“Daging-daging
unta dan darahnya
itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan
dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. dan
berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj Ayat 37)
Contoh puncak
seorang manusia tauhid
yang bersedia berkurban untuk mencapai
derajat taqwa adalah
Nabi Ibrahim a.s. Beliau dengan
rasa tulus ikhlas mengurbankan Ismail, putra yang
dicintainya, jika memang hal
itu merupakan perintah
Allah. Akan tetapi Allah SWT Yang Maha Bijaksana
hanya mnguji kepasrahan,
ketaatan dan ketaqwaan Ibrahim a.s.
Dari kisah Ibrahim a.s. dan
Ismail a.s. itulah kita mengerti
bahwa derajat taqwa
tidak mungkin dapat
diraih kecuali dengan
pengorbanan. Al Quran Surat
Al Hajj Ayat 37 diatas menerangkan
dan mengajarkan ummat
Islam bahwa
hewan yang disembelih sebagai
kurban sesungguhnya merupakan
simbol ketaqwaan kita
kepada Allah Ta’ala. Dengan demikian
Allah Ta’ala
mengajarkan ummat-Nya, bahwa semakin
sering kita berkurban
untuk kesejahteraan ummat
manusia, maka akan semakin
kokoh dan sempurnalah
taqwa kita kepada-Nya.
Kesediaan untuk
berqurban demi kesejahteraan
sesama manusia sudah
tentu menuntut penekanan
egoisme atau ananiyah.
Tidak boleh egoisme
atau ananiyah itu
dibiarkan tumbuh lepas,
oleh karena nafsu serakah,
tidak mengenal batas-batas kemanusiaan
dan cenderungmelanggar norma-norma
Ilahiyah, norma-norma moral, norma-norma hukum.
Manusia yang egois tidak
saja merugikan masyarakat
di sekelilingnya, tetapi juga
merugikan dirinya sendiri.
Dengan melakukan akumulasi
atau tumpukan serba
kelezatan duniawiyah, dia hanya
terpaku pada kepentingan-kepentingan
yang nista dan akan kehilangan
cakrawala hidup yang lebih jauh,
yaitu kehidupan yang kekal dan
abadi di akhirat
kelak.
Oleh sebab
itulah hewan yang disembelih dapat
dilihat secara simbolik
sebagai penyembelih hawa
nafsu hewaniyah, nafsu ananiyah
manusia-manusia yang taqwa. Islam
adalah suatu agama yang mengajurkan dengan
tegas agar para pemeluknya, suka berkurban
dalam arti seluas-luasnya.
Bahkan dapat dikatakan,
ajaran untuk suka berkurban
merupakan bagian integral dari seluruh
ajaran Islam.
Al Quran mendorong kita
untuk menanamkan watak
Itsar dalam diri
kita, yaitu kesediaan untuk
senantiasa mengorbankan sebagian
kepentingan kita, sebagian rizki
kita, sebagian kelonggaran kita
untuk sesama manusia. Menurut
Al Quran, kaum Anshar di
Madinah mengorbankan sebagian
kepentingan mereka sendiri
untuk menolong kaum
muhajirin, sekalipun kaum
anshar itu berada
dalam serba keterbatasan.
“Dan
orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah
beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin),
mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
mereka (Muhajirin). dan
mereka (Anshor) tiada menaruh
keinginan dalam hati
mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, Sekalipun mereka
dalam kesusahan. dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka Itulah orang
orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr Ayat
9)
Marilah semangat
Itsar itu kita
jadikan bagian yang tak terpisahkan
dari kepribadian kita.
Semangat Itsar yang merupakan salah
satu manifestasi tauhid
itu, InshaAllah akan menjadikan
kita tetap tangguh
dalam menghadapi segala
masalah kehidupan. Hidup tanpa
Itsar merupakan hidup
yang rutinitas, yang cepat jenuh dan
membosankan. Hidup tanpa
pengorbanan untuk kepentingan
masyarakat dan kesejahteraan
bersama adalah hidup
yang kering, yang steril dan tanpa
kemanfaatan.
Nabi Muhammad Saw, yang kita cintai dan kita teladani, uswah hasanah kita, telah mengajarkan : “Tidak sempurna imanmu sehingga kamu mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri”
Nabi Muhammad Saw, yang kita cintai dan kita teladani, uswah hasanah kita, telah mengajarkan : “Tidak sempurna imanmu sehingga kamu mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri”
Ajaran Islam ini tidak
akan dapat terlaksana
bila tidak memiliki
semangat Itsar. Oleh karena
itu di hari
Iedul Adha atau
Iedul Qurban ini,
marilah dipertebal semangat berkurban
kita. Apa yang telah dianugerahkan
Allah Ta’ala
kepada kita adalah
amanat yang harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Harta kita,
waktu kita, tenaga fisk kita,
Ilmu kita, jabatan kita dan
apapun yang kita miliki dapat
kita manfaatkan sebaik
mungkin dalam rangka
Itsar demi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
Dengan demikian tugas
yang besar dan yang kecil, InshaAllah dapat
terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Semangat berkurban
yang diajarkan Islam sangatlah relevan dengan
masyarakat kita dewasa
ini. Bila kita
benar-benar menagkap spirit berkurban dan
kesetiakawanan sosial sperti
diajarkan Islam, dan memperaktekkannya
secara konsisten, InshaAllah nasib
kita sebagai ummat
akan jauh lebih
baik. (eps_elhidayah)