Kota Bandung kembali dilanda
kabar memilukan. Belum lama ini, seorang perempuan disekap dan mendapatkan
kekerasan seksual di dalam kamar rumah, Gang Babakan Asih, Kecamatan Bojongloa
Kaler, Kota Bandung selama sebulan oleh pacarnya.
Setelah mendapat pertolongan,
korban yang berstatus sebagai seorang janda itu enggan melanjutkan proses
hukum. Ia justru memaafkan perbuatan pacarnya.
Hj. Salmiah Rambe |
Melihat kasus ini, Anggota DPRD Kota Bandung Komisi D Salmiah Rambe pun ikut angkat bicara. Sebagai seorang perempuan, ia sangat menyesalkan kasus ini.
"Ini tentu catatan buruk
yang harus jadi perhatian Pemkot Bandung. Ini adalah perbuatan yang sangat
tidak berperi kemanusiaan dan kejam, nauzubillah," ujar Salmiah.
Ia menjelaskan regulasi terkait
kasus kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual bakal dikenai pasal 285 KUHP
dengan paling lama penjara 12 tahun, jika hingga menyebabkan kematian maka
penjara maksimal bisa sampai 15 tahun. Namun Salmiah menilai regulasi ini tak
cukup membuat pelaku jera, bahkan sekalipun dikenakan ganjaran hukuman yang
terberat.
"Menurut pengamatan saya
banyak sekali kasus pemerkosaan yang karena regulasi, itu dipenjara tidak
selalu 12 tahun. Jadi tidak cukup untuk memberi efek jera untuk pelaku
pemerkosaan. Sebetulnya kalau dalam hukum syariat Islam, orang yang melakukan
perbuatan zina atau pemerkosaan bisa mendapat hukuman cambuk disaksikan banyak
orang, bahkan dirajam sampai mati," katanya dengan tegas.
"Tapi hukum ini kan tidak ada di Indonesia, kita punya regulasi sendiri,
mungkin ini tidak cukup membuat efek jera. Nyatanya dari hari ke hari, banyak
berita kalau regulasi ini tidak bisa mencegah perilaku ini. Apalagi pemerkosaan
artinya memaksa, hukumannya lebih berat lagi, ini menurut saya dari sisi ini
memang perlu ditegakkan lagi hukumnya minimal pelaku ini dikenakan KUHP
terberat," lanjutnya.
Politisi PKS ini pun menjelaskan bahwa sudah seharusnya perempuan dibekali dengan kemampuan
dan pemahaman untuk berani dan mau melawan. Terlebih dalam kasus ini memang
terdapat kendala dalam penanganan pasalnya korban adalah perempuan dewasa.
"Dari pihak perempuan sudah
dewasa, bukan lagi anak-anak. Sehingga bisa berpikir dan memiliki kekuatan.
Memang terlihat ada kelemahan ya pada korban karena tidak berani berteriak dan
melawan. Maka perlu diedukasi perempuan dewasa semestinya harus mampu
melindungi diri, fisik, dan jiwanya. Lebih parah lagi, ternyata sudah sebulan
dikurung dan tinggal di dalam rumah. Ini kan juga menjadi tanda tanya,
bagaimana kepedulian sesama anggota keluarga? Jadi catatan kritis bagaimana
ikatan keluarga harus berkomunikasi. Kepedulian antar lingkungan perlu
ditingkatkan. Semoga kejadian ini membuat sesama lingkungan lebih peduli,"
ujar Salmiah.
Pihaknya memang baru mengetahui
kabar ini. Rencananya, dari Komisi D bakal mempercepat menggodog regulasi baru
untuk mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota
Bandung lebih awas soal kasus serupa. Salmiah ingin DP3A punya program nyata
untuk melindungi kaum perempuan, didukung dengan adanya Raperda Perlindungan
dan Pemberdayaan Perempuan.
"Saya dan teman-teman Komisi D belum lama ini juga mendengar kasus serupa.
Saya gaungkan terus di DPRD untuk segera membahas Raperda Perlindungan dan
Pemberdayaan Perempuan agar mencegah kasus-kasus tadi. Bagaimana perempuan bisa
kuat dan mampu menolak paksaan laki-laki yang bejat. Ini juga jadi tugas kita
semua termasuk para dai, memberi arahan agar wanita punya kekuatan iman yang
kuat, dekat dengan Tuhan. Maka ia akan diridhoi dan mendapat pertolongan serta
perlindunganNya. Kita harus mampu melakukan tindakan melawan dan akan kita
perjuangkan Raperda tadi," janjinya.
Sekedar diketahui bahwa sejauh ini, memang di kota Bandung belum ada peraturan
daerah yang spesifik untuk perlindungan perempuan. Mayoritas mengatur tentang
perlindungan anak, seperti Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 (sebelumnya
nomor 10 tahun 2012) tentang penyelenggaraan perlindungan anak. Sementara
peraturan adanya tim pendampingan untuk kekerasan perempuan dan anak terdapat
di Keputusan Wali Kota.
Ahmad Farid Fakhrullah
0 Komentar