BerQurban : Idealisme Pengorbanan Seorang Muslim pada perintah Allah SWT


“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj Ayat 36)

Haji mengingatkan kita pada Sejarah Pengorbanan yang ikhlas Agung lagi suci karena Allah Nabi Ibrahim a.s. menyembelih anaknya Nabi Ismail karena perintah Allah SWT dan nyawa tebusannya.

Pengertian Qurban
Qurban menurut istilah Syariah yaitu “Suatu tindak perbuatan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT dengan jalan menyembelih hewan. Menyembelih hewan Qurban itu termasuk dalam rangkaian ibadah yang dinamakan Udhiyah” (Tafsir Al-Manar, Jilid VI, hal, 341). Yaitu sesuatu yang disumbangkan oleh manusia dari (harta benda) atau binatang ternak. Binatang Qurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi sebagai pengorbanan (tadlhiyah). Dan keduanya sebagai ‘ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan).
Menyembelih Qurban itu adalah satu ibadah yang akan dipetik keuntungannya dalam dimensi kehidupan di akhirat kelak. Atau menurut ulama tasawuf laksana satu ladang yang digarap dan ditanami dengan pohon yang berbuah, seperti padi, atau tanaman buah-buahan. Di mana akan  berlaku hukum alamai : siapa menanam, dia memetik, atau menurut Istilah modern sekarang, berqurban itu adalah satu investment (simpanan) atau deposito. Hanya bedanya uang deposito dapat dimanfaatkan pada hari tua, sedangkan jasa ibadah qurban akan dihayati dalam dimensi kehidupan di akhirat kelak.


 Hukum Qurban
Menurut Jumhur Ulama, hukum Qurban itu adalah sunnat Mua’akkad, lebih tinggi derajat dan pahalanya dari sunnat yang biasa, tapi ada sebagian para ulama yang berpendapat hukum Qurban itu wajib. Hal itu mereka dasarkan pada ayat yang menyatakan
“Sembahlah Tuhanmu dan berqurbanlah” (QS. Al-Kautsar ayat 3)
Menurut Ahli Tafsir, yang dimaksd dengan sembahlah (Shalli) pada ayat tersebut ialah shalat Iedul Haj, dan sesudah itu lakukanlah penyembelihan hewan Qurban.
Perkataan wan-har pada ayat itu adalah fi’il amar, artinya berupa perintah.

Semangat Qurban dari zaman ke zaman
Semenjak zaman Nabi Adam a.s. sampai ke zaman Nabi Ibrahim a.s. dan terus ke zaman Nabi Muhammad SAW,  ketentuan tentang Qurban dan pengorbanan  itu telah dicontohkan kepada umat pada waktu itu.
Nabi Adam a.s. mencoba kedua putranya Qabil dan Habil untuk mengorbankan makanan apa yang mereka miliki untuk sesuatu kepentingan yang ditunjukkan Allah SWT. Mereka masing-masing harus meletakkan makanan itu disuatu tempat yang ditentukan.
Habil yang mempunyai perasaan sosial kemasyaratan menghantarkan makanan yang baik, sedangkan adiknya Qabil yang memiliki sifat kikir sebaliknya menghantarkan makanan yang tidak enak dimakan.
Akhirnya, ternyata makanan yang diletakkan oleh Habil itu habis dimakan burung, dan binatang lainnya, sedangkan makanan yang diletakkan Qabil itu tidak “disentuh” dan tetap utuh sebagai dikisahkan dalam Al Quran : “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. Al-Maidah, ayat 27)
Jadi, sejak dahulukala sudah ada semacam “uji-coba” untuk menyeleksi orang-orang yang penyantun dengan orang-orang yang kikir.
Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran : “Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”. (QS al Lail, ayat 5-10)
Kemudian Al-Quran menceritakan tentang pengorbanan yang ikhlas dan suci dalam diri pribadi Nabi Ibrahim a.s. tatkala beliau diperintah berkorban menyembelih putra tunggalnya yang dicintainya.
Tanpa ragu-ragu sedikit juga diterima dengan ikhlas oleh orang yang dikorbankan (Ismail), direstui pula oleh ibunda beliau, Siti Hajar, Nabi Ibrahim a.s. menjalankan tugas yang dramatis yang dibalut dengan semangat pengorbanan yang berdasarkan iman dan tauhid itu, sehingga akhirnya menjadi contoh sejarah yang paling utama bagi seluruh umat manusia.
Seperti diketahui berkat keimanan, ketaatan, loyalitas Nabi Ibrahim a.s. itu, maka yang tersembelih hanyalah seekor kibassy (kambing biri-biri), sehingga Ismail terlepas sama sekali dari bahaya maut.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (QS. As-Shaffat 102)
Itulah salah satu contoh bagi seorang mukmin untuk patuh dan ta’at dan loyal terhadap sesuatu perintah Ilahi.
Pengorbanan yang dilakukan oleh para Nabi-nabi terdahulu adalah suatu bentuk keidealismeaannya dalam ketataanya kepada Allah SWT. Dan ibadah atau amaliyah Qurban mengandung nilai-nilai edukasi untuk mewujudkan suatu cita-cita (Idealisme) murni, mengurangi sifat egoistis, memupuk semangat pengorbanan dalam membina masyarakat marhamah yang diridhai Ilahi.(eps_elhidayah)