Makin deg-deg an
dan makin cenat cenut pikiran pas liat isu terkini
Ada yang tau isu
apa yang hangat sekarang?
Ini sedang
hangat akan di sahkannya RUU P-KS (Penghapusan Kekerasan Seksual)
Secara kasat
mata, Rancangan Undang-Undang (RUU) ini seperti ingin membela kedudukan
perempuan, tapi kenapa sih banyak pihak yang menentang RUU P-KS ini?
Ini jadinya kalau
aturan Pro Free Sex RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual diketok.
Prostitusi legal,
Aborsi legal, bebas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual
dan Transgender), dan bencana Sosyel
melanda (missal AIDS, penyakit kelamin, degradasi moral, agama fiksi dan broken home).
Adanya isu RUU
P-KS berbagai pihak tentunya harus merenung, negeri Indonesia sudah banyak
masalah dari berbagai sisi ekonomi, pemerintahan, Pendidikan, sosial dan lain
sebagainya. Tapi, betapa tdak menyangkanya kalua rancangan undang-undang punya
andil sekuat ini untuk membolehkan manusia melakukan keburukan dan kondisi ini
memberi peluang besar untuk memperburuk keadaan.
Yang jadi concern dalam penolakan RUU P-KS ini
karena isinya penuh dengan terminologi umum. Kita ambil saja kata terminologi “Kekerasan
Seksual.”
Kekerasan bisa
berarti membahayakan dan bersifat mengharuskan (KBBI).
Seksual memiliki
arti berkenaan dengan seks (jenis kelamin) dan berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan (KBBI).
Undang-undang
perlu terminologi yang jelas, untuk makna kekerasan rasanya hamper semua orang
memahami. Nah, yang harus dicermati ternyata kata “Seksual” karena RUU ini
menggunakan terminologi general yaitu “Seksual” artinya ini tidak hanya
hubungan suka sama suka kepada lawan jenis saja. Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) juga termasuk.
Bahkan, karena
seksual itu segala hubungan yang memiliki hasrat maka Pedofilia (seksual yang
menjadikan anak-anak sebagai objek seksual), Nekrofilia (seksual dengan merasa
terangsang ketika melihat mayat) dan kelainan seksual lainnya juga termasuk.
Feminis Radikal
Pengusung RUU P-KS (Penghapusan Kekerasan Seksual). RUU ini adalah proyek kaum
feminis yang ingin mengubah cara pandang masyarakat Indonesia terhadap isu
seksualitas.
Banyak perempuan yang tertipu dengan berbagai tawaran solusi yang diberikan. Atas nama penghapusan kekerasan seksual, masyarakat Indonesia mendukungnya. Padahal jika dicermati, banyak agenda tersembunyi dalam definisi maupun berbagai pasal dalam RUU ini.
Banyak perempuan yang tertipu dengan berbagai tawaran solusi yang diberikan. Atas nama penghapusan kekerasan seksual, masyarakat Indonesia mendukungnya. Padahal jika dicermati, banyak agenda tersembunyi dalam definisi maupun berbagai pasal dalam RUU ini.
Filosofi RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) = Bebaskan tubuh perempuan (dari nilai
moral dan agama). Siapa yang mengontrol tubuh perempuan (contohnya mengatur
cara berpakaian) maka anda telah melakukan kekerasan seksual dan harus
dipidanakan.
Maka dalam RUU
P-KS ini perzinaan, LGBT, pelacuran, aborsi, tidaklah dilarang (bukan
kejahatan) apabila dilakukan dengan kesadaran atau tanpa paksaan (by consent).
Apakah kita mau
mendukung RUU bernafaskan feminis radikal yang justru akan menghancurkan kaum
perempuan?
Apakah kita mau mendukung RUU yang bebas dari nilai moral dan agama ini?
Apakah kita mau mendukung RUU yang bebas dari nilai moral dan agama ini?
Sebagai info,
RUU P-KS ini akan menjadi prioritas untuk disahkan di tahun 2019.
Kekerasan seksual tidak sama dengan kejahatan seksual.
Kekerasan seksual tidak sama dengan kejahatan seksual.
Kekerasan
seksual asasnya: tidak ada paksaan. Aktivitas seksual yang haram jika dilakukan
dengan kesadaran (suka sama suka) bukanlah suatu kejahatan.
Kejahatan
seksual: melanggar norma dalam masyarakat, melanggar moralitas dan nilai -
nilai agama.
Oleh karena itu
kita harus menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena RUU P-KS ini tidak
akan mengkriminalisasi para pelaku kejahatan seksual.
Terkait RUU P-KS,
Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Bachtiar Nasir menyebutkan
ada beberapa pasal yang dianggap bisa menjadi pintu masuk bagi masyarakat
melakukan tindak semena-mena dalam perilaku seksualnya. Hal ini membuat MIUMI
tegas menolak RUU P-KS.
Ia juga
menyebutkan umat Islam harus bekerja lebih keras termasuk dalam penolakan RUU P-KS.
"Karena RUU P-KS ini lebih parah lagi. Yang
belum ada aja sudah parah begini, kita perlu berjuang keras," kata
Bachtiar.
0 Komentar