Ledia Blak-blakan tentang Perppu Kebiri

Siti Muntamah, Ledia Hanifa dan peserta

Pembahasan pelaksanaan Perppu Kebiri masih terus berlanjut antara DPR. RI dengan pihak Pemerintah. Memerlukan ekstra enerji dan  nampak sangat seksi, terbukti banyak mengundang berbagai elemen masyarakat untuk ikut beropini khusus pemberlakuan sanksi kebiri

Dikatakan Ledia Hanifa Amaliah, S.Si.,M.Psi.T, bahwa Perppu no 1 tahun 2016 ini yang terkenal dengan Perppu Kebiri  karena di dalamnya ada sanksi kebiri. Perppu ini  mengatur sanksi tambahan terkait pelaku kejahatan kekerasan seksual pada anak, antara lain  pelaksanaan kebiri kimiawi serta pemasangan alat elektronik deteksi, disamping sanksi  hukuman mati, penjara seumur hidup dan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara bagi pelakunya.

Sebelum akhirnya blak-blakan membuka rumitnya membahas pelaksanaan kebiri kimiawi, anggota DPR.RI dari Fraksi PKS ini  memaparkan deret panjang fenomena kekerasan yang dialami anak di Indonesia. Dia menyoroti betapa biadab pelakunya dan dikatakan bahwa, sesungguhnya saat ini sedang berlangsung pergeseran mental manusia di Indonesia sehingga banyak terjadi kasus yang tidak manusiawi terhadap para penerus generasi.

Ledia menjelaskan bahwa dimasa reformasi telah lahir UU khusus yang mengatur tentang Perlindungan Anak, namun hanya menjabarkan hak-hak anak secara normatif, sehingga ketika berbagai kasus kejahatan kekerasan merebak, UU No 23 tahun 2002 ini  tak mampu melindungi lagi, maka di revisi melalui UU NO 35 tahun 2014 dengan lebih rinci seperti: Anak dalam situasi darurat, yang berhadapan dengan hukum, dieksploitasi, korban penculikan, perdagangan, kejahatan seksual, dan berbagai ketidak nyamanan lainnya.

Anggota DPR.RI Fraksi PKS Dapil kota Bandung dan kota Cimahi ini lebih lanjut membeberkan bahwa, dengan meningkatnya kejahatan terhadap anak secara signifikan di masyarakat, perlu sanksi yang benar-benar punya efek jera bagi pelakunya hingga tak lagi bernyali. Maka lahirlah Perppu No.1 tahun 2016 dengan memperberat sanksi diantaranya dikebiri dengan kimiawi serta pemasangan alat elektronik pendeteksi.

Pada kenyataannya pemberlakuan sanksi kebiri tak sederhana. Ledia merujuk pendapat dr.Boyke yang sempat diundang saat pembahasan Perppu ini bahwa, kebiri kimiawi dengan cara menyuntikkan hormon akan menurunkan libido pelaku, namun sisi lain memungkinkan berubah orientasi seksualnya menjadi tertarik ke laki-laki dan masih ada beberapa diskusi yang perlu pembahasan detail antara Pemerintah dan DPR.RI.

Terlepas pembicaraan tehnis pelaksanaan hukum kebiri yang belum tuntas, Ledia sangat mengapresiasi pemprov.Jabar yang sangat konsen terhadap perlindungan anak dan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang diraih baik perorangan maupun kantor BP3AKB. Peran serta hadirin yang mewakili dari berbagai unsur organisasi perempuan yang ikut terjun kelapangan pun  tak terkecuali,  sangat diapresiasi.

 Aleg dari PKS ini menggaris bawahi paparan sebelumnya yang disampaikan Siti Muntamah Oded, istri Wakil Walikota Bandung sekaligus praktisi Ketahanan Keluarga kota Bandung, bahwa kini Pemkot sudah memiliki Pusat Layanan Informasi Perlindungan Perempuan dan Anak (PLIPPA), ini merupakan bentuk keseriusan kota Bandung dalam menangani masalah kejahatan yang sering terjadi pada perempuan dan anak.

Acara Sosialisasi Peraturan Perundangan tentang Perlindungan Perempuan, Sabtu (23/07) di Nexa Hotel Bandung ini sengaja digelar karena sudah menjadi sorotan tajam program Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, agar undang-undang ini lebih dipahami oleh organisasi dan lembaga yang berkecimpung didalamnya.

Demikian penjelasan yang disampaikan Dipl.Ing.Hj.Diah Nurwitasari dalam pembukaan acara yang dihadiri antara lain oleh pengurus ormas dan lembaga perempuan mulai tingkat kota Bandung, Cimahi hingga tingkat Jabar  seperti BKOW, Salimah, PKK, PKP dan tak ketinggalan dari BP3AKB Jabar. 

Tak lupa Penulis menyertakan pendapat dari salah satu peserta sosialisasi, Wiwi Hartanti, M.Pd dari Salimah Jabar. Menurutnya dalam menegakkan Perppu no 1 tahun 2016, masih perlu perjuangan yang panjang dalam implementasinya, serta diperlukan kerjasamaa antar semua komponen bangsa ini. (Frieda Kustantina)


   


   





Posting Komentar

0 Komentar