Memahat Rasa Melalui Film Ala Gubernur Jabar

 
In film, we sculpt time, we sculpt behaviour and we sculpt light.
David Fincher (Sutradara Amerika Peraih Golden Globe Award 2010, Nominator Golden Globe Award 2008).   


Waktu berputar ke penghujung tahun 2012, tepatnya pada sebuah bioskop di bilangan Cihampelas, Kota Bandung. Suasana cukup riuh, sebab film "Habibie dan Ainun" kala itu mengundang atensi cukup tinggi; Antrian mengular, salah satunya karena sejumlah nonton bareng (nobar) digelar. 

Salah satu yang menggelarnya adalah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, yang akrab disapa Aher. Mengundang wartawan dan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), dia bersama istri, bersama mengajak "Habibie dan Ainun." 

Dibintangi Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari, Aher larut dalam keriaan publik nasional kala itu yang membuat film ini mencetak rekor film terbanyak ditonton dalam sejarah sinematografi Indonesia mutakhir. Selepas menonton, jurnalis menyerbunya; Bertanya apa kesan dan pesan dari film ini.  

Saat ditanya, Aher awalnya berbicara dengan lancar. Namun, setelah menjawab tiga pertanyaan, dia mulai tercekat. Berdiri di sampingnya, istrinya, Netty Prasetiyani pun, terlihat tak kuasa menahan haru.

Orang nomor satu di Jawa Barat ini mulai terbata-bata dan matanya berkaca-kaca saat menceritakan bagian terakhir film. Landasan cinta yang membentengi keluarga mantan Menteri Riset dan Teknologi di era Presiden Soeharto itu, membantu Habibie menghadapi cobaan istri sakit keras dan beratnya tugas kenegaraan yang diemban.

Aher dengan terbata-bata bercerita, Habibie diceritakan juga menghadapi tekanan politik hingga godaan suap. Bagian ini sangat menyentuh karena Habibie mampu melewati masa sangat sulit ini berkat istrinya.

Namun tak lama dari, gubernur dua periode ini tak mampu melanjutkan komentarnya beberapa menit karena tak kuasa menahan haru. Kedua matanya basah dan bibirnya bergetar.

Perasaan haru dirasakan Netty Prasetiyani yang meneteskan air mata dan menjawab dengan terbata-bata saat dimintai komentarnya atas film yang diangkat dari kisah nyata ini. 

Aher mengutarakan, makna pernikahan yang dilalui pasangan Presiden ke-3, Habibie-Ainun, sama persis dengan tuntunan agama Islam. 

"Pernikahan itu memiliki dimensi duniawi dan akhirat. Pernikahan yang dilandasi cinta sejati akan membawa keluarga bahagia di dunia dan akhirat," paparnya, dengan nada (masih) bergetar. 

Selepas film tersebut, nonton bareng masih kerap digelar olehnya. Rerata dihelat malam hari setelah seluruh pekerjaan tuntas. Jika tidak di bilangan Cihampelas, nobar ini dilaksanakan di sebuah bioskop kawasan Sukajadi, keduanya di Kota Bandung. 

Dalam catatan Humas Pemprov Jabar, selain "Habibie dan Ainun", dia juga nobar film “Negeri 5 Menara” pada 6 Maret 2012, "Bangun Lagi Dong Lupus" (12 April 2013), "Tjokroaminoto" (14 April 2015), dan terakhir "Bulan Terbelah di Langit Amerika" pada Ahad malam, 20 Desember 2015 lalu. 

Memahat Kisah

Menurut Aher, film menjadi medium yang paling baginya saat ini dalam memahat rasa maupun memori. Maksudnya, dengan segala kepenatan rutinitas, minat dan perasaan insani tetap harus dipelihara dengan membentuknya. 

"Karena waktu saya semakin sempit, kegiatan makin padat termasuk di akhir pekan, film adalah media paling cepat dan tepat dalam memahat perasaan dan nurani saya terhadap lingkungan," katanya di Bandung, Senin (21/12). 

Sebelum jadi Gubernur pun, kata dia, menonton film berkualitas kerap dilakukan bersama keluarganya ketika mereka masih tinggal di Jakarta. Hal ini perlu guna memperoleh asupan nutrisi batin yang praktis namun membekas. 

Keluarganya sebetulnya cenderung mengakses buku dalam pemenuhan nutridi tadi. Namun seiring kesibukan dia, istri, dan enam anaknya, ditambah buku tak seluruhnya praktis dicerap, maka film menjadi pilihan favoritnya.

"Kalau buku, manfaatnya tetap sangat tinggi bagi jiwa tapi sekarang sudah sulit membaca fokus satu buku hingga tamat. Jangankan tamat, menyiapkan waktu sehari untuk buku seperti dulu, sekarang sudah tak bisa," katanya, seraya mengatakan istrinya pun terkendala waktu serupa. 

Hanya anak-anaknya yang masih kecil, masih duduk di bangku menangah dan dasar yang masih punya kemampuan dan kelonggaran waktu dalam menuntaskan sebuah buku --bahkan satu judul buku fiksi bisa tamat sehari karena dibaca dari pagi hingga sore hari.  

Kesadaran ini yang membuat istrinya, Netty Heryawan, lebih rutin menonton film. Minimal sebulan sekali bersama anak-anaknya yang lain. Film yang mayoritas ditonton adalah film keluarga yang berkarakter, baik film Indonesia maupun film Barat. Paling mereka sukai adalah film animasi. 

Dengan seluruh kendala waktu tersebut, maka film dinilainya mampu memberikan asupan bermanfaat dan legit bagi jiwa namun tak memerlukan waktu sedemikian panjang dan padat. Cukup 90 s.d 150 menit mencurahkan diri menonton film. 


Meski tak membaca buku sejarah pendidikan Islam di Indonesia misalnya, Aher mengaku sudah memperoleh cukup gambaran setelah melihat "Negeri 5 Menara." Apalagi, secara pribadi, dia terkenang saat menempuh pendidikan di pondok pesantren di Sukaraja, Sukabumi. 

Setelah menonton "Bangun Lagi Dong Lupus", nilai dan prinsip penting yang diterimanya dengan kuat adalah tentang kesetiaan, persahabatan, cinta terhadap keluarga dan cinta terhadap lingkungan.

Terkait keikutsertaan aktor senior Deddy Mizwar yang berperan sebagai Kepala Sekolah SMAN Merah Putih, Heryawan memuji kualitas akting dari aktor yang menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018 tersebut. 

"Baguslah. Dia (Dedy Mizwar) mah aktor kawakan. Peran apa saja pasti bisa dimainkan dengan bagus," ujarnya.

Sementara selepas menonton "Tjokoraminoto" karya Garin Nugroho, dia menekankan relevansi siasat dan pendidikan dari zaman Tjokroaminoto masih hidup hingga sekarang. 

“Sementara setelah menonton "Bulan Terbelah di Langit Amerika", film ini mempunyai makna sangat dalam. Hingga akhir film, satu kata saya tetap sama bahwa dunia tanpa Islam adalah dunia tanpa perdamaian” jelasnya, seraya mengapresiasi film anak bangsa yang berkualitas namun tetap ringan dicerna.  

Impresi serupa diperoleh sang istri dan anaknya nomor lima, Shofia, setelah menonton film yang diadaptasi dari buku sejudul karya Hanum Salsabila Rais. Ketiganya kian teguh, bahwa melalui film --seperti ditegaskan David Fincher-- rasa mereka dibentuk tajam, seluruh perasaan bisa dipahat dengan indah.....

Posting Komentar

0 Komentar