Ibu, Bekerja, dan Kembang Ilmu


 A mother is a person who seeing there are only 4 pieces of pie for 5 people, announces she never did care for pie. - Tenneva Jordan
Ibu adalah seseorang yang melihat ada 4 kue untuk 5 orang, maka dia berkata bahwa dia tidak tertarik dengan kue - Tenneva Jordan


Dosen saya, Pak Ari Samadhi, menceritakan bahwa Amerika sedang sering kerjasama dengan India dalam hal pengolahan data. Mengapa? Bukankah India begitu jauh, zona waktu berbeda, gap budaya dan lain sebagainya? Ternyata ancaman itu justru bisa menjadi peluang. Perusahaan di Amerika menyelesaikan pekerjaannya hingga sore hari, lalu data pekerjaannya dikirimkan ke India lewat email, yang saat itu sudah mulai pagi hari di India. Pekerjaan pengolahan data dilanjutkan oleh Perusahaan India, lalu setelah selesai sore hari waktu bagian India, dikirim balik ke Amerika yang sedang pagi hari waktu bagian Amerika. Pekerjaannya terus dituntaskan tak mengenal pagi malam. Hal itu mungkin berkat adanya ICT: Information and Communication Technology atau teknologi Informasi dan Komunikasi. Email, cloud, website, dan banyak isilah baru itu menjadikan dunia demikian erat.

Lalu saya berpikir, bila perusahaan India bisa bekerja untuk perusahaan Amerika yang jaraknya ribuan kilometer, lalu mengapa Ibu-ibu dan para istri tidak bisa bekerja dari rumah yang mungkin jarak ke kantornya hanya belasan kilometer?

Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A Fillah, beliau mengutip banyak karya sosiolog barat, ada sebuah gejala di mana munculnya pria metroseksual. Pria yang berdandan berlebihan bak wanita. Saat Riset Euro RSCG melakukan survey pada pria saat Semester 2 tahun 2004, pria yang merasa penting untuk mempercantik diri ada sejumlah 89%, mayoritas yang signifikan. Hal tersebut dianalisis karena para perempuan memasuki dunia kerja dan lalu para pria merasa tersaingi oleh keindahan alami perempuan. Maka pria pun membuat dirinya “cantik”

Ketika demo buruh kemarin misalnya, ada tulisan yang terpampang jutaan buruh Jomblo karena kerja 8 jam/hari.
Di sisi lain para ibu-ibu dan istri mendapat sebuah semangat kembali ke rumah dan menjadi ibu full time karena mendapat motivasi dan dorongan dari nilai-nilai agama seperti berbakti pada suami, dan merawat serta mendidik anak. Beberapa link yang cukup viral adalah sebagai berikut:

Kisah Nyata : Inilah Alasanku Berhenti Menjadi Wanita Karir:
http://www.wanitamasakini.com/2014/11/kisah-nyata-inilah-alasanku-berhenti-menjadi-wanita-karir/
Atau film Istri Paruh Waktu: https://www.youtube.com/watch?v=slCFLaiRmkE
Ada pula link artikel yang menceritakan mengapa para ibu tetap perlu kuliah tinggi meski akhirnya menjadi ibu rumah tangga yang bidangnya tak sesuai program doktor atau magisternya:
http://kuntawiaji.tumblr.com/post/449555884

Sungguh indah betapa para perempuan menyadari peran utama dirinya sebagai ratu di rumah dan kembali pulang menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu. Tapi wahai laki-laki, mari lihat gurat wajah mereka, lihat raut wajahnya. Mungkin di sana ada kerinduan dari beberapa ibu. Kerinduan dengan bidang ilmu yang ia asyik mahsyuki selama kurun waktu 4 tahun sarjana. Mungkin di sana ada sebuah mimpi ingin menjadi “wanita karir” sebagaimana perempuan lain yang tampak keren dengan fashion dan gaya mereka. Para ibu ini dengan perkasa, tetap di rumah; mencuci, memberi makan, membersihkan, menmani suami, meski dengan merelakan semua ilmu sarjananya menguap entah ke mana.

