WK Komisi VIII :"Negara dan Masyarakat bertanggungjawab Lindungi Anak"

Ledia Hanifa - PKS Kota Bandung
Ledia Hanifa - PKS Kota Bandung

Peristiwa penelantaran anak yang terjadi di Cibubur beberapa hari lalu merupakan satu dari jutaan kasus penelantaran anak yang terjadi di Indonesia. Mengacu pada data dari Kementrian Sosial, hingga 2014 ditengarai ada lebih dari 4 juta anak terlantar di Indonesia.

Untuk mengatasi problem penelantaran anak ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyatakan negara dan masyarakat bertanggungjawab bersama dalam melindungi anak.

“Pada dasarnya, penanggungjawab pertama dan utama dari pengasuhan dan perawatan anak adalah orangtuanya sendiri, namun dalam sebagian besar kasus penelantaran, pelaku penelantaran justru orangtua atau keluarga dekat, sehingga pihak lain dalam hal ini masyarakat dan negara menjadi penanggungjawab berikut.”

Di dalam ketentuan no 6 UU Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 disebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Di sisi lain penelantaran anak ini menurut ketentuan no 15a di Undang-undang yang sama merupakan bagian dari tindak kekerasan pada anak.

Maka mengacu pada ketentuan undang-undang ini, Ledia mengingatkan bahwa bentuk-bentuk penelantaran anak sesungguhnya sangat banyak dan memiliki beragam alasan mulai dari ekonomi, sosial, hingga pada kasus terakhir yang sedang ramai diberitakan karena penyalahgunaan narkoba.

“Anak korban trafficking, anak yang ditinggalkan atau dibuang, anak jalanan, anak yang diasuh orangtua tetapi tidak mendapatkan perawatan atau pengasuhan yang layak sudah masuk kategori penelantaran, hanya saja banyak yang tidak terekspos atau terlewat dari penanggulangan sebab masyarakat masih enggan terlibat aktif karena khawatir dianggap ikut campur urusan orang lain,” kata aleg FPKS ini lagi.

Untuk itu Ledia menghimbau pemerintah dalam hal ini kementrian lembaga terkait seperti Kemensos, KPAI, P2TP2K, untuk aktif melakukan penguatan jaringan dengan perwakilan masyarakat seperti kelurahan, RW hingga RT hingga ormas, LSM dan yayasan sosial agar masyarakat memahami apa dan bagaimana bertindak bila di wilayah mereka ditengarai ada kasus-kasus penelantaran anak.

“Warga harus disadarkan untuk proaktif mencegah kekerasan pada anak tanpa melanggar hak privasi keluarga. Untuk itu bisa dibuat sebuah sosialisasi mengenai upaya pencegahan kekerasan dan perlindungan anak. Jangan sampai karena terlambat ada tindakan akhirnya anak yang menjadi korbannya

Posting Komentar

0 Komentar