Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD
Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang
Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual.
Pansus ini telah resmi dibentuk
dan mulai melakukan sejumlah pembahasan awal.
Anggota Pansus 14, Susi Sulastri,
menegaskan pentingnya keberadaan perda ini di Kota Bandung sebagai langkah
antisipatif terhadap maraknya penyimpangan perilaku seksual.
“Kenapa perda ini harus ada di
Kota Bandung? Karena kita ingin Bandung menjadi kota yang bebas dari
penyimpangan pelaku seksual,” ujar politisi perempuan dari PKS ini.
Susi menjelaskan, perda tersebut
tidak lahir karena kondisi darurat penyimpangan seksual, melainkan sebagai
bentuk pencegahan dini agar perilaku menyimpang tidak berkembang di masyarakat.
“Kalau dibilang darurat, sih
tidak ya. Berdasarkan data yang ada, kasusnya tidak terlalu besar atau
signifikan untuk disebut darurat. Tapi semangat dari perda ini adalah
menjadikan Kota Bandung bebas dari perilaku penyimpangan seksual,” tegasnya.
Ia menambahkan, Dinas Kesehatan
akan menjadi instansi utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan perda
tersebut. Namun, pelaksanaannya akan melibatkan kerja sama lintas perangkat
daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
“Perda ini nanti akan menjelaskan
berbagai hal mulai dari upaya pencegahan, rehabilitasi, hingga jenis-jenis
penyimpangan yang dimaksud. Salah satunya juga akan dibentuk satgas penanganan
penyimpangan perilaku seksual,” tutur Susi.
Melalui perda ini, Susi berharap
pemerintah kota dapat memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan mitigasi
dan pengendalian perilaku seksual berisiko.
“Harapannya, dengan adanya perda
ini kita bisa mencegah dan mengendalikan perilaku seksual berisiko di Kota
Bandung. Jadi ketika muncul hal-hal kecil yang mengarah ke sana, kita bisa
segera mengantisipasi dan melakukan langkah mitigasi,” imbuhnya.
Dikatakannya, kasus-kasus
penyimpangan seksual secara general mungkin banyak yang dilaporkan orangtua
pada DPRD. Di mana kasus penyimpangan seksual terjadi di sekolah. Ada warga
yang melaporkan bahwa anaknya risih terhadap teman dekatnya yang menjadi aneh
pada sesama jenis atau orang tua yang melihat hal-hal yang tidak layak untuk
dilakukan perempuan atau laki-laki.
"Nah hal-hal ini yang akan
kita bahas dalam perda. Atau saya pribadi pernah lihat dalam sebuah fasilitas
publik dipertontonkan secara bebas dan mereka tidak merasa malu berpelukan dan
bermesraan antara laki-laki dan laki-laki. Mudah-mudahan dengan raperda ini
nanti menjadi perda bisa menjadi payung hukum yang kuat unruk menanggulangi
masalah-masalah penyimpangan seksual ini," ujarnya.
Untuk langkah pencegahan, kata
Susi, pansus akan meminta pada Pemkot Bandung adanya kegiatan edukasi yang akan
ditetapkan dalam pasal-pasal. Sementara untuk pengendaliannya, dalam salah satu
pasal disebutkan adanya pembentukan satuan tugas (satgas) yang berasal dari
beberapa elemen masyarakat dan pemerintahan.
"Kalau sanksi dalam raperda
ini saya tidak melihat ada pasal tentang sanksi. Tapi itu nanti kita akan
bahas, kalau sanksi ada dalam perda-perda yang lain yang relate dengan perda
ini maka tidak perlu ada sanksi dimasukkan dalam pembahasan ini. Tapi kalau
nanti ternyata tidak ada sanksi yang relate dengan perda ini, maka kita akan
minta dibuatkan satu atau dua pasal yang membahas tentang sanksi bila ada
masyarakat yang melakukan penyimpangan perilaku seksual," jelasnya.
Diharapkan, dengan keberadaan
perda ini maka masyarakat merasa aman karena sudah ada payung hukum dan Pemkot
Bandung punya program-program yang bisa dijalankan karena ada cantolannya.
"Mudah-mudahan dengan semua
program dibarengi ikhtiar yang kita lakukan, maka bisa mencegah atau bahkan
zero case, tidak ada penyimpangan seksual di Kota Bandung, itu yang kami
lakukan," harapnya.
0 Komentar