Tidak adakah jalan tengah di sini? Adakah suatu solusi sehingga para ibu bisa tetap berbakti sepenuh waktu di rumah tapi tetap bisa membaktikan ilmu sarjananya dan lebih hebat dari wanita-wanita karir itu, tanpa harus berpeluh keirngat ke kantor, rebutan kendaraan umum, berdesak-desakan dengan pria asing di bis, serta ditindas oleh atasan kantor? Bisakah ibu-ibu ini tetap bisa membaktikan dan mengembangkan ilmu sarjananya dengan keterbatasan ruang dan waktu.

Kita ingat lagi kisah perusahaan India yang membantu perusahaan amerika dari bagian awal artikel ini. Bila perusahaan India bisa bekerja untuk perusahaan Amerika yang jaraknya ribuan kilometer, lalu mengapa Ibu-ibu dan para istri tidak bisa bekerja dari rumah yang mungkin jarak ke kantornya hanya belasan kilometer? Dengan ICT (Information and Communication Technology) ini bisa dan mungkin dilakukan. Karena cinta kita kepada istri dan ibu kita, kita harus usahakan agar ini bisa.

Kita buat “Ibu dan Istri kita-Sarjana Dari Rumah”

Penulis berada di lingkungan universitas jurusan teknik industri dan mencoba memahami sedikit hal tentang ini. Kita awali dengan sebuah pertanyaan, adakah pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah tanpa harus ke kantor dan mungkin tak lama waktu pengerjaannya? Ada dan sangat banyak. Kadang perusahaan membutuhkan konsultan dan tenaga ahli untuk menuntaskan beberapa masalahnya. Dibutuhkan orang yang sekedar membuat tulisan beberapa paragraf, laporan tertulis, analisis sekian halaman, atau perhitungan di tabel excel. Apakah pekerjaan tersebut harus dilakukan secara tatap muka penuh di kantor? Tidak harus. Suatu kali saya pernah melakukan sebuah analisis kelayakan dari sebuah BUMN dan pertemuan hanya dilakukan sepekan sekali, sisanya dikerjakan di rumah. Kalau saya yang pria bisa mengerjakan dari rumah, tentu Ibu-ibu jauh lebih bisa. Kadang juga dosen membuat video pembelajaran dengan sistem e learning, maka Ibu-ibu bisa melakukan hal tersebut dari rumah lalu mengirmkan ke kantor. Begitu juga dengan membuat laporan penelitian,

Saya membayangkan para ibu dan istri ini bisa saja 24 jam mengurus rumah tapi ada waktu 2 jam sebagai waktu baginya untuk membaktikan ilmunya. Mungkin yang bidang keperawatan bisa membuat artikel penelitian tentang perkembangan ilmu keperawatan, atau misal membuat video pembelajaran tentang ilmu ilmu keperawatan.

Bagi insiyur dan aristek bisa pula mengerjakan proyek dan desain bangunan atau pabrik dari rumah. Bagi guru bisa membuat video pembelajaran semenarik mungkin dari rumah. Dan semua nya bisa membuat penelitian lalu menerbitkannya dalam paper ilmiah di jurnal nasional maupun internasional. Pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa menjadi tambahan pemasukan baginya, tapi terutama bukan uang, karena nafkah adalah tanggung jawab suami. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi para ibu dan istri.

Saya pribadi siap menggunakan jasa para ibu sarjana bila memang beliau-beliau bersedia mengerjakan beberapa proyek yang saya miliki.

Maka indonesia akan punya surplus atau tambahan sarjana yang turut membangun negeri. Tapi tetap Indonesia akan punya Ibu-ibu yang merawat keluarga dengan apik dan cantik, secantik dirinya.

-Amu Darya-

Posting Komentar

0 Komentar