Makro-Mikro Skala Pemikiran Capres Indonesia


"Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang". Sebuah quotes dari Presiden RI pertama, Ir. Soekarno ini semestinya menggugah kita, bahwa mimpi adalah capaian tertinggi yang mampu kita bayangkan. Kalimat sang proklamator ini seolah membisikkan kepada kita : jangan takut jatuh ketika bermimpi besar. Bermimpilah. Bercita-citalah yang besar!

Hampir tidak ada kata-kata para pemimpin dunia yang tak bermakna. Soekarno adalah salahsatunya, karena beliau adalah tokoh besar perdamaian dunia pada masanya. Bayangkan, di tengah kesibukan bangsa Indonesia merapikan negaranya pasca kemerdekaan, justru Soekarno sudah jauh melanglangbuana ke skala dunia. Bukan tak memikirkan soal perapihan perangkat-perangkat bangsa, melainkan beliau memanglah sosok pemimpin sebenarnya. Skala pemikiran dan pandangannya luas, menyapu wilayah yang besar, lebih besar dari kapasitas hal yang dipimpinnya.

Inilah yang agaknya perlu kita jadikan kriteria dalam memilih pemimpin bagi Indonesia. Sudahkah kita menimbang secara seimbang tentang skala pemikiran ini? Debat Capres tadi malam semestinya menjadi pembuktian yang sangat fair untuk bisa kita jadikan pertimbangan. Skala pemikiran seorang pemimpin mesti luas, karena banyak rakyat yang kepentingannya harus dilihat, di samping banyak negeri di luar sana yang keberadaannya penting ditinjau, karena Indonesia adalah bagian dari dunia. Maka gagasan seorang capres tak boleh lagi berhenti pada skala mikro. Bukankah Presiden nantinya akan memimpin banyak pimpinan-pimpinan lainnya yang akan bergerak pada wilayah mikro? Disinilah kapasitas pemikiran seorang Presiden dipertaruhkan. Jika masih berada di level mikro, akankah masalah yang sebegitu rumit dan banyak mampu ia selesaikan seorang diri?

Begitu banyak tokoh dunia, dan tak pernah satu pun yang berfikir mikro. Bahkan seorang Nelson Mandela, menyatakan apharteid bukan hanya soal pembedaan hak-hak warga negara, melainkan lebih dari itu, ini adalah persoalan kebobrokan moral. Lagi-lagi skala makro. Berfikir hingga ke akar persoalan, bukan memandang dari 'pucuk' yang terlihat. 

Presiden yang kita butuhkan tak sekedar presiden yang mampu mengurus pernak pernik masalah dalam negeri bukan? Presiden yang kita butuhkan adalah presiden yang mampu berdiri di hadapan dunia, dengan bangga menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia. Bagian dari masyarakat dunia yang suaranya wajib didengar, kebijakan politik Internasionalnya wajib dihormati, serta hak dan kewajibannya wajib dijamin. Jika saat ini, kita masih belum (mau) mendapatkan pemimpin yang seperti ini, harap bersabar jika perusahaan asing pengeruk kekayaan masih berani menancapkan taringnya di bumi Indonesia. Jika kita sudah jengah dengan kenyataan pahit ini, bukankah ini saat yang tepat untuk mengubah segalanya? (RD)

Posting Komentar

0 Komentar