Anggota Komisi D DPRD Kota
Bandung Andri Rusmana menyoroti terkait alur rujukan dari Puskesmas ke Rumah
Sakit melalui Sistem Informasi Rujukan Terintegrasi (Sisrute).
Ia menyebut, bahwa komisinya
mencatat adanya keluhan dan mendengar pengalaman warga tentang Sisrute.
Sekedar diketahui, Sisrute
merupakan teknologi informasi berbasis internet yang dapat menghubungkan data
pasien dari tingkat layanan lebih rendah ke tingkat layanan lebih tinggi atau
sederajat (horisontal maupun vertikal). Niat awal aplikasi ini bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien.
Sedang menggunakan aplikasi Sisrute |
"Sisrute ini jarang ada yang berhasil, semua pegawai rumah sakit berlindung dan berkelit di Sisrute ini. Mengatasnamakan aplikasi yang sulit dipertanyakan oleh pasien dan dipahami oleh pasien, seperti belum ada jawaban dari rumah sakit rujukan," kata Andri.
Ia mempertanyakan keefektifan
BPJS selama ini. Sebab, Andri menerima keluhan bahwa warga yang kesulitan dan
melapor ke BPJS hanya dilempar ke call centre tanpa diketahui apakah laporan
tersebut benar diproses atau tidak.
"Apakah memang sengaja rumah
sakit yang dirujuk itu tidak merespon sisrute dengan cepat, malesnya pasien
tersebut BPJS? Anehnya BPJS juga sekarang tidak membantu pasien saat kesulitan,
selalu di lempar ke call center dan melalui aplikasi bukannya datang
mengadvokasi. Kesannya BPJS enggan berinteraksi langsung dengan pasien yang
kesulitan berobat di rumah sakit. Masyarakat jadi korban di pontang panting
terkait administrasi," katanya.
Di lain sisi, Sisrute memang
merupakan sistem dari Kementerian Kesehatan. Namun Komisi D menilai segala
kendala faskes di Kota Bandung harus dicari solusinya.
Dinkes menjadi OPD yang paling
tahu terkait detail layanannya, harus segera tanggap mencari solusi. Sebab,
Sisrute sudah cukup lama digunakan namun praktiknya kerap masih menghambat
proses layanan masyarakat.
"Jadi ada beberapa evaluasi
yang kami catat, yakni komitmen Dinkes, BPJS, dan Rumah sakit harus dibangun
untuk melayani pasien siapapun tanpa pamrih, tanpa mempersulit, tetapi harus
membantu mengedukasi, mengantarkan pasien dari masuk RS sampai keluar rumah
sakit," pesan Andri.
"BPJS harus ada secara fisik
di rumah sakit guna membantu kesulitan. Jangan selalu pasien dipermainkan
karena banyaknya istilah di rumah sakit yang tidak dipahami. Lalu Dinkes harus
melakukan pengawasan ke RS untuk memastikan semua regulasi dari pusat sampai
daerah terkait pelayanan kesehatannya," lanjut dia.
Tak hanya itu, dalam rapat
bersama Komisi D dan Dinkes kemarin, Komisi D juga mendorong Dinkes dan rumah
sakit milik Pemkot Bandung untuk meningkatkan kualitas SDM dan
infrastrukturnya.
Di Kota Bandung, sejauh ini jumlah rumah sakit sudah mendukung jumlah populasi.
Hanya saja, DPRD memberikan catatan untuk RSUD Ujungberung agar dilakukan
penambahan ruangan, sementara RSUD Bandung Kiwari perlu memikirkan lahan parkir
tambahan.
Kota Bandung juga diklaim hampir
99 persen warga yang membutuhkan, terlindungi UHC (Universal Health
Coverage/Cakupan Kesehatan Semesta). Dari sekian banyak evaluasi, Andri pun
menyampaikan apresiasi kontribusi dan kinerja Dinkes dan RSUD Pemkot Bandung.
Ahmad Farid Fakhrullah
0 Komentar