Dua hari setelah Pemilu 2019, saya bercakap dengan tetangga. Usai
mengucapkan terimakasih sudah memilih 02 dan PKS, saya memintanya untuk
terus mendoakan agar PKS istiqomah. Juga mengabarkan raihan suara yang
melejit.
"Ya, karena PKS punya visi dan misi yang bisa diterima akal sehat," katanya via pesan WhatsApp.
Terminologi 'Akal Sehat' belakangan ini memang semakin moncer paska
dilontarkan oleh Rocky Gerung. Akal sehat gambaran dari cara berpikir
yang tetap lurus meski banyak pihak yang berusaha membelokkannya. Dia
juga cerminan dari kedalaman wawasan sehingga tetap berpikir jernih,
objektif tanpa membabi-buta membela salah satu pihak.
Lebih dari itu, akal sehat adalah sikap dan tindakan yang berani
berbeda, mendobrak kejumudan dan pakem yang selama ini dianggap jadi
tradisi atau kebenaran. Akal sehat sebuah anomali yang berlandaskan data
dan fakta dengan tujuan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Anda boleh setuju atau tidak. Tapi melihat bagaimana perjalanan PKS
selama 21 tahun, harus diakui partai dakwah ini berusaha merawat akal
sehat publik. Apa buktinya?
Pertama, PKS lahir tanpa tokoh besar dan terkenal. Pada 1998, ketika PK
didirikan, siapa yang mengenal Ustadz Rahmat Abdullah, Hidayat Nur Wahid
dan Nurmahmudi Ismail? Dipastikan tidak ada kecuali kadernya sendiri.
Sementara itu, di saat yang sama berdiri PAN dengan figur Amien Rais,
PKB dengan Gus Durnya dan lain sebagainya. Pada titik ini, kita bisa
melihat ada upaya menjaga akal sehat bahwa mendirikan parpol tak melulu
bergantung pada ketokohan.
Kedua, Presiden PK Nurmahmudi Ismail mengundurkan diri setelah diangkat
oleh Presiden Abdurrahman Wahid jadi menteri kehutanan. Ini dilakukan
agar tidak rangkap jabatan dan bisa fokus. AD/ART partai mengatur hal
ini secara eksplisit.
Di saat fenomena rangkap jabatan ketua umum parpol yang secara bersamaan
juga jadi menteri, ini adalah anomali. Sebuah cara merawat akal sehat
publik bahwa cara-cara semacam itu tak boleh dilakukan karena bisa
memunculkan vested interest.
Ketiga, saat pergantian kepemimpinan dari tingkat pusat hingga ranting,
hampir tidak ada gejolak yang berarti. Yang terjadi justru saling
mempersilakan untuk tampil sebagai pemimpin.
Ini langka. Di saat kursi pimpinan partai jadi rebutan karena dapat
membawa keuntungan politik dan melakukan mobilitas vertikal, PKS justru
kebalikannya. Ada ikhtiar merawat akal sehat masyarakat bahwa jabatan
politik itu bukan untuk kekuasaan semata.
Keempat, caleg minim artis. Padahal, parpol lain justru berlomba-lomba
menjadikan artis sebagai vote getter. PKS seperti ingin mengingatkan
akal sehat kita bahwa tak cukup hanya ketenaran untuk menjadi politisi.
Tapi ada bekal lain yang harus dimiliki.
Kelima, terus bergerak meski pemilu dan pilkada tidak ada. Dan ini sudah
berlangsung sejak partai ini berdiri. Ketika ada bencana,
kader-kadernya langsung terjun membantu.
PKS ingin merawat akal sehat kita bahwa partai itu bukan semata-mata
buat kekuasaan, mengejar kursi presiden, menteri, gubernur, walikota dan
bupati. Tapi juga berkhidmat untuk rakyat sepanjang waktu.
Keenam, konsisten menjadi partai oposisi meski tawaran dari Penguasa
datang menggoda. Itu bisa dilihat paska Pilpres 2014. PKS istiqomah
walau bujukan dan rayuan diberikan. Di saat yang sama, justru ada partai
yang semula berseberangan kemudian balik badan dan duduk bersama
pemerintah.
Ketujuh, menawarkan politik gagasan dan keceriaan di saat wacana publik
dipadati dengan saling memaki dengan diksi buta, tuli, sontoloyo,
genderuwo hingga libas dan lawan. Mengerikan.
Dalam pemilu 2019, perhatikan baik-baik. Adakah partai yang menawarkan
program nyata buat masyarakat? Sejauh ini baru PKS dengan tawaran empat
janji kampanyenya: UU Perlindungan Tokoh Agama, SIM Seumur Hidup,
Penghapusan Pajak Motor dan Bebas Pajak Penghasilan dibawah Rp 8 juta.
Di sisi lain, PKS juga menawarkan politik yang ceria dan gembira. Mereka
melakukan flash mob di seluruh Indonesia bahkan luar negeri.
Ini semacam usaha PKS menjaga akal sehat publik bahwa politik itu tidak
seseram yang dibayangkan. Ada keceriaan dan kegembiraan. Juga ada ide
dan gagasan untuk kesejahteraan masyarakat.
Kedelapan, menyiapkan dan mengelola saksi. Pekerjaan ini tak bisa
dilakukan partai lain. Karena biayanya sangat tinggi dan butuh orang
banyak. Tapi PKS nyatanya bisa.
Saksi dalam hajatan pemilu sangat penting. Kualitas demokrasi akan
sangat bergantung dari ada atau tidaknya saksi di TPS. Sebab dengan itu
kecurangan akan bisa dihindari.
Keseriusan PKS mengelola saksi sejatinya ingin merawat akal sehat kita.
Pada saat partai lain mungkin melakukan jalan pintas untuk menang, tapi
PKS memilih sabar dengan menyediakan saksi. Semata-mata bukan untuk
kepentingan PKS tapi juga partai lain dan demokrasi itu sendiri. Sebab
di lapangan, data yang dimiliki saksi PKS kerap jadi rujukan.
Begitu sempurnakah PKS? Saya pastikan tidak. Masih banyak pekerjaan
rumah yang harus diperbaiki agar PKS dapat menjadi partai papan atas dan
jadi pemenang suatu saat nanti.
Namun, seperti jalan demokrasi yang menitinya harus penuh kesabaran,
begitu pula ikhtiar merawat akal sehat. Perlu nafas panjang dan stamina
berlimpah di medan politik yang meminjam istilah Dahlan Iskan sebagai "
dunia yang bergetah".
Dan lonjakan suara PKS pada pemilu kali ini buah awal dari kesabaran
tersebut tanpa harus beruforia berlebihan. Agar orang-orang seperti
tetangga saya yang melihat PKS sebagai partai akal sehat semakin banyak.
Selamat Milad ke-21 PKS
Erwyn Kurniawan
Presiden Reli
sumber : blog.pks.id
0 Komentar