Dear Ayah Bunda. Selamat mengakrabi buah hati dengan berbagai
canda yang membahagiakan. Masih dalam suasana memperingati hari keluarga, penulis akan sharing salah satu metode mendidik anak.
Mungkin
diantara Ayah Bunda masih teringat dengan fenomena orang-orang inovatif di
negeri kita yang berhasil menciptakan beragam produk multi manfaat. Ada siswa
SMA yang mampu mencipatakn televisi, ada siswa yang mampu menciptakan mobil
dengan bahan alternatif, bahkan ada seorang praktisi kesehatan yang berhasil
menciptakan jaket dan helmet anti kanker.
Luar
biasa. Terobosan ilmiah untuk sebuah solusi berharga. Namun apa yang terjadi?
Ironisme lagi-lagi terjadi di negeri kita. Hasil inovasi yang sangat berharga
itu tidak diapresiasi sehingga terkesan sebagai produk tak layak. Padahal
jelas-jelas sebagai sebuah sousi mutakhir. Pada akhirnya, berhubung tak
mendapat penghargaan oleh pejabat berwenang di negeri sendiri, sang inovator
mencoba menawarkan ke negeri orang untuk diperiksa dan diapresiasi. Alhasil,
produk mereka diakui, dibeli, dihargai dengan nominal sangat menakjubkan, dan
diterapkan di negeri mereka.
Satu
renungan mendalam bagi kita sebagai orangtua adalah bahwa menomorsekiankan
sebuah produk alternatif yang sangat solutif, adalah bagian dari perwujudan
mental. Dalam arti, bangsa kita –diakui atau tidak-, memang kurang terbiasa
menghargai karya. Sehingga sangat wajar bila akhirnya selalu minim dalam
memberi pujian. Karena memang sikap demikian tertanam dalam rentang yang cukup
panjang.
Ini
terjadi pada banyak sisi kehidupan. Seorang mantan atlet nasional berakhir
dengan kehidupan sangat minus, sebuah karya tulis ilmiah dihargai dengan
penghargaan yang alakadarnya, dan sekian contoh serupa yang bisa kita temukan
di semua lintas generasi.
Pada
edisi kali ini, saya ingin mengajak Ayah Bunda sekalian untuk maknai surat
Al-Fatihah. Dalam surat yang merupakan ibu dari seluruh surat dalam Al-Qur’an
tertera jelas tentang pujian kepada Allah SWT.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang (1). Segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam (2). Dari dua ayat tersebut, tereksplisitkan jelas bahwa
Allah saja senang dan bahkan berharap dipuji hamba-Nya. Padahal tak kan
berkurang hebat Allah saat hamba-Nya abai dari memuji-Nya. Tetapi, Allah senang
jika hamba-Nya menyebut-Nya dengan nama-nama terbaik.
Nah,
dalam kaitannya dengan konteks pengasuhan, dapat kita tafakkuri bahwa jika
Allah yang Maha Segalanya begitu senang dipuji hamba-Nya, maka apalah lagi kita
yang sekadar hamba, yang hanya manusia dengan segala kebutuhannya untuk diauki
dan diapresiasi.
Demikian
pula dengan anak-anak. Meski secara fitrah, mereka itu periang, aktif, bahkan
mudah sekali memaafkan, namun mereka akan sangat membutuhkan pujian. Pun
sebaliknya. Mereka merasa tak layak, mereka merasa termarginalkan, mereka
merasa tak dianggap sebagai bagian dari kehidupan.
Persoalannya,
kita seringkali khilaf. Sehingga pengakuan kita tentang kebaikan mereka, sangat
tak sebanding dengan tuntutan kita mereka yang sekian banyaknya.
Allah
telah menyiratkan berbagai petuah dalam ayat-ayat-Nya, yang salah satunya di
dalam Al-Fatihah yang begitu dahsyat. Kita perlu latihan mental untuk
melunakkan ego diri. Apa sajakah latihan mental yang dimaksud? Berikut beberapa
dari sekian contohnya.
1.
Nama
Saat
kita hadapi mereka, sebutlah ia dengan nama terbaik. Panggillah dirinya dengan
terbaik. Berhati-hatilah memberi panggilan yang membuatnya tak berkenan. Dari
poin ini kita dapat maknai satu analogi terkait pemberian nama. Pastikan bahwa
nama yang kita berikan saat mereka lahir adalah nama yang bermakna do’a. Nama
yang baik. Nama yang positif. Nama yang merupakan ekspektasi dan manifestasi
dari visi misi hidup kita dan keluarga.
