Nyeri Level Seribu





pksbandungkota.com - Jika kaki terantuk batu terasa nyeri level tujuh dan andai siku terbentur sudut meja nyeri yang dirasa hingga level dua puluh lima. Lalu ketika orang tua  mendapati anak gadisnya madesu (masa depan suram) nyeri yang tercipta hingga level seribu, karena sakitnya tuh disini, disekujur hati.
Masa depan suram akibat pergaulan bebas yang tak kenal batas ini dikupas lugas oleh ustadz Rahmat Puryodo dalam ceramah Ramadhan 1437 H, di depan jamaah masjid Pusdai Bandung, Selasa (14 Juni 2016). Telinga siapapun yang menyimak akan panas dan seketika perut pun menjadi  mulas. Betapa tidak, anak yang ditimang dan disayang sejak kecil, begitu remaja direnggut mahkota daranya, tak lama kemudian disepah lalu dibuang. Begitulah hati seorang ibu, menanggung nyerinya digambarkan hingga level seribu.    

Oleh karena itu, Ketua IKADI Kota Bandung  ini mengajak ibu-ibu untuk sadar, betapa  pentingnya mengetahui seluk beluk pergaulan bebas anak zaman sekarang dan dampak yang ditimbulkan sebagai konsekuensinya. Diawali dengan merujuk fenomena kejahatan seksual yang kini merebak keseluruh wilayah Nusantara seperti tragedi Yuyun dan sederet kesadisan lainnya hingga anak dua setengah tahun yang tega digagahi karena hati nurani telah mati.

Motivator yang juga ustadz ini berbagi tips agar jamaah mampu membentengi keluarga dari ancaman kebejatan moral dengan cara menanamkan nilai-nilai agama sejak kecil. Harus selalu monitoring dan mengawal ketat  dengan siapa anaknya bergaul. Orang tua harus menumbuhkan kepekaan  dan naluri curiga, terutama terhadap orang-orang terdekat di sekitar anak, tak terkecuali terhadap suaminya, apalagi jika nilai-nilai agama tak tumbuh subur di dalam keluarganya. Betapa kini mudah ditemui berita paman menodai keponakan kecilnya, seorang ayah tega meniduri anak kandungnya. Na’udzubillahimindzalik.

Hal yang tak kalah penting menurut ustadz yang juga kader PKS Sukajadi Bandung ini adalah mengawasi penggunaan smartphone anak Anda dan memberikan alokasi waktu hanya untuk jam-jam tertentu, sekiranya anak masih usia SD. Jika kedua orang tua sibuk diluar rumah, harus punya waktu bersama keluarga dan ciptakan kehangatan, anak  harus sering dilibatkan dalam diskusi keluarga. Jangan sampai dalam kebersamaan keluarga masing-masing sibuk sendiri dengan smartphone-nya. Ponsel begitu mendominasi dan menggeser peran keluarga. Kini dunia seolah terpedaya dengan kalimat handphone itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Jika kehangatan didalam rumah tak didapat, anak semakin nyaman dengan dunia luar yang lebih hangat. Anak kita terperangkap dengan pergaulan bebas yang buas ,seperti seks bebas,  narkoba yang mengajak fly tanpa batas, atau kini yang lagi tren LGBT yang sangat beringas mencari mangsa generasi harapan bangsa. Ustadz melengkapi ceramahnya dengan tampilan dilayar monitor beberapa ciri anak yang telah terjerumus dalam pergaulan bebas, dengan tanda-tanda yang  mudah dikenali sebagai berikut
    
1.      Kejangkitan HIV / Aid
2.      Malas dan tidak bersemangat
3.      Prestasi belajar menurun
4.      Kurang percaya diri
5.      Suka hura-hura
6.      Menganut seks bebas
7.      Hilang rasa malu
8.      Hubungan dengan anggota keluarga renggang
9.      Tak berorientasi ke masa depan
 
Bapak yang salah satu putrinya pernah disekolahkan di Boarding School SMP.IT Assyifa Subang dan kini melanjutkan studi di Sekolah Menengah Umum, mengatakan bahwa hendaknya orang tua memberikan kebebasan bagi anak dalam memilih sekolah lanjutannya dan memberikan kesempatan anak untuk hidup proaktif di tengah masyarakat yang majemuk, asal anak sebelumnya telah  didasari bekal akidah yang kuat dan nilai-nilai Islam.  Tak lupa sebelum mengakhiri ceramahnya, ustadz Rahmat Puryodo mengingatkan pentingnya pengawasan melekat yang continue dan tetap berinteraksi dengan Qur’an serta tak lupa mentadaburinya.(Frieda Kustantina)   

Posting Komentar

0 Komentar