Wafat 'ulama itu tercabutnya satu tonggak ilmu; tertutupnya pintu fiqh; tercerainya simpul ajaran; terputusnya teladan
akhlaq. Ia duka semesta (Salim A Fillaah)
sumber gambar: google |
Andaikan di suatu malam yang sepi
dan dingin. Kita mengendarai kendaraan kita melewati jalan yang lengang.
Berhentilah kita perempatan jalan karena lampu warna merah, garang menyala,
memerintahkan kita untuk urung melintas, karena bisa jadi ada kendaraan yang
lewat di depan. Lampu merah tersebut mencegah tabrakan, namun di malam sunyi
itu, siapa pula yang bisa ditabrak, karena ternyata di arah yang melintang,
sepi menantang. Menantang pengemudi untuk menerobos lampu merah. Kita pun
bimbang, mau jalan atau tidak, mau jalan atau tidak. Kita merasa mau dan juga
takut menerobos lampur merah yang berwibawa itu. Namun tiba-tiba dari kejauhan
di belakang, ada suara motor berderu denga kecepatan tak ditahan, menerobos
lampu merah dengan kencang, membiarkan kita yang mematung menunggu lampu merah
menjadi hijau. Bagaimana perasaan kita?
Karena si motor itu tadi, tergelitiklah hati kita untuk ikut menerobos lampu
merah, dan akhirnya mungkin kita menerobos bila hati kita tak kuat betul.
Kasus tersebut adalah efek
memberi izin. Penelitian perihal ini dilakukan oleh David Philips, seorang
sosiolog di University of California di San Diego. Saat orang lain melakukan
suatu hal, sang pemirsa akan sedikit termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
Kebimbangan orang akan hilang, karena dia melihat perilaku tersebut sebagai
suatu pemberian izin bahwa kita pun boleh melakukannya.
Malcolm Gladwell dalam bukunya “Tipping
Point”, menceritakan tentang sebuah Negara Kepulauan, Makronesia. Jumlah bunuh
diri di daerah tersebut tidak pernah tinggi sejak 1950. Namun terjadi lonjakan
di tahun 1980 an yaitu 160 bunuh diri per 100.000 penduduk, padahal di Amerika
Serikat saja tingkat bunuh diri hanya 22 per 100.000 penduduk. Ada apa
gerangan? David Phillips mengemukakan sebuah penelitian bahwa ternyata
peningkatan kasus bunuh diri tersebut dipengaruhi oleh pemberitaan bunuh diri yang
ada di media. Bila pemberitaan bersifat nasional, maka angka bunuh diri pun
meningkat secara nasional. Sebagaimana kenaikan angka bunuh diri nasional naik
12% setelah berita meninggalnya Marilyn Monroe tampil di media.
Apa yang kita lihat, baca, simak,
dan ikuti menjadi semacam persuasi agar kita melakukan hal yang sama. Maka
wajar kiranya bila KPI menerima banyak protes dari pemirsa atas
tayangan-tayangan yang menampilkan perilaku tak sesuai di TV.
Menyambut peringatan Hari Sumpah
Pemuda yang berlangsung pekan ini, perlu kiranya kita bertanya, siapakah yang menjadi
panutan dan idola bagi pemuda pemudi Indonesia. Panutan tersebut “memberi izin”
dan motivasi kepada pemuda baik melakukan kebaikan maupun kerusakan. Paling
mudah tentu adalah pemimpinnya. Bila di Negara sistem kerajaan, raja ratu
pangeran putri adalah sosok teladan yang menjadi standar perilaku bagi
rakyatnya. Maka di Negara republik Indonesia, Presiden, Wakil Presiden dan
jajaran menteri menjadi isnpirasi dan teladan bagi rakyatnya.
Bagaimanapun perilaku anggota Kabinet
Kerja, akan dilihat rakyat, dan menjadi inspirasi bagi mereka. Perbuatan dari Presiden pun perilaku menteri akan
menjadi semacam “pemberian izin” bahwa rakyat boleh melakukan perbuatan yang
sama.
Menasehati dengan kata, bak
muadzin yang merdu suaranya. Menasehati dengan teladan mulia, kan jadi Imam
dalam segala. (Imam Asy Syafi’)
Mari kita berdoa agar bangsa ini
dianugerahi pemimpin-pemimpin yang baik dan berusaha kian baik ke depannya. Karena
manusia masa kini bisa benar dan bisa pula salah, mari kita nasehati diri kita
dan pemuda pemudia Indonesia bahwa teladanilah sosok terbaik sepanjang zaman,
Rasulullaah SAW beserta para sahabatnya.
(Ditulis oleh: Fanfiru)
0 Komentar