Dari Kotoran Kucing Hingga Dimarahi "Tukang" Sampah



Bandung merupakan ibu kota provinsi Jawa Barat. Siapa yang tidak kenal Bandung. Bandung dengan sejarahnya. Bandung dengan daya tariknya. Bandung yang penuh cerita. Empat atau lima tahun lalu hiruk pikuk Bandung terasa menyesakkan. Permasalahan kota seolah tiada habisnya. Namun, entah mengapa Bandung tetap dengan daya tariknya. Para pelancong tetap dengan senang hati mengunjungi dan mencintai Bandung.
            Hingga akhirnya ketika pemimpin baru terpilih, wajah baru Bandung mulai terlihat. Program-program baru demi meremajakan kota dijalankan agar Bandung bisa kembali seperti dulu lagi. Tersohor karena keindahan dan kenyamanannya, bukan karena hiruk pikuknya sebagai kota metropolitan. Inilah Bandung sekarang, Bandung yang terlahir kembali. Bandung yang semakin kuat daya tariknya.
            Kita seharusnya berterimakasih pada para pemimpin di kota kembang ini. Selain berterimakasih pada eksekutifnya, jangan lupakan pula legislatifnya. Para anggota legislatif juga memiliki sumbangsih besar dalam memperbaiki kota ini. Salah satu anggota legislatif tersebut ialah Ir. Endrizal Nazar yang merupakan wakil ketua komisi D DPRD Kota Bandung dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
            Salah satu program yang sempat digalakkan di kota Bandung ialah gerakan biopori untuk menanggulangi banjir. Gerakan ini sempat booming pada masa-masa awal peluncurannya. Bahkan pemerintah kota memberikan anggaran yang cukup besar untuk program ini. Alat-alat untuk menggali lubang biopori disebar di seluruh RW agar lebih mudah dalam penggunaannya. Sehingga tidak adalagi warga yang beralasan tidak ada alat, jadi tidak bisa ikut melakukan biopori. Akan tetapi semakin kesini, program ini seperti menguap begitu saja. Hanya segelintir orang yang tetap konsisten melakukannya.
            Endrizal merupakan orang yang tetap bertahan dan giat dalam melakukan kegiatan biopori ini. “Kalau bukan kita yang memberi contoh dan terus melakukannya, bagaimana masyarakat mau melakukannya? Kita bisa mulai dari kantor kecamatan ini. Apalagi halamannya terbilang luas.Jadi nanti yang ada di tong sampah hanya sampah kering, sampah basahnya langsung dibuang ke lubang biopori. Pak camat bisa menjadikannya sebagai peraturan untuk petugas kecamatan.”Ujar alumnus Teknik Lingkungan ITB ini saat berkunjung ke kantor kecamatan Sukasari pada camat dan sekretarisnya.
            Berawal dari pemisahan sampah basah dan sampah kering di dapur rumahnya. Sampah kering akan dibuang ke tempat sampah halaman agar diambil oleh petugas sampah. Sampah kering ini sendiri tidak akan dibiarkan berjumlah banyak, sehingga dapat mengefisiensi pembuangan sampah kering. Sebelum adanya peraturan yang mengharuskan penggunaan kantong belanja berbayar, Endrizal sudah terlebih dahulu membawa kantong sendiri kemana-mana. Hal itu juga diterapkan pada seluruh anggota keluarganya.
            Sementara sampah basahnya akan dibuang ke lubang biopori. Banyak pengalaman menarik yang dirasakan saat berkecimpung dengan kegiatan biopori ini. Halaman rumahnya memang terbatas untuk menggali lubang biopori, apalagi dalam waktu dua hari sekali ia harus membuang sampah basah ini sehingga alternatif yang dipilih menggali lubang biopori di taman RW. Karena tamannya yang terbilang luas dan banyak tanaman yang tumbuh. Dengan harapan jika diberikan pupuk kompos dari sampah basah ini akan semakin membantu pertumbuhan tanaman. Belum lagi, lebih dekat dengan petugas RW yang dipercayakan untuk memegang kendali alat penggali lubang biopori.
            Pada awalnya ia menggali lubang biopori di depan rumahnya. Karena tidak ingin bolak-balik meminjam alat penggali lubang biopori ke petugas RW, ia memutuskan untuk menggali banyak lubang biopori sekaligus. Hari itu memang tidak ada masalah, sehingga proses pengerjaan biopori bisa berjalan dengan lancar. Dua hari kemudian saat jadwal untuk membuang sampah basah, ia kembali membuang sampah ke lubang biopori di depan rumahnya. Ternyata takdisangka, lubang tersebut sudah ada isinya. Padahal sebelumnya hanya satu lubang saja yang terisi penuh. Di dalam lubang tersebut sudah terisi kotoran kucing, mungkin kucingnya berpikir lubang ini sengaja disiapkan untuk kucing tersebut. Putrinya yang mengetahui hal tersebut lantas tertawa. “Anggap saja membantu proses pembusukan lebih cepat.” Kata dosen tidak tetap di Universitas Kebangsaan ini pada putrinya.
            Pengalaman lainnya ketika mulai pindah menggali lubang biopori di taman. Warga banyak yang mencurigainya, apalagi taman ini terletak di depan sebuah warung, dimana ketika pagi hari banyak ibu-ibu yang berbelanja. Tentu saja menjadi hal yang sangat aneh melihat ada orang sendirian menggali-gali lubang di taman. Beberapa orang menganggapnya sedang merusak taman. Bahkan petugas sampah yang seharusnya merasa senang karena dibantu mengurangi sampah basah pun menaruh kecurigaan yang besar padanya. Hingga suatu hari petugas sampah tersebut memarahinya dengan alasan mengganggu pekerjaannya untuk menjaga taman. Setelah dijelaskan bahwa ia sedang melakukan biopori petugas sampah tersebut hanya diam.
            Tidak hanya pengalaman pahit saja yang diterima oleh Endrizal. Pengalaman manis pun  sempat dirasakannya. Ketika tetangganya ada yang memujinya atau bahkan mulai merasakan manfaatnya. Hanya saja manfaat yang diperoleh belum seberapa.Ya karena hanya satu dua orang saja yang mau melakukan kegiatan tersebut, yang lainnya lebih memilih untuk tidak peduli. Padahal kalau satu RW saja sudah mengoptimalkan penggunaan biopori ini, bukan tidak mungkin banjir yang kerap kali terjadi bisa kita cegah. Setidaknya kita sudah mulai untuk mengurangi sampah rumah tangga kita. Itu kan permasalahan yang sering terjadi? (Ishma)

Posting Komentar

0 Komentar