Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) menilai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Bandung tentang
Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) 5 Pilar Tahun 2025-2045 dibuat
untuk menyelaraskan berbagai aspek pembangunan yang berkaitan dengan penduduk.
Diharapkan, dengan adanya perda
GDPK yang komprehensif, maka pembangunan kependudukan dapat berjalan lebih
terarah, sistematis, dan berkelanjutan, serta mampu memberikan manfaat maksimal
bagi seluruh masyarakat.
"GDPK ini menjadi kerangka
acuan yang komprehensif untuk mencapai pembangunan kependudukan yang
berkelanjutan dan berkualitas," ungkap Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung
Ahmad Rahmat Purnama.
Lima pilar yang dimaksud dalam
GDPK adalah pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk,
pembangunan keluarga, penataan persebaran dan mobilitas penduduk, serta
penataan administrasi kependudukan.
Dalam penyusunan Reperda GDPK,
Fraksi PKS juga mengingatkan beberapa faktor krusial yang harus diperhatikan
baik itu aspek strategis, substansi, teknis, dan partisipasi masyarakat agar
peraturan tersebut relevan, implementatif, dan berkelanjutan.
Seperti aspek strategis, Ahmad
memandang perlunya kesesuaian dengan kebijakan nasional serta daerah dan juga
responsif terhadap isu lokal. "Dalam artian rancangan perda ini harus
menjawab tantangan spesifik Kota Bandung, seperti tingkat urbanisasi yang
tinggi, kepadatan penduduk, tingkat pengangguran usia muda, kesenjangan akses
layanan dasar, tingkat perceraian, stunting, dan lainnya," ungkapnya.
Sementara dari aspek substansi,
kata Ahmad, ke 5 pilar harus dikaji secara komprehensif sehingga kompatibel
diterapkan di Kota Bandung. Selain itu pula raperda ini harus sesuai dengan
prinsip HAM dan inklusivitas dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat
terutama pada kelompok rentan yaitu perempuan, lansia, anak, penyandang
disabilitas serta tidak diskriminatif
"Penyusunan rancangan perda
tersebut juga harus berdasarkan basis data dan rencana pemutakhiran secara
berkala," terangnya.
Untuk aspek teknis, lanjutnya,
harus memperhatikan aspek kelembagaan, penganggaran, monitoring dan evaluasi,
sanksi dan penegakkan hukum. Sedangkan dari aspek partisipasi masyarakat,
ungkap Ahmad, peraturan daerah tersebut nantinya mendapat legitimasi sosial dan
politik.
"Dari aspek keberlanjutan,
peraturan daerah tersebut harus memuat mekanisme transisi antar generasi
pemimpin dan perangkat daerah, mengingat ini mencakup periode 20 tahun dan
perlu komitmen lintas pemerintahan untuk mengawal pelaksanaannya," ungkapnya.
0 Komentar