Seimbangkanlah!

 
seimbang
pksbandungkota.com - Burung akan terbang ketika dua sayap bergerak secara seimbang, secara bersamaan menghempas udara di sekitarnya. Sama halnya dengan layang-layang, permainan yang sangat digandrungi anak lelaki di musim kemarau. Layang layang akan terbang ketika konstruksinya memenuhi syarat keseimbangan. Seimbang antara kiri dan kanan, antara kerangka dan sampulnya, antara kekuatan benang dengan ukuran dirinya. Dan tak terkecuali keseimbangan angin yang menghembuskan semilirnya.

Terdapat sepenggal kisah yang mungkin banyak dari kita belum dengar mengenai  Uwais yang ternyata melatih fisiknya terlebih dahulu sebelum menggendong ibunya untuk berhaji,  kita hanya mendengar bahwa Uwais ini adalah pemuda yang luar biasa berbaktinya pada orang tua karena mau menggendong Ibunya dari yaman ke mekah untuk berhaji, Berikut ini kisahnya,

Di Yaman, tinggalah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.
"Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji," pinta Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, Kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik lembu. Olala, ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. "Uwais gila.. Uwais gila..." kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh.
Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya.
Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka'bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka'bah, ibu dan anak itu berdoa. "Ya Allah, ampuni semua dosa ibu," kata Uwais. "Bagaimana dengan dosamu?" tanya ibunya heran. Uwais menjawab, "Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga."

Ketika menelisik kisah Uwais Al-Qarni diatas, kita belajar mengenai makna keseimbangan dalam diri seorang muslim. Seimbang antara raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Siapa yang tak mengenal Uwais Al Qarni terkait tentang keshalihannya, pemuda yang sangat begitu merindukan Rasulullah namun tak pernah berjumpa sama sekali. Yang diistimewakan oleh Rasulullah, dengan disebutkan namanya dalam sebuah hadits. Yang bahkan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib meminta do’a  kepada uwais atas keistimewaannya. Dibalik keshalihannya pula, uwais memiliki fisik yang luar biasa yang menopangnya dalam beramal shaleh. Yang akhirnya mampu mengendong ibunya berjalan dari yaman hingga ke mekah. Fisik yang tercipta dari pelatihan selama 8 bulan mengangkat lembu. Oleh karenanya kita mengambil hikmah bahwa keseimbangan diperlukan bagi seorang muslim untuk senantiasa membantunya beramal shaleh lebih banyak.

Seimbangkanlah dan raup apa yang bisa diraup. Tak perlu membeda-bedakan.  Ilmu dunia dan agama pun serupa. Mereka ibarat dua mata koin yang tak bisa dipisahkan. Keduanya masih dalam ruang lingkup anugerah yang telah Allah berikan. Keduanya tetap bisa menjadi pintu untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan?

Ah. Oleh karenanya keseimbangan ini perlu ditempa. Ia tak serta merta tercipta begitu saja. Ada kesungguhan, keteguhan, kedisiplinan, pengorbanan dibalik cerita akhir indah yang selalu kita impikan. Tengoklah layang-layang yang untuk mendapatkan kesimbangan agar terbang di udara, telebih dahulu menempuh jalan berliku. Kerangkanya mesti diraut dan ditimbang, lalu dipotong jika ukurannya tidak sama. Demikian juga dengan kertas yang mesti ditempel halus, agar layang-layang terlalu berat yang menghambatnya terbang. Proses ini tentu membutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sempurna.

Dan  tetap seperti layaknya layang-layang. Untuk tetap terbang dibutuhkan tali pengikat yang akan menjaganya sehingga tak akan putus terbawa angin. Tali yang akan menjaganya tetap berada dalam keseimbangan di langit. Tali yang kuat, itulah yang membuat diri kita terkontrol. Tali itu tak lain adalah Al-Qur’an dan Al Hadist yang telah dinisbahkan sebagai pedoman dan aturan hidup agar manusia tak tergelincir ke jurang kenistaan yang menyerupai hewan

Demikianlah halnya  seorang muslim yang ingin terbang dengan baik dan sempurna, ia harus mampu menyeimbangkan diri dalam menapaki kehidupannya. Keseimbangan antara jiwa dan raga, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat yang tetap berpegang pada tali yang kokoh agar tetap pada jalurnya. (Zev)

Posting Komentar

0 Komentar