukan pencitraan, sedangkan penyelesaian kasus -kasus korupsi sendiri jauh dari kata memuaskan.
Oke-lah, PKS memang babak belur menghadapi media yang punya paradigma : KPK tak pernah salah, mengkritik KPK = pro koruptor,.. PKS tak akan bisa menang lawan KPK, dll,. tapi PKS bukan partai yg butuh pencitraaan, kebenaran dan keadilan yang jadi fokus partai ini, tulisan ini saya copas dari KOmpasiana, penulisnya adalah Tengku Bintang. :
Di tengah euphoria atas kehebatan KPK melucuti perempuan-perempuan di sekitar Ahmad Fatonah, ada suara lain yang amat keras memperingatkan KPK, menggema dari sudut tak terduga. Suara itu – suara kebenaran tak terbantahkan - mau tak mau mesti dijadikan panutan. Boleh saja tindakan KPK mendapat pujian dari masyarakat luas, bahkan didukung oleh seluruh dunia, tetapi semua itu tidak berarti jika suara yang satu ini berkata: Tidak!
Suara itu adalah milik Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. LL.M.
Siapa Professor Doktor yang hebat ini?
Biasa disapa Prof. Romli, beliau lahir di Cianjur, Jawa Barat, 1944. Menyelesaikan pendidikan S-1 Hukum pada Fak. Hukum Unpad, 1969. Kemudian menyandang gelar Master Hukum dari University of California, Berkeley, 1981. Lalu menyandang gelar Doktor Cum Laude dalam Ilmu Hukum dari UGM, 1996. Saat ini beliau aktif sebagai Maha Guru Hukum Pidana Internasional, pada Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung. Selain aktif di dunia akademis, beliau juga adalah Koordinator Forum Pemantau Pemberantasan Korupsi (Forum 2004), dan tim ahli United Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB Melawan Korupsi).
Itulah sekilas reputasinya.
Tetapi itu belum cukup. Pada masa persiapan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Prof. Romli adalah Ketua Tim Seleksi Komisioner KPK, yang kemudian memilih Taufiequrrachman Ruki. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Prof. Romli ditunjuk sebagai Anggota Tim Perumus UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang berlaku sampai sekarang. Dari kapasitas inilah Prof. Romli mesti didengarkan.
Dalam video 14 menit ini, Prof Romli berbicara mengenai Tugas KPK dan latar belakang dibentuknya KPK. Bahwa sasaran UU Tipikor itu adalah penyelenggara negara, tak dapat digunakan untuk menjerat kalangan swasta, kecuali dengan alasan khusus. Tuduhan suap-menyuap itu pun harus jelas buktinya, terkait dengan tugas dan kewenangannya. Soal TPPU, hanya ada 26 pasal TPPU dan tak ada soal pasal produk pertanian.
Ketika pewawancara menunjukkan pasal TPPU yang dituduhkan kepada Akhmad Fatonah, Prof. Romli berkata: “Itu pasal apa? Dari mana? Tak ada pasal seperti itu dalam TPPU!”
Beliau juga secara khusus menyoroti Bambang Widjoyanto, yang didengarnya pernah bicara tentang ‘menggunakan wewenang untuk mempengaruhi’. Bahwa pasal itu tidak ada dalam UU Tipikor. Soal masih dalam perencanaan atau direncanakan untuk diundangkan, itu tak ada urusannya. Bicara hukum adalah bicara hukum: “Pasal itu tidak ada dalam UU Tipikor!”
Dengan suara dan mimik yang sedikit kecewa, Professor Romli berkata : “Terus terang saya meragukan cara kerja KPK seperti ini!” Ucapan itu barangkali tak punya makna apa-apa di kalangan awam, tetapi dapat dimaknai sebagai sambaran petir di kalangan ilmuwan. Tetapi ucapannya berikutnya pasti dapat dimengerti sebagai kemarahan oleh siapa pun juga: “Komisioner KPK dapat dipenjara maksimal 4 tahun karena membocorkan nama-nama orang yang menerima aliran dana dari Akhmad Fatonah!”
Kesimpulannya adalah, UU Tipikor yang dijalankan oleh KPK itu bertujuan untuk memberantas korupsi demi keselamatan bangsa ini, bukan untuk tujuan selain itu. Sasaran cakupannya adalah penyelenggara negara mulai dari Presiden sampai ke bawahnya.
Selebihnya, mari kita interpretasikan sendiri-sendiri.
0 Komentar