Ditetapkannya
Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif disambut Ledia Hanifa Amaliah, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS.
“Selamat bekerja kepada Menteri Wishnutama. Sebagai sosok yang tergolong muda
dan telah lama berkecimpung di dunia industri kreatif saya berharap banyak
terobosan baru bisa digulirkan untuk mensinergikan dua tantangan proyek besar
negeri ini, berupa penataan dan pengembangan dunia pariwisata serta industri
kreatif di Indonesia.”
Ledia
menguraikan, kedua area kerja ini sesungguhnya memiliki cakupan kerja yang luas
dengan beragam pekerjaan rumah menanti. Industri pariwisata yang masih berjalan
menuju perkembangan serta industri kreatif yang meski telah menjadi primadona
baru dalam perkembangan industri tanah air namun baru menetas dalam khazanah
peraturan perundangan dengan disahkannya Undang-undang tentang Ekonomi Kreatif
akhir September lalu.
“Hal
ini tentu bukan pekerjaan mudah, mengelola dua area besar yang masih berkembang
dalam hitungan relatif baru dengan segudang tantangannya, tapi dengan pemetaan
yang tepat, koordinasi yang baik dan rencana yang terintegrasi saya yakin
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia akan semakin baik di masa datang,”
harap Ledia
Terkait
persoalan pariwisata menurut Ledia ada tiga hal yang perlu segera dibenahi
Pemerintah secara terintegrasi; pertama
terkait sarana prasarana destinasi wisata yang belum tertata dan tersiapkan
dengan baik. Kedua persoalan SDM
pariwisata yang tidak merata dan ketiga
sosialisasi serta pemberdayaan masyarakat seputar destinasi wisata yang belum
optimal.
Lebih
lanjut Ledia memaparkan sering kali terdengar kasus adanya satu area wisata
yang sesungguhnya indah dan berpotensi wisata besar tetapi ternyata tidak
memiliki kesiapan sarana prasarana yang memberi kemudahan dan kenyamanan pada
wisatawan hingga berujung
pada munculnya kekecewaan. Begitu pula SDM pariwisata yang profesional sangat
sedikit dan itupun masih terkonsentrasi pada wilayah-wilayah kota dan destinasi
wisata unggulan.
“Yang
sering ditemukan, pada destinasi wisata baru atau destinasi wisata yang masih
berada di wilayah non-perkotaan belum nampak SDM pariwisata yang profesional
yang bisa menghadirkan pemahaman destinasi wisata dan melakukan sosialisasi
terkait desatinasi wisata. Bahkan seringkali tidak nampak pula adanya penerapan
standar pelayanan minimal (SPM) bagi para wisatawan. Yang paling mudah soal SPM
ini katakanlah adanya toilet dengan jumlah memadai, bersih, aksesnya mudah.
Sekalipun toilet itu kecil dan desainnya sederhana. Harus diperhatikan betul
soal ini.”
Ketiga, perkembangan
pariwisata juga sangat dipengaruhi dari bagaimana masyarakat setempat
diikutsertakan dalam upaya pengembangan destinasi wisata dengan diberikan
sosialisasi, pelatihan dan peluang terlibat dalam kegiatan kepariwisataan.
“Masyarakat
di wilayah destinasi wisata jangan sampai ditinggalkan dalam kegiatan
kepariwisataan sehingga pada akhirnya mereka justru tidak dapat menikmati hasil
pengelolaan, penataan dan pengembangan destinasi wisata di wilayah mereka sendiri,”
kata Ledia
Selain
berkenaan dengan asas keadilan sosial, masyarakat
juga perlu dirangkul, dibina dan
diberikan kesempatan untuk sama mengelola, menata dan mengembangkan destinasi
wisata di wilayah mereka agar terwujud kreasi produk dan jasa layanan wisata
yang profesional, memenuhi standar pelayanan minimum dan
berkesesuaian dengan rencana program dari pemerintah atau pemerintah daerah.
“Kalau
hal ini tidak dilakukan, setiap orang cenderung berkreasi sendiri semaunya dan tanpa standar pelayanan
minimum yang bisa membawa pada ketiadaan penataan dan kekecewaan wisatawan.
Misalnya saja soal tarif masuk, tarif parkir, tarif makanan dan minuman,
kualitas produk dan jasa dan banyak lagi. Pada akhirnya justru
ketidakprofesionalan ini bisa menjadi bumerang yang akan menurunkan jumlah
wisatawan ke destinasi tersebut.”
Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M.
Psi.T
Anggota Fraksi PKS DPR RI/ A-427
Komisi X: Pendidikan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda
dan Olahraga
0 Komentar