Wafatnya Sang Khalifah, Al Faruq

Wafatnya Sang Khalifah, Al Faruq



Siapa yang tidak kenal dengan sosok Umar bin Khattab ra dengan sifatnya yang keras dan berani. Umar lahir pada 23 Agustus 634 M. Ia berasal dari suku bani Adi yang terpandang mulia dan mempunyai martabat tinggi. Bukan hanya pada saat belum beriman, namun saat sudah berimanpun demikian. Ia termasuk sahabat Rasulullah SAW yang paling tegas sehingga dikenal dengan sebutan Al Faruq yaitu pemisah antara yang benar dan batil. Tentu saja sebutan ini bukan hanya sekedar sebutan. Hal ini dikarenakan Umar tidak pernah melihat satu kemungkaranpun, kecuali ia menghancurkan kemungkaran itu dengan tangan dan keberaniannya.

Dibalik sifatnya yang keras, Umar dianughari hati yang lembut. Pernah suatu ketika Umar menangis tersedu-sedu, lalu tubuhnya jatuh ke tanah dan jatuh sakit sampai satu bulan ketika mendengar bacaan Al Quran tentang azab Allah. Umar diangkat menjadi khalifah setelah Abu Bakar As Siddiq wafat. Beliau kemudian dikenal dengan gelar Amirul Mukminin yaitu pemimpin orang-orang beriman. Umar sosok pemimpin luar biasa dalam menegakkan hukum Allah walaupun yang menerima hukuman itu anaknya sendiri.

Sebelum matahari terbit hari Rabu itu tanggal empat Zulhijah tahun ke-23 Hijriah Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami salat subuh. Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali, yang sekali mengenai bawah pusar. Umar lalu terjatuh dengan menahan rasa sakitnya. Abdur-Rahman bin Auf segera maju menggantikannya mengimami salat. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek.

Ditengah kekacauan yang terjadi, ternyata bukan hanya sang Khalifah namun beberap jamaah juga ikut merasakan hal yang sama. Si pembunuh yang dikejar para sahabat juga menusuk dirinya karena yakin tidak bisa menyelamatkan diri dari kerumunan tersebut. Amirulmukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikam bergelimang di sekitar mereka, dan si pembunuh juga sedang sekarat di tengah-tengah mereka.

Umar membujur tak berdaya di tempat tidur menunggu Ibn Abbas kembali membawa jawaban atas pertanyaannya ‘siapa si pembunuh’ itu. Setelah Ibn Abbas kembali dan menyampaikan apa yang dikatakan orang banyak itu, dan disebutnya juga bahwa yang menikamnya Abu Lu’lu’ah dan yang juga menikam beberapa orang kemudian menikam dirinya, Umar berkata: “Alhamdulillah bahwa saya tidak dibunuh oleh Muslim. Tidak mungkin orang Arab akan membunuh saya!”

Setelah datang seorang tabib dari Arab pedalaman ia menuangkan minuman anggur kepada Umar. Minuman anggur itu sama dengan darah waktu keluar dari bekas luka yang dibawah pusar. Abdullah bin Umar memanggil seorang tabib dari Ansar dan yang lain dari Banu Mu’awiyah. Ia menuangkan susu kepada Umar, dan yang keluar dari bekas lukanya itu susu juga, putih, warnanya tak berubah. Lalu katanya: Amirulmukminin, berwasiatlah! Maksudnya sudah dapat dipastikan Umar akan meninggal. Kata Umar: Anda meyakinkan saya, orang Banu Mu’awiyah. Kalau bukan itu yang Anda katakan, niscaya saya katakan Anda berdusta. Mendengar kata-kata tabib itu mereka yang hadir menangis, karena sudah merasa cemas. Tetapi Umar berkata: “Jangan menangisi kami. Barang siapa mau menangis keluarlah. Tidakkah kalian mendengar kata Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: Mayat itu akan mendapat azab karena ditangisi keluarganya!”

Posting Komentar

0 Komentar