Beberapa saat menjelang acara Live di radio MQ FM Bandung, saya berkesempatan sharing dengan pengisi acara Keuangan Keluarga yakni ustadz Agus Rijal SE, pakar Financial Planer Syariah. Beliau terkenal dengan konsep keuangan yang nyunnah yaitu konsep 3sepertiga . Sebuah aturan bagaimana mengatur keuangan yang sesuai dengan ajaran Nabi. Dan hari itu alhamdulillah saya berkesempatan menemani beliau siaran.
Ada yang berbeda perbincangan pagi itu, helai demi helai laporan bulanan keuangan usaha saya ditelitinya dengan seksama. Matanya tertuju pada kolom kredit yang ada di laporan keuangan tersebut.
“Pak Tiesna koq yang di kolom utang ini, dari tiap periodik tak ada perubahan. Masih saja tercantum”
Sayapun termangu sambil sedikit senyum rada malu, “eh... iya pak, utang tersebut masih terus kebawa ke laporan bulanan, habis belum lunas juga”
“Pak Tiesna mau lunas kan?”
“Jelas banget pak, tapi gimana caranya ya mau lunas utang?” timbal saya dan mulai memasang wajah pengharapan.
“oke.... saya kasih tahu ya, jurus jitu yang membuat pak Tiesna terbebas dari utang”
“Apa itu Pak?” potong saya dengan sedikit tak sabar ingin mendengarkan apa yang sang guru sampaikan.
“Pertama, utang itu harus dibayar”
“ya iyalah pak, dikirain apaan” sambut saya
“loh, ini serius pak Tiesna, kalau ingin lepas dari utang jurus pertama harus dibayar” Sanggah sang guru dengan nada meninggi dan mulai serius.
“Jurus kedua apa pak?”
“Jurus yang kedua ditransfer” sambungnya lagi dengan sedikit ketawa renyah. Sementara saya melongo sembari garuk kepala. Jawabannya sederhana dan nuansa penuh jenaka, tapi memang itulah keadaan sebetulnya, bahwa yang namanya utang harus diselesaikan dengan penuh keseriusan.
Pembicaraanpun mulai mengalir, yang pada intinya kita harus bebas dari utang. Karena utang dapat membuat kehidupan yang indah dan penuh warna, jadi tidak terasa mengasyikkan. Pantas saja Rasululloh mewanti-wanti umatnya agar membebaskan diri dari yang namanya berutang. Camkan.... ! hadist berikut, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, fitnah kehidupan, dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan utang”. Seseorang bertanya kepada Rasul, “Kenapa Tuan banyak meminta perlindungan dari utang ?” Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya seseorang apabila berutang ia akan cenderung berkata dusta dan berjanji lalu mengingkarinya.” (HR. Bukhori)
Rasulullah bukanlah seorang peramal, kalaupun berkata sesuatu yang belum terjadi itu karena Allah telah memberikan kepandaian di atas nalar umatnya. Ketika Rasul mengatakan bahwa orang berutang cenderung berkata dusta dan khianat atas janjinya, sebetulnya sangat mudah kita cerna. Dan dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali menemuknnya.
Dalam shiroh Nabi, kita bisa menjumpai kalau beliau sempat juga berutang kepada Jabir ibn Abdillah. Bahkan pada saat meninggalpun, beliau masih berutang kepada seorang Yahudi. Tapi lihat dulu konteks pada saat itu. Apakah beliau meminjam karena akan membangun usaha baru ? Atau ingin memenuhi kebutuhan sekundernya ? Ternyata bukan, namun Beliau berutang hanya untuk memenuhi kebutuhan primernya, yang sangat dibutuhkan.
