BEKAL KETERAMPILAN HIDUP UNTUK ANANDA


Oleh : Miarti Yoga

Ayah Bunda yang dirahmati Allah.

Semakin bertambah zaman, tentu akan semakin bertambah tantangan. Oleh karenanya, kita semua tentu punya PR besar tentang bagaimana caranya memiliki KEBERTAHANAN. Bertahan dalam berbagai kondisi, bertahan dalam ragam persaingan, bertahan dalam hal-hal yang di luar dugaan, dan bertahan dalam berbagai situasi yang tak terprediksi.

Selanjutnya, salah satu hakikat kita sebagai manusia adalah bagaimana kita dapat MEMPERTAHANKAN HIDUP. Apalagi bagi kita sebagai muslim, mempertahankan hidup tentu saja merupakan bagian dari jihad fiisabilillah. Sampai untuk urusan detail seperti memenuhi kebutuhan makan dan minuman sekalipun, itu adalah kewajiban yang bernilai ibadah dan tentu saja berpahala.

Ada satu contoh kasus yang mungkin sangat ekstrem. Seorang ibu yang hamil di luar nikah, namun pasca melahirkan, ia bangkit dengan segenap kekuatan untuk mampu bertahan hidup. Kita cukup mengambil pelajaran dari sikap mentalnya. Bukan dari kasus hitam yang –naudzubillahimindzalik-. Dengan kodisi pendidikan SMA-nya saja yang tidak sampai selesai, ia cukup kaget dengan kondisi dimana ia harus mengurus rumah tangga dengan usia sangat muda. Kondisi suaminya pun jelas belum matang secara finansial. Karena memamng menikahnya pun terbilang dadakan dan tentu saja karena terdorong oleh aib yang mereka perbuat sendiri. Namun kekuatan mental untuk bangkit cukup melimpah. Sang perempuan yang baru menjadi ibu itu mencoba membongkar satu potong baju. Kemudian dilihatr-lihatnya dengan seksama dan kemudian mencoba-coba untuk menjahit satu lembar kain. Apa yang terjadi kemudian? Dirinya hanya butuh waktu 2 sampai tiga tahun hingga rumah sederhanya berubah menjadi butik terpercaya di kotanya. Padahal apa yang dilakukannya nyaris tanpa modal. Bahkan hanya bermodalkan perasaan untuk bangkit.

Nah, sekarang bagaimana caranya agar konteks kebertahanan tersebut bisa kita bangun pada anak-anak kita. Pada generasi kita.

Berbicara soal kebertahana hidup, tentu tak bisa lepas dari keterampilan hidup. Mengapa keterampilan hidup? Karena keterampilan hidup adalah bagian dari bekal seorang manusia untuk dirinya mampu bertahan. Bagi seorang muslim, tentu bekal keterampilan hidup ini wajib kita bangun setelah bangunan keislaman dan keimanan (aqidah). 

Dan mengapa keterampilan hidup itu penting? Karena dalam konteks kehidupan yang susungguhnya, anak kita tak cukup hanya berbekal asupan-asupan akademiknya yang telah diserapnya selama di lingkungan atau di lembaga pendidikan. 

Maka jika prestasi akademik saja tidak cukup sebagai bekal, tentu kita perlu memiliki startegi khusus agar anak memliki satu keterempilan hidup. Dan ketika berbicara keterampilan hidup, sebetulnya sederhana. Kita bisa mengaitkannya dengan “passion”, kita bisa mengaitkannya dengan minat dan bakat, dan kita bisa mengaitkannya dengan sisi-sisi kelebihan anak kita.

Contoh :
Ada anak yang keranjingan menggambar den membuat desain-desain sederhana, jika dikembangkan dan terkembangkan, jangan-jangan akan tumbuh dan berkembang menjadi seorang arsitek yang hebat.
Seorang anak yang sudah terlihat lihai sejak kecil dalam membuat cerita-cerita fiksi, ini adalah sebuah bakal berharga dimana di kemudian hari dirinya memiliki kemampuan menulis
Dan lain-lain

Adapun contoh ekstremnya adalah ketika seorang anak yang berdasarkan hasil test dan observasi keseharian ternyata merupakan seorang anak berkubutuhan khusus (kesulitan belajar misalnya), maka paling tidak anak tersebut memiliki satu keterampilan hidup yang bisa menjadi bekal saat dia sudah dewasa atau sudah berumahtangga kelak. Sehingga untuk anak dengan kaus demikian, tentu kita tak bisa memaksakan atau memporsir kemampuannya untuk mendapat atau mengejar nilai akademik sesuai standar teman-teman pada umumnya. Tetapi justru, cukuplah ia memiliki bekal ketarmpilan serti merajut, menyulam, dan kemampuan motorik halus sejenisnya. 

Berikut adalah beberapa hal sederhana yang bisa kita jadikan bekal untuk kita mengidentifikasi kelebihan atau minat bakat anak-anak kita.

1. Mengobservasi tumbuh kembang anak tak harus selamanya dianggap sebagai sesuatu yang formal, yang harus senantiasa berhubungan dengan buku tumbuh kembang. Melainkan kita juga bisa menemukannya dari aktivitas keseharian anak kita. 

2. Semakin intens anak kita mengerjakan atau menekuni sesuatu, maka bisa disimpulkan bahwa dia memang berkecenderungan dengan hal ia kerjakan atau tekuni. Dengan kata lain, intensitas bisa menjadi alat ukur alamiah.

3. Menumbuhkan kepekaan diri untuk mulai memberikan fasilitas secara bertahap adalah sebuah keniscayaan, sehingga anak memiliki kesempatan untuk mencoba. Dan fasilitas yang dimaksud tak berarti sesuatu yang mahal dan sulit dicari, melainkan bisa kita upayakan dengan beberapa benda yang ada di sekeliling. Yang penting, kebutuhan anak untuk berekspresi atau berkarya bisa terpenuhi.

4. Mengafirmasi kehebatan anak juga menjadi sebuah kewajiban ita untuk mengokohkan rasa percaya diri anak. Karena dengan tumbuhnya rasa percaya diri, anak akan semakin bernergi untuk terus mencoba. Beberapa bentuk afirmasi yang bisa kita lakukan adalah dengan memujinya, dengan mendeklarasi bidang yang tengah digelutinya, dan bersama-sama membuat sebuah imajinasi tentang masa depan. Contoh : “Kakak memang calon arsitek yang hebat, yang mendunia.” Atau, “Adik hebat. Adik bakal jadi motivator yang menggerakkan banyak orang.”

Allohu’alam. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar

1 Komentar