Pemimpin dan Keluasan Berpersepsi




Tak mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang sesuai kriteria. Namun Maha Rahman Allah, telah mengedukasi ummat-Nya untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Jadi, jauh sebelum menjadi pemimpin secara yuridis, manusia telah difasilitasi Allah SWT untuk menjadi pemimpin secara psikologis bagi dirinya sendiri.

Namun fakta yang bertebaran menunjukkan bahwa  terdapat sekian banyak pemimpin yang didasari oleh motivasi materi dan kekuasaan. Pada akhirnya, mereka tak cukup berkemistri pada amanah yang harus dijalani.
Dan terjadilah hukum sebab akibat. Kemampuan seseorang dalam memimpin sebuah organisasi -baik dalam lingkup terkecil hingga lingkup terluas, tersebab kemampuan dirinya dalam mengelola dan mengendalikan rasa, pikiran, ucapan dan tindakannya sehari-hari.

Maka cukup sederhana untuk mengukur seberapa berkepasitas atau seberapa bijaksana atau seberapa bertanggungjawab seorang pemimpin dalam mengayuh amanahnya, maka perhatikan bagaimana profil keluarganya, perhatikan bagaimana struktur bahasanya, perhatikan bagaimana dirinya mengatur gestur, perhatikan cara ia berkomunikasi, perhatikan pula bagaimana ia dalam lingkungan sosialnya.

Pengukuran tersebut memang sangat sederhana. Bahkan terlalu sederhana. Namun persepsi publik adalah persepsi yang berdasar pada visualisasi. Tepatnya, yang terlihat secara konkret. Oleh karenanya, salah satu kriteria pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menjaga persepsi publik tentang dirinya. Karena dengan ia menjaga persepsi publik tentag dirinya, maka akan ada upaya positif untuk senantiasa menjaga sikap. Bahkan lebih jauh, saking berhati-hati drinya terhadap sikap diri, maka tak beban baginya untuk mengevaluasi diri pribadi, baik secara kinerja maupun kepribadian.

Selanjutnya, seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang konsisten menebar energi positif. Karena lagi-lagi, energi positif akan secara otomatis menjadi “ketampanan jiwa” yang akan menjadi magnet kekaguman yang objektif di mata publik atau di tengah orang-orang di lingkungan sekitarnya. Selain itu, energi positif itu sendiri adalah aura semangat, do’a, harapan, optimisme, kebesaran hati, keyakinan akan dikabulkannya impian-impian. Maka bagi siapa saja pemimpin yang senantiasa menebar energi  positif, bisa dipastikan bahwa masyarakatnya  atau orang-orang di sekitarnya akan turut berpikir positif dan berpersepsi secara luas alias cerdas dalam berprasangka.

Kriteria ketiga dari seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki keseimbangan. Seimbag antara intelektual dengan kemampuan mengolah emosi. Seimbang antara ragam impian dengan kekuatan spiritual yang dimiliki. Seimbang antara tugas organisasi atau tugas negara dengan perhatian terbaik untuk keluarga. Dan tentunya, seimbang antara pencitraan diri dengan jaminan kapasitas diri. Karena mereka yang terlalu sibuk dan terlalu berenergi untuk pencitraan profil diri sementara sangat tak seimbang dengan kapasitas diri, maka tak ada ruh dalam kepimpinannya. Tak ada pesona dalam setiap retorikanya.
Allohu ‘alam bishshowaab. Semoga bermanfaat.
(Miarti Yoga)

Posting Komentar

0 Komentar