Kota Bandung, ibukota Jawa Barat,
tengah bergulat dengan berbagai persoalan lingkungan hidup yang kian kompleks
memerlukan Raperda RPPLH sebagai kompas menuju kota yang lestari atau sekedar
angin segar semata.
Ketua Pansus 7 DPRD Kota Bandung,
Yudi Cahyadi membeberkan bahwa RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kota Bandung baru
mencapai 12%, jauh dari angka ideal. Ditambah lagi dengan jumlah penduduk yang
terus meningkat, diprediksi mencapai 3-4 juta jiwa, kian memperparah tekanan
terhadap lingkungan hidup.
Warga antre bantuan air bersih |
Persoalan air pun tak kalah pelik. Ketersediaan air baku menjadi isu krusial, diiringi pula dengan kualitas tanah dan udara yang memprihatinkan. Hal ini tak lepas dari laju pembangunan yang pesat, di mana tak jarang mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.
Di tengah situasi genting ini,
Raperda RPPLH hadir sebagai angin segar. Diharapkan regulasi ini mampu menjadi
kompas arah dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup di Kota Bandung. Periode
panjangnya yang mencapai 30 tahun menandakan komitmen jangka panjang pemerintah
untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Namun, menyusun Raperda yang
komprehensif bukan perkara mudah. Diperlukan masukan dan partisipasi aktif dari
berbagai pihak, termasuk akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat luas.
FGD RPPLH menjadi wadah strategis untuk menjaring ide dan solusi dari beragam
perspektif.
Tantangan berat menanti di depan
mata. Merumuskan regulasi yang tepat, memastikan implementasi yang efektif, dan
mendorong kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan Bandung
yang lestari dan layak huni.
Ahmad Farid Fakhrullah
0 Komentar