Kapankah Seharusnya Anak Mulai Diajarkan Mengenal Aurat dan Jenis Kelamin?




Pertanyaan tersebut nampaknya mulai mengemuka di tengah para orangtua. Menyusul begitu ramainya pemberitaan mengenai pelecehan seksual yang terjadi pada anak, bahkan sampai dilakukan oleh anak. Ditambah –tak dipungkiri- isu maraknya perkembangan komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) di Indonesia.

Siapa yang tidak akan ngeri? Suhu pemberitaan di Indonesia semakin memanas setelah begitu menggilanya kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi. Mirisnya, hal demikian tidak lagi ‘hanya’ terjadi pada anak yang dilakukan oleh orang dewasa, melainkan juga sudah sampai pada tataran anak melakukan pelecehan seksual pada sesama anak. Pertanyaannya, apa yang salah?

Sebelum bicara soal apa yang salah, mari sejenak kita pelajari tahapan perkembangan psikoseksual anak menurut Sigmund Freud :

- Fase Oral (0-1 tahun): Pusat kepuasan anak ada di mulut sehingga anak seringkali mengemut dan memasukkan segala sesuatu ke mulut. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.

- Fase Anal (1-2 tahun): Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet dimana anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.

Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua melakukan pendekatan pelatihan toilet (toilet training). Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini akan menjadi dasar bagi anak untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.

Namun hati-hati, melalui fase ini terlalu cepat menurut Freud dapat menghasilkan karakter anak yang kaku dan obsesif, sementara pendekatan yang terlalu lambat (banyak toleransi) bisa menyebabkan anak terbentuk menjadi pribadi yang tidak teratur.

- Fase Phallic (2-6 tahun): Pada fase ini, anak mulai tertarik pada alat kelamin dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Disinilah saat yang tepat untuk mengenalkan anatomi jenis kelamin dan gender. Perlu diingat juga, pada fase inilah saat kritis yang menentukan pemahaman seksualitas anak di masa mendatang.

- Fase Laten (6-12): Desakan seksual mengendur. Sekarang anak mulai tertarik pada keterampilan kognitif, pengetahuan dan budaya. Anak juga mulai mengembangkan keterampilan sosial. Sehingga pada fase ini, anak mulai suka bermain dan mengenal teman-temannya.

- Fase Genital (12 tahun-dewasa) : Dorongan seks pada fase phallic kembali muncul dan berkembang. Bedanya, ekspresi seksualitas pada fase ini lebih berkembang pada mulai munculnya perasaan suka kepada lawan jenis dan keinginan membina hubungan dengan orang yang disukainya.

Sehingga, apabila dilihat dari fase perkembangan menurut Sigmund Freud, secara alamiah anak akan mulai mengenal jenis kelaminnya dengan caranya sendiri pada fase phallic di usia 2-6 tahun. Maka, apabila orangtua gagal membimbing proses belajar anak pada fase ini, kemungkinan anak akan mengalami fase perkembangan yang tidak tuntas. 

Lalu, apa akibatnya apabila suatu fase tidak tuntas? Menurut teori psikologi, setiap anak harus menyelesaikan setiap fase perkembangannya hingga selesai. Fase yang tidak selesai akan berulang di masa mendatang, atau dengan bahasa sederhananya, anak akan mengulang tahap yang belum selesai pada usia tertentu di masa mendatang. Contohnya, kita bisa melihat anak yang terus mengemut jempol hingga usia balita, ini bisa jadi terjadi karena fase oralnya belum tuntas. Begitu juga pada fase phallic, apabila anak tidak memperoleh informasi yang sesuai dan cukup maka anak akan menyelesaikan proses belajarnya mengenai seksualitas pada usia berikutnya (di atas 6 tahun).

Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara tepat mengenalkan seksualitas, aurat dan jenis kelamin kepada anak pada fase phallic nya? Kita akan bahas pada tulisan berikutnya, Insya Allah.

Posting Komentar

0 Komentar