Mapay Lembur di Cisaranten Endah, Arcamanik |
Pagi itu kira-kira pukul 10.30. Matahari telah naik. Cukuplah untuk membuat kami kegerahan. Tetapi itu tidak menyurutkan langkah kami. Berbekal beberapa gulung kalender, poster, stiker, dan brosur, kami tancap gas menuju daerah Sukasari.
Katanya sih daerah yang tidak ada kadernya. Kami 5 orang, 4 orang mahasiswa dan 1 orang ummahat. Kami bagi tugas, 2 orang menempel stiker, 3 orang masuk ke gang dan membagikan kalender beserta stiker dan brosur ke rumah-rumah. Saya dan seorang teman, juga ummi kebagian membagikan kalender ke rumah-rumah.
Daerah Sukarasa memang cukup sepi. Banyak
rumah yang tertutup pintunya, sehingga kami kadang harus mengetuk pintu dan
mengucapkan salam untuk memastikan apakah ada orang atau tidak. Jika tidak ada,
kami beralih ke rumah yang lain.
Selama berkeliling saya agak kasihan melihat
ummi yang saat itu berjalan sambil menggendong putranya. Saya menawarkan biar
kami saja yang melakukan, ummi bisa menunggu di tempat kami memarkirkan motor.
Tetapi satu jawaban yang membuat saya takjub, dulu ketika Direct Selling pemilihan walikota, ummi bahkan sedang hamil tua.
Jadi lebih berat daripada kondisi sekarang. Ternyata benar ya kata orang, tidak
sering mengambil rukhsakh membangun militansi. Wah saya jadi tambah semangat!
Ada
satu hal menarik sekali bagi saya yang ingin saya bagikan kepada ikhwah fillah
ketika berkeliling. Ini pengalaman pertama bagi saya. Saat itu saya sedang
menunggu dua teman yang tengah menempel poster di dekat pos ronda. Saya berdiri
di depan sebuah rumah. Tiba-tiba dari dalam terdengar suara sapu lidi.
Sepertinya ada yang sedang menyapu halaman.
Lalu pintu gerbang dibuka.
Keluarlah seorang wanita muda seperti dugaan saya tadi, menyapu halaman. Ekspresi
wajahnya datar. Malah lebih ke judes. Saya agak ragu untuk memberikan kalender
yang ada di tangan. Tetapi saya berbisik “apa yang kamu takutkan?”. Akhirnya
saya memutuskan untuk memulai percakapan seperti sebelumnya.
“Mba,
sudah punya kalender 2013?”
“Belum”.
Jawabnya singkat.
“Ini
saya punya kalender mbak. Barangkali mau. Silahkan diambil.”
Mbak
itu terdiam sesaat.
“Gratis
kok mbak.” Sambung saya sambil menyodorkan satu buah kalender.
Mbak
itu langsung masuk ke dalam. Sepertinya memberikan kalender itu kepada seseorang.
Lalu terdengar suara tapak kaki setengah berlari. Rupanya mbak yang tadi.
“Teh,
masih ada kalendernya? Boleh minta lagi?” Tanyanya sembari senyum.
“Oh
ada, ada silahkan diambil.” jawabku girang.
Mbak
itu mengambil kalender dengan gembira lalu masuk lagi ke dalam seperti
sebelumnya. Lagi-lagi Mbak itu keluar. Tetapi kali ini bukan meminta kalender.
Wajahnya sumringah. “Teh, masuk, si Ibu mau ngobrol”.
Deg.
Saya kaget. Menyadari rumah siapa yang saya masuki. Saya melihat hiasan pita
hijau, kuning emas, dan merah menghiasi dinding. Beberapa hiasan natal. Aduuuh, saya masuk rumah seorang kristiani.
Kira-kira si ibu bakal marah gak ya? Aduuh. Itulah pikiran saya saat itu.
Takut. Takut dimarahi lebih tepatnya.
Namun memoar kisah seorang kader PKS yang
DS ke rumah petinggi PDIP yang pernah diceritakan murobbiyah membuat saya
sedikit berani. Saya pun masuk. Di hadapan saya berdiri seorang wanita paruh
baya dengan kalung salib besar di lehernya. Tetapi bukan wajah masam yang
terpasang. Senyum ceria lah yang saya temukan di paras wanita itu.
“Teh,
ini betul kalendernya dibagi-bagikan? Kok bisa gratis sih?”
“Iya
bu, ini dari pak Gubernur.”
“Oh
pak gubernur nyalon lagi? Wah saya seneng betul lo sama pak Aher.”
“Wah,
kenapa bu?”
“Iya
soalnya banyak keunggulan dan betul-betul saya bisa rasakan manfaatnya. Jadi
saya seneng banget lihat berita-beritanya.”
“Iya
bu. Jangan lupa bulan februari 2013 ya bu.”
“Pasti
Teh. Pasti. Oh iya Teh, masih ada kalendernya?”
“Oh
ada bu, masih banyak. Mau lagi bu?”
“Iya
Teh, saya mau bagikan ke anak-anak kosan, dan akan saya suruh mereka untuk
pilih Pak Aher.”
Merinding.
Saya
pun pamit. Dan masih dengan semangatnya sang ibu mengantarkan kami sampai ke
pintu gerbang. Asli. Saya merinding mendengar pengakuan langsung dari seorang
kristiani tentang kepemimpinan Ustadz Aher. Maka tidak heran juga kenapa PDS
mau berkoalisi dengan PKS. Sungguh, Islam itu Rahmatan lil ‘alamin. Pengalaman
berharga yang saya dapatkan hari ini bersama teman-teman.
-Yeni
Rahmadhani Chaniago/ Kader PKS Sukasari-
-bersama
Okti Farriha, Gia Juniar, Iros Herminawati, dan Ummi-
0 Komentar