Sigit Susiantomo : Mulai 2015, Pemerintah Harus Dukung RUU Arsitek


JAKARTA (20/5) - Panitia Kerja (Panja) RUU Arsitek meminta pemerintah mendukung RUU Arsitek untuk memberikan payung hukum bagi penyedia dan pengguna jasa arsitek, mengingat mulai tahun 2015 akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang membuka peluang bagi arsitek asing untuk bekerja di Indonesia.

Anggota Panja RUU Arsitek Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal itu, Rabu (20-5). Menurut Sigit, RUU Arsitek yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2015 itu merupakan implementasi ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk jasa arsitektur yang telah ditandatangani pemerintah pada tanggal 19 November 2007 di Singapura.

MRA tersebut, kata Sigit, akan berdampak pada kemungkinan serbuan arsitek asing, mengingat MRA memungkinkan seorang arsitek professional yang terdaftar dan tersertifikasi di negaranya dapat mendaftar sebagai Arsitek ASEAN (ASEAN Architect, AA) selama ia memenuhi syarat yang disebutkan dalam pasal 3.1 MRA. Dengan demikian, seorang AA mendapat keuntungan dapat mendaftarkan diri sebagai Registered Foreign Architect (RFA) di negara ASEAN yang lain dan dapat bekerja secara independen maupun berkolaborasi dengan arsitek lokal.

“Karena itu, perlu dibuat UU tentang Arsitek yang disalah satu pasalnya perlu mengatur secara tegas bahwa untuk AA yang bekerja di Indonesia harus berpartner/berkolaborasi dengan arsitek local. Dan Pemerintah harus mendukung RUU arsitek ini. Apalagi mulai tahun 2015 Pemerintah akan membangun ratusan bandara dan pelabuhan. Jangan sampai yang menikmati justru pekerja asing,” kata Sigit.

Menurut Sigit, Indonesia membutuhkan banyak arsitek yang bisa mengadopsi kekayaan budaya lokal dalam karyanya. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh arsitek lokal.

“Saya prihatin jika melihat bangunan-bangunan yang ada sekarang, seperti bandara-bandara kita semuanya minim desain lokal. Tidak ada ciri khas Indonesianya. Karena itu, kita butuh banyak arsitek lokal untuk mengembangkan budaya kita. Sehingga sudah seharusnya pemerintah mendukung ini,” kata Sigit.

Selain memberikan payung hukum bagi profesi arsitek dan pengguna jasa, RUU ini juga akan mengatur Penyelenggaraan pendidikan profesi arsitek yang didasarkan pada pranata hukum yang kuat, serta mengacu pada ketentuan internasional mengenai kompetensi arsitek. Dengan demikian diharapkan akan dapat menghasilkan para lulusan pendidikan arsitektur yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan lingkung bangun yang berkualitas bagi masyarakat Indonesia serta mampu bersaing secara internasional.

Adapun terkait dengan kuantitas tenaga ahli arsitek, dapat dikatakan masih kurang memadai. Merujuk pada jumlah anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) hanya 14.842 orang. Jumlah ini sudah termasuk yang sudah purna tugas/wafat/tidak aktif. Adapun anggota IAI yang bersertifikat dan bisa berpraktik mandiri hanya 2.965, yang tersebar ke dalam berbagai klasifikasi. Untuk arsitek utama sebanyak 152, arsitek madya 1.503 dan arsitek muda 1.310.

Sedangkan untuk level ASEAN Architects (AA), hanya ada 45 orang, sementara Singapura dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dari Indonesia memiliki 30 orang tenaga ahli berstandar AA. Oleh karena itu, dengan jumlah penduduk yang besar, perlu kebijakan yang mendorong AA Indonesia terus bertambah, apalagi dengan menyongsong pasar bebas ASEAN.

Rendahnya jumlah AA Indonesia turut dipengaruhi oleh sistem kependidikan yang menetapkan 4 tahun sebagai masa studi mahasiswa program sarjana, padahal di ASEAN sarjana arsitektur minimal 5 tahun. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan 1 (satu) tahun untuk mendapatkan pendidikan profesi arsitek sesuai dengan durasi yang berlaku ditingkat regional/internasional.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Setuju, ini semua agar meningkatkan daya saing dan juga agar tidak melupakan desain yang mengandung budaya Indonesia.

    BalasHapus