2.
Pujian
Ekspresikan
dalam kata yang jelas, kelebihan yang mereka punya. Jangan pernah pelit untuk
sekadar memberi pujian. Katakan mereka itu pintar, hebat, jaggoan, suka membantu,
rajin, dan sedert sikap-sikap positif lainnya. Terkait poin ini, yakinah bahwa
pujian kita akan sangat membangitkan energi mereka. Ketika suatu hari mereka
membantu kita di dapur, lalu kita pujin andil baiknya itu dengan pujian
terbaik, maka mereka akan sangat senang dan bersedia untuk membantu kita di
waktu berikutnya. Bahkan makhluk tak hidup sekalipun akan sangat memiliki
reaksi yang sangat berbeda terhadap pujian. Kita bisa lihat tumbuhan yang
menghiasi halaman kita. Cobalah dua pot tanaman kita sandingkan. Yang satu,
diberi nama dan dipuji setiap saat. Yang satu lagi, dibiarkan tanpa nama dan
tak penah diberi pujian atau diajak ngobrol. Maka yang terjadi berapa waktu
kemudian adalah dua tanaman yang sama dengan kondisi yang sangat berbeda. Yang tanpa
nama dan tanpa pujian layu kering. Sementara yang diberi nama dan dipuji setiap
saat, tumbuh dengan mulus, hijau, dan segar. Nah, maka apalah lagi jika hal ini
gerjadi pada manusia. Pada buah hati. Tentu akan sangat menyakitkan saat mereka
lebih anyak didiamkan dan disub-ordinatkan.
3.
Ulangi
Lakukan
pengulangan terhadap apa yang mereka ungkapkan. Ini sangat sederhana untuk kita
terapkan, dan banyak seakali contoh dialog terkait hal ini. Saat mereka berucap
: “Ma, tahu nggak. Adek udah bisa menggambar kelinci lho, maka sebaiknya kita
menanggapinya dengan cara mengulangi apa yang mereka sampaikan. “O ya? Bisa
menggambar kelinci ya? Kelincinya lucu ya?” Demikian kira-kira tanggapan baik
kita untuk mempertegas bahwa mereka didengar dan dihargai.
4.
Terima
Apapun
yang mereka lakukan, seperti apapun kemampuan mereka, mereka adalah buah hati
kita. Mereka masa depan kita. Terimalah keberadaannya dengan persepsi terbaik.
Maknai setiap kekurangannya sebagai sesuatu yang tentu bisa berubah.
5.
Doakan
Pada
setiap akhir dialog, mari upayakan untuk menyisipkan do’a terbaik untuk mereka.
Do’a yang bisa merasuk ke alam bahah sadar mereka sehingga menancap kuat dalam
jiwanya bahwa mereka adalah sosok yang baik.
· “Kakak
tambah pinter ya.”
· “Kakak
tambah banyak ya, isi celengannya.”
· “Adik
tambah berani ya. Adik udah bisa tidur sendiri.”
Mari mendekat dan terus merapat pada
Allah SWT. Allah Maha Segalanya. Kita menjejak di bumi-Nya. Maka pohonkanlah
ridho pada-Nya agar kita dimudahlan dalam berkata-kata. Kata yang baik, kata
yang dapat menyejukkan telinga buah hati kita, kata yang membangkitkan semangat
mereka. Mari memohon ampun dan bertaubat pada-Nya atas lidah kita yang begitu
mudahnya menyebutkan hampir semua keburukan yang ada pada anak-anak kita.
Mari ingat kembali tentang perkembangan
intelektual anak kita. Bahwa kehebatan seorang anak, kemampuan mekajubkan yang
mereka miliki, adalah buah dari kata-kata positif yang kita dengarkan padanya.
Sebaliknya, sikap mereka yang tidak normatif, tingkah mereka yang seringkali
membuat kita kesal, adalah akibat dari tutur kata kita yang disadari atau tidak
disadari telah merendahkan dan melukai perasaannya.
Demikian yang dapat saya bagikan.
Semoga bermanfaat. Allohu a’lam bish
showaab.(Miarti Y.)
0 Komentar