Bersamamu, Di Jalan Dakwah Berliku



Pksbandungkota.com -Sore, 31 Desember 2016, tampak ramai sebuah tempat di Bandung. Ramai dengan ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak yang hendak merayakan pergantian tahun. Sebagian berbelok ke kiri, sebagian berbelok ke kanan. Kiri, ada masjid megah berdiri di sana, namanya Masjid Agung Trans Studio Mall. Dan sebelah kanannya, salah satu mall terbesar di Kota Bandung.

Saya, yang biasanya enggan kemanapun di hari akhir tahun, memutuskan untuk berbelok kiri, dan memasuki sebuah masjid megah nan indah. Berkarpet merah, harum bersih terawat, dan berhiaskan Asmaul Husna berwarna keemasan. Pemandangan indah nan menyejukkan hati.

Sore itu, ada seorang tamu istimewa. Saya mengetahuinya di saat-saat terakhir, sekitar 2 jam sebelum acara. Untungnya acara Majelis Jejak Nabi ini selalu terbuka untuk umum dan tidak perlu mendaftar lebih dulu, maka tanpa pikir panjang, segera saya berangkat menuju lokasi.

Beliau datang untuk membedah buku terbaru beliau, yang ditulis duet dengan seorang ustadz yang juga seorang penulis. Beliau yang datang bertamu ke Bandung ialah salah satu penulis dan da’i ternama, Salim A. Fillah. Yang kata-katanya menyejukkan dan penuh dengan makna. Judul buku terbaru beliau yang ditulis bersama ustadz Felix Siauw ialah: Bersamamu, Di Jalan Dakwah Berliku. Buku yang habis dalam hitungan hari. Sehingga jumlah eksemplar yang dicetak untuk 1 bulan, langsung habis dalam hitungan hari. Sehingga buku ini masih belum ada di toko-toko buku. Buku ini unik, karena tidak ada belakangnya. Kedua ustadz ini menulis di bagian buku yang berbeda, sehingga kedua sisi buku ini adalah sisi depan.

Acara yang seyogyanya dimulai pukul 16.00 WIB, menjadi pukul 16.30 WIB, dan berakhir sekitar pukul 17.30 WIB, karena beliau hendak meneruskan perjalanan untuk mengisi ke masjid selanjutnya.
Berikut beberapa hal yang dapat saya tangkap selama beliau membedah buku beliau:
Ketika Rasulullah SAW merasa stuck dengan dakwah di Mekkah, di tahun ke-11 keRosulannya, maka Allah SWT menurunkan cerita tentang kisah Nabi Musa AS.
Tujuannya:
Agar Rosulullah berkaca dengan keadaan Nabi Musa AS dan menyadari bahwa apa yang dihadapi Rosulullah tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan dakwah Nabi Musa AS.
“Jalan Allah ini sangat panjang, untunglah kita tidak diwajibkan untuk sampai ke ujungnya. Hanyasanya kita diperintahkan untuk mati di atasnya” (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
Dakwah ini, membutuhkan kerja sama, sinergi, dari beragam golongan, berbagai pihak, dengan berbagai peran. Jika ada yang amar ma’ruf, maka ada yang nahi munkar. Jika ada yang bertugas membuat pondasi, maka generasi yang bertugas untuk membuat tembok, tak perlulah mengkomentari betapa pondasinya tidak rapi, batunya belang betong. Karena fungsi pondasi ialah agar bangunan atasnya kokoh. Tidak penting bagaimana pondasi itu untuk menjadi indah, rapi. Maka biarkanlah pondasi yang kokoh itu tetap berdiri, tanpa harus diutak-atik lagi. Jika tugas kita ialah membangun tembok, maka lakukan dengan sepenuh hati, serapi mungkin, karena tembok mempunyai tugas untuk terlihat indah.

Dakwah ini, membutuhkan persatuan semua harokah yang ada. Tidak akan bisa satu saja yang mampu membereskan semua masalah umat di Indonesia, apalagi yang di luar negeri. Umat ini membutuhkan segala kekuatan yang ada dari segala lapisan dan harokah yang ada.
Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berpindah harokah, sebagaimana kita tidak mungkin berpindah ke harokah lain. Karena tiap harokah ialah jalan hidayah pribadi. Mengapa kita memilih di barisan ini? Karena di sinilah kita menemukan hidayah. Dan bagi orang lainpun, berlaku hukum yang sama.
Tantangannya sekarang ialah, berhenti untuk meributkan hal-hal kecil, dan mulai bersatu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi umat.



(Pemahaman pribadi dari buku "Bersamamu Di Jalan Dakwah Berliku”. Salim A. Fillah-Felix Siauw).

-LH-

Posting Komentar

0 Komentar