pksbandungkota.com - Dalam hidup,
manusia ditakdirkan memainkan beberapa peran sekaligus. Baik manusia yang kita
anggap bertubuh normal, maupun yang kita anggap mempunyai cacat di bagian
tubuhnya. Bagi wanita, peran ini seringkali sangat kompleks. Seseorang bisa menjadi
ibu, kakak, adik, anak, karyawan, bos, sahabat, dan semua peran mesti
diperankan dengan utuh.
Dialah Sri
Agriani, seorang rantau asal Jambi, yang telah menderita berkurangnya
penglihatan sejak 20 tahun lalu. Sebagai wanita penderita Retinitis Pigmentosa,
Sri sempat berpikir enggan menikah. Pikirannya ada 2, jika dia menikah dengan
orang yang tuna netra, akan bagaimana jadinya? Jika dia menikah dengan pria
yang tidak tuna netra, apa iya pria itu akan setia? Sedangkan bersama yang
“normal” saja, ada kalanya pria tidak setia. Hingga satu saat, seorang perantau
datang ke PSNB (Panti Sosial Bina Netra), Jambi. Pria muda yang belum bisa
berbahasa Jambi itupun diajarkan kata-kata yang kurang sopan oleh kawan-kawan
barunya. Alhasil, pria baru itu dengan polosnya salah ucap di depan orang yang
lebih tua, dan pada saat itu, Sri mendengarnya.
Sri seorang
pemberani dan punya kepercayaan diri yang tinggi, maka ia katakan ke pemuda
itu, bahwa kata-kata yang baru diucapkannya tidak semestinya dilontarkan,
karena tidak sopan menurut norma yang ada. Maka sejak itu, pemuda rantau asal
Jawa Baratpun menjadi dekat dengan Sri. Hingga waktupun berlalu, pemuda yang
bernama Drs. Muhammad Yusuf pun menyampaikan maksud hatinya melalui kakaknya.
Sri yang waktu
itu masih berusia 23 tahun, menolak permintaan Yusuf dengan halus dengan alasan
tadi di atas. Namun, kakaknya memberi Sri nasehat bahwa pemuda baik ini
sebaiknya diterima, dan agar Sri mempunyai keturunan yang dapat merawatnya
kelak di hari tua. Akhirnya Sri pun menerima pinangan Yusuf. Acara dilakukan
dalam waktu sesingkat-singkatnya dan Yusuf resmi menjadi suami Sri.
Alhamdulillah,
dari nasehat kakaknya itu, Sri memiliki sekarang 3 orang anak perempuan. Sri
dibantu ibundanya dalam merawat putri pertama, putri kedua oleh mertuanya,
sedangkan putri ketiga, Sri dihadapkan pada tantangan baru. Pada saat
melahirkan putri ketiganya, usia Ibu Mertua sudah menginjak usia senja,
sehingga Sri mesti mengambil tanggung jawab untuk memandikan dan merawat
bayinya sendiri.
Berbekal modal
ilmu memijat dan akupuntur semasa bersekolah di asrama PSBN, Sri mempunyai
keyakinan tinggi akan kemampuannya dalam merawat bayinya. Dan begitulah orang
yang pandai mengambil hikmah yang tercecer, alhasil, Sri menambah lagi
kecakapannya, yaitu Baby Massage (pijat bayi), yang sebelumnya tidak
dikuasainya.
Di akhir 2005,
Sri dan keluarga pindah ke Bandung, dan anak-anaknya mulai bersekolah dan
mengenyam pendidikan. Semuanya baik-baik saja, hingga satu saat, putri
pertamanya berkata pada Sri “Ini semua gara-gara mama”, dengan nada yang kurang
mengenakkan. Sri mencoba bertanya apa sebabnya putrinya berkata seperti itu,
namun hal itu tidak pernah diketahuinya. Namun kalimat itu telah menorehkan
sebuah semangat baru pada Sri, ia tak ingin putrinya malu punya ibunda yang
menderita kebutaan, ia semakin ingin menunjukkan pada putrinya bahwa Sri ialah
mama yang bisa dibanggakan.
Hari demi hari
berlalu, Sri seorang kompetitif sejati, dimana ada lomba, disitu Sri pasti
ada. Hingga satu ketika, ada lomba makan
pop mie di sebuah mall ternama di Bandung. Saat itu Sri ditemani putri nomer
satunya. Segera ia mendaftarkan diri dan mengikuti lomba itu. Tak dinyana,
Sri memenangkan juara kedua, iapun maju
ke panggung bersama putri pertamanya untuk menerima hadiah. Saat itu, Sri
bertanya pada putrinya “Kakak malu nemeni mama ke panggung terima hadiah?”,
putrinya menjawab “Enggak, enggak malu”. Sri bertanya lagi, “Lalu kenapa kalau
di sekolah kenapa kakak malu?”, putrinya hanya terdiam membisu.
Sejak saat itu,
Sri selalu mencoba membuktikan dirinya bahwa ia tak berbeda dari orang lain
yang masih dikaruniai kemampuan melihat oleh Allah SWT. Walau nikmat
penglihatannya perlahan mulai memudar sejak ia berusia 18 tahun, Sri yakin
masih banyak nikmat lainnya yang masih dikaruniakan kepadanya.
Sri ingin
membuktikan kepada putri-putrinya, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Bahkan
bagi seorang Sri, yang kata orang, bertubuh cacat. (LH)
0 Komentar