Dalam hadist yang berasal dari Aisyah R.A bahwasanya, “Nabi shalallahu alaihi wasallam, membeli makanan dari seorang yahudi dan tidak tunai, kemudian Beliau menggadaikan baju besinya.” (HR. Al-Bukhori : 2200)
Dari keterangan teresebut, jadi jelaslah bahwa dalam berutang, Rasulullah sama sekali bukan berutang untuk pemuasan diri hanya mengikuti trend. Tapi benar-benar hanya sekedar memenuhi kebutuhan makannya. Dan dalam prakteknya, beliau memberikan isyarat kepada kita, walaupun berutang tapi tetap memberikan jaminan berupa baju besi. Dan nyatanya, setelah meninggal beliau tidak dibayarkan orang lain dalam menunaikan kewajibannya membayar utang, karena sudah menggadaikan baju besi sebagai jaminan atas utangnya.
Coba kita bandingkan dengan kejadian masa kini, masyarakat sudah dihinggapi penyakit hedonisme, sehingga menjadikan utang sebagai kebiasaan atau gaya hidup. Usaha belum ketahuan untungnya, tapi sudah berani meminjam utang ke Lembaga Keuangan atau Bank. Dan alhasil, ketika usaha tak jalan maka kewajiban membayar tidak terpenuhi, bahkan aset yang ada terpaksa lepas untuk membayarnya. Atau bisa juga karena ikut trend kekinian, alih-alih karena nafsu maka berani berutang asal hasrat terpenuhi. Ini menunjukkan bahwa utang ini sudah menjadi penyakit akut yang sangat berbahaya kalau sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Sedikit-sedikit mengutang, mau gadget terbaru mengutang, makan bakso juga berutang. Yang memiliki kartu kredit, sepertinya gatel kalau enggak gesek kartunya. Sadar-sadar setelah tagihan menggunung.
Lantas, apa ada solusi yang tepat agar terbebas dari momok Utang ini? Jawabanya tentu ada. Sebagai mukmin, jaganlah berkecil hati tapi bangkitlah untuk mempersiapkan diri terbebas dari utang. Yakinlah, bahwa utang-utang itu akan lunas karena Allah akan membantu bagi orang yang komitmen untuk membayarnya.
Ada 4 hal yang harus dipersipakan dalam membayar utang ini,
• Kita tak sendiri, di luar sana ternyata banyak yang memiliki utang bermilyar-milyar tapi ternyata mereka bisa melunasinya. Oleh karenanya, yang pertama dicamkan dalam diri adalah rasa optimis yang besar dalam menyikapi utang-utang kita.
• Kita punya Allah, dalam segala permasalahan hidup, ternyata Allah selalu memiliki jalan keluarnya. Deraan hidup yang datang silih berganti, ternyata Allah selalu mempunyai celah untuk kita lewati. Maka, ketika ada rasa ragu akan hal ini, jangan-jangan hati kita sedang sakit. Istighfar...!
• Kesungguhan untuk membayarnya, seseorang yang mempermainkan utang walaupun utang itu hanya sedikit maka jangan harap bisa terbebas dari beban utang ini. Tapi orang yang betul-betul sungguh-sungguh ingin membayar utang tersebut, insyaallah Allah akan membantu melunasinya. Kebanyakan yang terjadi, justru bermasalah dalam diri kita.
• 100% di tangan Anda, kita lah yang sebetulnya menjawab segala permasalahan utang ini. Dan sejatinya, bukan karena kita tak dapat melunasinya, tapi kebanyakan yang terjadi karena bermasalah di diri kita juga.
Mulailah dari sekarang kita memaping keuangan kita, dan sertakan Allah dalam segala penyelesaian. Tetap optimis dan mendawamkan dengan sepenuh hati doa terindah yang dipersembahkan panutan kita Rasulullah saw.
“Allohumma inni a’udzuubika minal hammi walhazan. Wa a’udzuubika minal -azji wal kasal. Wa a’udzuubika minal jubni walbuhl, wa-a’udzuubika min gholabatiddayni wa qahriirijaal”
(Tiesna Sutisna)
0 Komentar