Farhan-Erwin Harus Tinggalkan Zona Nyaman, Kerja dengan Target Terukur

 

Sekretaris Komisi 1 DPRD Kota Bandung Susanto Triyogo Adiputro mengkritik kinerja Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dan Wakil Wali Kota Bandung Erwin. Seratus hari masa kepemimpinan pemimpin Bandung itu dinilai belum terlihat arah kerja yang jelas, apalagi gebrakan nyata dalam menjawab berbagai persoalan mendesak di Kota Bandung. Setidaknya, lebih dari lima hal yang disorot anggota DPRD Dapil 7 Kota Bandung itu.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai, kinerja Farhan-Erwin tanpa rencana kerja dan ukuran kinerja. Hingga kini, tak pernah disampaikan secara resmi kepada publik apa yang menjadi rencana kerja atau rencana aksi konkret dalam seratus hari pertama.

"Tanpa indikator atau target yang terukur, maka kinerja kepala daerah sulit dievaluasi secara objektif. Ini menjadi pertanyaan mendasar: sebenarnya apa yang dikerjakan selama 100 hari ini?" kata Susanto, Jumat, 30 Mei 2025.

Wali Kota Bandung Farhan

Pria kelahiran 1 Juli 1991 itu bahkan menyebutkan, pemerintahan Farhan-Erwin terjebak dalam rutinitas seremonial. Tak ada terobosan baru dalam pelayanan publik, reformasi birokrasi, ataupun penguatan sistem kerja berbasis teknologi yang seharusnya bisa mendongkrak efisiensi dan kualitas layanan kepada warga.

Begitu pula dengan pelayanan publik yang dinilai lambat dan tak responsif. Laporan masyarakat yang masuk melalui berbagai kanal aduan seringkali lambat ditanggapi.

"Prosedur yang berbelit-belit membuat warga kecewa dan frustasi. Padahal, pelayanan publik yang responsif dan cepat adalah wajah utama pemerintah di mata rakyat," tuturnya menegaskan.

Susanto menyorot penanganan sampah di Kota Bandung yang minim gebrakan. Padahal, salah satu masalah akut di Kota Bandung adalah persoalan sampah.

Kasus tumpukan sampah di Pasar Gedebage bahkan sampai bikin Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turun tangan. Hal tersebut menunjukkan lemahnya inisiatif dan koordinasi pemerintah kota dalam mengurus hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab utama.

Penanganan banjir, seperti dikatakan Susanto, masih bersifat reaktif, bukan preventif. Tidak terlihat adanya rencana jangka pendek maupun jangka panjang yang konkret untuk mengatasi persoalan banjir, terutama di kawasan rawan.

Selanjutnya, kekosongan beberapa jabatan strategis di tingkat dinas maupun kewilayahan masih kosong, tidak menjadi prioritas wali kota. Padahal, kekosongan ini berdampak langsung pada terganggunya pelayanan publik di masyarakat.

Pengelolaan aset juga tak luput dari pandangan Susanto yang menilai kalau Farhan-Erwin tidak transparan, hingga saat ini belum menunjukkan keseriusan dalam memperbaiki sistem pengelolaan aset. Belum ada sistem digital registrasi aset yang terbuka dan bisa diakses publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Farhan-Erwin juga dinilai tak melaksanakan apa yang menjadi jargonnya, kolaborasi dan partisipasi masyarakat. Dalam praktiknya, kata Susanto, hal tersebut belum terwujud dalam bentuk kebijakan maupun mekanisme nyata. Warga tak dilibatkan secara bermakna dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

"Seratus hari pertama seharusnya menjadi fondasi awal yang kuat, bukan sekadar masa adaptasi. Farhan dan Erwin harus segera meninggalkan zona nyaman retorika dan mulai menapaki jalur aksi nyata.

Dia berjanji, DPRD Kota Bandung bakal terus mengawal dan mengingatkan, agar janji yang telah disampaikan tak sekadar kenangan tanpa realisasi.

Posting Komentar

0 Komentar