Sambil menahan air mata dan sesak
di dada, Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (1607-1636) berkata, "Mate aneuk meupat jirat, reule adat
hana pat ta mita! Mati anak ada kuburnya. Rusak hukum tiada gantinya!"
Peribahasa tersebut diucapkan Sang Sultan kala menghukum rajam Meurah Pupok;
putra tercintanya yang berzina.(Salim A Fillah, buku "Menyimak Kicau
Merajut Makna", halaman 170")
sumber gambar: aniezhaoriqi.blogspot.com |
Sejarah
kita berhiaskan para pendahulu yang mengagungkan hukum di atas ego pribadi.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda : “Andaikata Fatimah Binti Muhammad
mencuri, niscaya akan aku potong tangannya ( HR. Muslim)
Atau kisah Ali bin Abi Thalib
yang bersengketa memperebutkan baju besi dengan seorang Yahudi. Ali sang
presiden Islam saat itu merasa Baju Besinya yang hilang ada di tangan seorang
Yahudi, rakyatnya. Ia melaporkannya ke pengadilan. Proses hukum berjalan. Sang
Yahudi, bersikukuh. Ali diminta membawa bukti atau saksi. Ali meminta putranya
untuk bersaksi. Namun kesaksian sang putra ditolak, karena ada ikatan
kekeluargaan. Maka dengan nama hukum, Ali Bin Abi Thalib sang presiden,
pemimpin Negara, yang beragama Islam, agama yang Mayoritas dan dominan saat itu
kalah oleh Seorang rakyat beragama Yahudi, agama yang tidak dominan saat itu.
Haru dan kagum merasuk ke jiwa sang Yahudi. Ia tahu betul bahwa baju besi itu
memang ia temukan, dan baju besi itu kemungkinan besar milik Ali sang Khalifah.
Ia takjub akan kemuliaan ajaran islam, akan keadilan, akan penghormatannya
terhadap hukum. Seorang pemimpin Negara yang kuat pun bisa kalah. Sang Yahudi
memutuskan untuk masuk Islam.
Kita dapat belajar bahwa Saat
Indonesia memilih menjadi Negara hukum, adalah sebuah keputusan tepat. Tugas
kita sebagai masyarakat untuk menjaga keberhukuman negara ini. Tugas kita
sebagai masyarakat saling berbagi di antara rakyat tentang informasi hukum.
Sehingga semua sadar hukum, tidak menjadi pelanggar hukum, dan tidak dikibuli
oleh siasat orang licik yang mafhum hukum. Dorongan itu kiranya yang membuat
DPD PKS Kota Bandung mengadakan agenda Penyuluhan Sadar Hukum yang didakan di
kantor DPD PKS Kota Bandung, kemarin Minggu 23 November 2014.
Tema yang diangkat adalah tentang
urgensi sadar hukum, terutama hukum pidana, dan hukum Internasional. Peserta
agenda tersebut adalah ketua DPCdan pengurus DPD PKS Kota Bandung. Poin penting
yang dibahas adalah bahwa setiap perjanjian kerjasama diwajibkan tertulis,
hal-hal apa saja yang membuat perjanjian batal di mata hukum positif, tentang
hukum internasional dan tinjauan kasus Palestina. Dibahas pula urgensi
penulisan perjanjian tersebut adalah karena, Al-Qur’an memerintahkan hal
tersebut, yaitu perintah untuk mencatat sebuah hutang dan ditafsirkan berlaku
untuk proses muamalah lainnya. Alasan lainnya adalah bahwa karena kader PKS
memiliki misi perbaikan di masayrakat, tentu perbaikan tersebut menggandeng
berbagai macam pihak, bekerjasama dengan berbabagai macam orang. Perlu kiranya
proses kerjasama tersebut menggunakan perjanjian tertulis yang jelas.
Semoga agenda yang dilaksanakan
tersebut menjadi pendorong terciptanya rakyat Indonesia yang sadar hukum.
oleh:(Fanfiru)
0 Komentar